Mohon tunggu...
Purnawan Andra
Purnawan Andra Mohon Tunggu... -

alumnus Jurusan Tari ISI Surakarta. Peminat kajian pergelaran & etnokoreologi. Pembaca Kho Ping Hoo dan Nick Carter

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Kata Herman Willem Daendels tentang Jalan Pantura?

27 Februari 2014   21:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:24 2876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalur Pantura dan Daendels

[caption id="attachment_314225" align="alignright" width="300" caption="Tugu Nol Kilometer - foto: www.titik0km.com"][/caption]

Jakarta disergap banjir yang tumpah dari kali-kali penuh sampah, airnya masuk menelusup setiap celah jalanan hingga mengurung istana negara. Ibukota negara menjadi kolam luas berwarna kecoklatan dengan orang-orang kebingungan mencari daerah kering. Beberapa waktu sebelumnya, bencana banjir juga telah membuat jalur pantai utara (pantura) Jawa seperti Karawang, Indramayu, Batang, Pekalongan, Pati, Rembang, Tuban, Pasuruan, Situbondo, lumpuh. Lalu lintas perekonomian rakyat menjadi tersendat.

Jalur pantura hingga saat ini adalah salah satu poros utama transportasi Pulau Jawa. Dalam sejarah, jalur pantura ini sesungguhnya didasari oleh proyek raksasa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Maarschalk Herman WillemDaendels bernama “Jalan Raya Pos” (Groote Postweg, The Great Post Road) di tahun 1808.

Sejarah

Jalan ini dibangun untuk kemudahan mobilisasi ekonomi, sosial budaya dalam kerangka kekuasaan kaum penjajah di masa itu. Meski perannya mulai tergantikan oleh ratusan kilometer jalan tol di beberapa ruas seperti Merak-Jakarta-Bogor, Jakarta-Cikampek-Bandung-Cileunyi, Cirebon, Semarang, Gresik Surabaya, namun Jalan Raya Pos adalah semacam garis bantu sketsa yang mendorong perkembangan seluruh cerita infrastruktur transportasi pulau Jawa dalam empat dekade terakhir.

Usaha pembangunan jalan ini adalah suatu karya spektakuler pada masanya. Menghubungkan Anyer di ujung barat sampai dengan Panarukan di wilayah timur pulau Jawa sepanjang kurang lebih 1000 km tentu saja diperlukan pengorbanan tak terhingga, baik harta, benda dan nyawa, untuk mewujudkannya. Arti penting pulau Jawa dalam konstelasi politik waktu itu membuatnya menjadi penting untuk diperebutkan.

Rute kota yang dilalui jalan ini, bukan tanpa pertimbangan. Dalam era kekuasaannya yang relatif singkat (1801-1811), Daendels menciptakan konsep kota-kota wisata (Bogor), kota pendidikan, wisata dan militer (Bandung), kota pelabuhan dan perekonomian sekaligus benteng pengawas (Anyer, Banten, Semarang, Tuban, Surabaya) serta kota industri (berat dan pertanian) di Tangerang, Sumedang, Tegal, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan. Desain proyek yang disertai analisa tata ruang dengan mempertimbangkan kondisi geografis yang tepat menjadikan Jalan Raya Pos adalah referensi penting sejarah, ekonomi, tata ruang sampai dengan visi strategis sebuah pemerintahan.

Jalan raya tidak hanya merupakan artefak komunikatif dan simpul pengikat suatu wilayah. Jalan raya, dengan kehidupannya sendiri, adalah ironi sejarah, modernitas dan kemanusiaan bangsa. Untuk mewujudkan proyek ini, Daendels meminta ratusan ribu rakyat Indonesia tak berdosa untuk mengerjakannya. Menurut Pramoedya Ananta Toer (2005) inilah pembunuhan massal terbesar yang pernah dilakukan di Indonesia. Jalur pantura dibangun beraspalkan darah dan air mata manusia-manusia pribumi, moyang kita.

Di balik hitamnya sejarah masa lalu, Daendels sesungguhnya telah meletakkan dasar bagi perkembangan tata ruang kota dan hubungan antarkota di Jawa hingga kini. Jalan raya itu telah berubah menjadi salah satu urat nadi ekonomi, salah satu sumber perubahan di Jawa. Kehidupan ekonomi di kota-kota yang dilewati jalur Jalan Raya Pos berkembang pesat selama lebih dari dua dekade sejak jalan itu dibuat.

[caption id="attachment_314229" align="aligncenter" width="300" caption="Herman Willem Daendels - foto: wikipedia"]

1393483969587543712
1393483969587543712
[/caption]

Tak Sama

Namun ketika semuanya bisa bergerak lebih cepat, rupa Jalan Raya Pos tak lagi sama dengan 200-an tahun silam. Jalan Raya Pos mengubah wajah perkotaan Jawa. Saat ini, selayaknya tempat yang terimbas laju modernitas membabi buta tanpa pertimbangan matang, kota-kota dalam jalur Daendels kebanyakan kini mempunyai peran berbeda dengan yang dibayangkan Daendels 2 abad lalu.

Hampir seluruhnya berubah menjadi kota industri yang panas, pengap dan tak tertata. Pun demikian, kondisi jalan tak terawat optimal. Banyak jalur jalan bergelombang, beberapa tempat berlubang dengan lebar tak sebanding dengan banyak dan beratnya beban muatan yang melintasinya, serta buruknya sanitasi lingkungan sekitar jalan untuk mencegah kerusakan akibat air hujan dan banjir.. Kondisi ini jelas terlihat terutama di jalur Pantura Jateng. Jalur pantura menjadi pintu masuk melihat potret kehidupan yang tak banyak perbaikan.

Padahal ide awal Deandels membuat jalan ini jelas: memudahkan koordinasi, konsolidasi dan pengawasan daerah. Dengan jalan yang mudah dilalui, transportasi dan informasi cepat, jalur perekonomian berkembang dan oleh karenanya kesejahteraan rakyat tercapai.

[caption id="attachment_314231" align="alignleft" width="300" caption="Jalan Pantura - foto: satelitpost.co"]

1393484030950655853
1393484030950655853
[/caption]

Masalahnya pemerintah rupanya tidak memiliki visi jelas tentang jalur pantura. Jalan ini dimaknai sebagai “infrastruktur teknologis”, “lalu lintas fisik”, dan bukan “sarana visioner” untuk kehidupan yang lebih baik. Setiap tahun, menjelang Lebaran, perbaikan jalan jalur ini baru dilakukan dengan perencanaan yang terkesan tergesa dan tidak matang. Meskipun alokasi dana yang dikucurkan untuk proyek tahunan perbaikan jalan jalur pantura semakin besar, namun tidak membuat jalur ini makin mulus.

Banjir di jalur pantura, Jalan Daendels, Jalan Raya Pos, atau apapun sebutannya harusnya juga menjadi tonggak untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan sistem, logika dan penyikapan kita terhadap pembangunan yang lebih visioner, berdaya guna dan tepat sasaran. Seperti yang dilakukan Daendels 216 tahun lalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun