Mohon tunggu...
Purnawan Eko Andoko
Purnawan Eko Andoko Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati sosial

Laki-laki tua, lahir dan masa kanak-kanak di Selopadi-Wonogiri, remaja di Semarang,dewasa di beberapa kota,masa tua di Jakarta sebagai Coach untuk Interaksi dalam Keluarga. Penulis Buku Dynamic Persuasion (2002).Baca tips2 saya di kolom Lifestyle/urban juga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Setelah USSR Bubar, Saatnya USA Bubar

21 September 2020   06:23 Diperbarui: 21 September 2020   06:49 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan 1 dari 3

Sebuah negara merdeka atau jadi bubar sangat tergantung pada kematangan situasi di negara itu. Apabila situasinya matang (sinergis untuk bubar) tidak ada yang bisa mencegahnya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan bubarnya USA jadi cukup matang:

(1) Faktor Donald Trump sebagai presiden

(2) Faktor sejarah terbentuknya USA setelah perang saudara ( 1861-1865 )

(3)Faktor Kebangkrutan USA

(1) Faktor Donald Trump sebagai presiden

Trump adalah orang yang mengabdi sepenuhnya pada tujuan yang akan dicapai. Oleh banyak referensi (Mary Trump, kakaknya, Michael Cohen, analisa 31 ahli jiwa) Trump tidak tergerak oleh keharuan dan bahkan kematian. Ia tetap bisa berusaha keras tanpa terganggu oleh segala bentuk perasaan. Ibarat komputer yang  menyelesaikan program.

Ia tidak peduli apakah harus bohong bertalu-talu. Menyangkal omongannya sendiri berulang-ulang. Menghina lawan politiknya tanpa dasar. Dan paling hebat ia tidak peduli konstitusi, ia hanya mencomot ayat konstitusi sana-sini, yang menguntungkan dan memuluskan tujuan yang hendak ia capai.

Di sisi lain, karena ulahnya ini,  ia juga akan segera berhadapan dengan kasus hukum begitu kekebalan hukum yang dimilikinya semasa menjabat sebagai presiden habis.

Trump tentu tidak akan mau masuk penjara karena kasus pajak sebelum jadi presiden dan banyak kasus pidana  lain. Jalan satu nya untuk melepas jerat ini adalah tetap jadi presiden. Kalah dalam pemilupun bukan jadi alasan untuk melepas jabatan presiden , maka dari awal ia sudah mencanangkan strategi untuk membuat pemilu tidak sah /dimungkinkan berjalan  curang. Ia sudah mengkampanyekan pada para pendukungnya untuk memilih melalui pos dan nyoblos langsung! Sama dengan nyoblos dua kali!  Alasannya : kalau sistem pencoblosan bersih dan benar, maka tidak mungkin bisa ada suara ganda. Sebaliknya, kalau sampai ada suara ganda maka pemilu via pos curang.

Atas dasar ini, maka kalau ia kalah, ia akan menuduh pendukung Biden curang. Demokrat menghendaki pencoblosan melalui pos karena adanya pandemi ini. Ia akan menuduh pemilihan melalui pos tidak terjamin  sehingga ia bisa  jadi kalah ! Lalu pemilu dianggap tidak sah, lalu ia tidak akan keluar dari Gedung Putih. Trump tetap masih presiden yang boleh menuduh tanpa alasan dan terlindungi oleh impunity nya sebagai presiden.

Trump juga sudah mempersiapkan atmospher White Supremasi (kulit putih lebih unggul dari bangsa lain) dan menyatakan bila Biden menang Amerika akan jadi khaos, maka menjadi sangat beralasan bila Biden menang  para pendukung Trump angkat senjata  sebagai alasan untuk  melindungi diri dari khaos. Lalu tentara boleh bertindak "menyelamatkan" negara dari khaos.

Berdasarkan hasil berbagai jajak pendapat, Trump sampai saat ini masih didukung kurang lebih: 40% pemilih. Tentu saja kalau dukungan cuma 40% ia akan kalah, tetapi 40%  adalah jumlah yang masih melimpah bila mau bikin negara terpisah!

Mayoritas Negara Bagian (State) juga Merah ( artinya di Negara Bagian itu Partai Republik menang selama 4 pemilihan di abad millenial ini )

Jadi kalau kalah lalu memisahkan diri menjadi negara baru diluar USA ( Seperti Negara Konfederasi saat perang saudara 1861-1865 ) pendukung Trump masih sangat cukup (40% rakyat Amerika + mayoritas State dalam pengaruh Partai Republik) plus ia masih sebagai pimpinan Militer tertinggi. ( commander-in- chief of the army and navy ). Trump tidak akan segan untuk memfitnah negara bagian Biru (Demokrat) sebagai musuh negara.

Ia masih menjabat sebagai presiden sehingga masih memegang kekuasaan.  Tentara yang menolak sama dengan desersi! Faktor Trump ini, sebagai presiden tanpa etika yang lazim seperti semua presiden yang lalu,  membuka kemungkinan untuk memisahkan diri jadi negara baru bila Trump terdesak. Dengan menjadi negara baru, ia juga akan berada diluar jangkauan hukum USA.

Bersambung : (2) Faktor Sejarah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun