Pilatus adalah seorang prefek yang memimpin propinsi Yudea di bawah kekaisaran Romawi. Pada tahun 33 M, dia mengalami persoalan yang pelik. Mahkamah Sanhedrin, sebuah pengadilan agama Yahudi, baru saja menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang pemuda bernama Yeshu Hannosri [Yesus dari Nazaret].
Menurut hukum agama, setelah divonis mati si terpidana akan diseret ke pojok kota dan ditelanjangi. Anggota Sanhedrin yang mengajukan saksi dan tuduhan atas orang itu mendapat giliran pertama untuk menjatuhkan batu dari atas tembok kota. Jika si terpidana belum mati, maka semua anggota Sanhedrin yang hadir wajib melempari dengan batu sampai mati.
Akan tetapi saat itu Yudea berada di bawah kekuasaan Romawi. Menurut ius gladii (hukum Romawi), prefek Yudea wajib memeriksa kembali vonis tersebut. Pontius Pilatus adalah pejabat Romawi, pada saat itu.
Bagaimana Pilatus memandang peristiwa penyaliban Yesus? Mari kita simak percakapan berikut ini.
Pertanyaannya, apakah dia merasa tertuduh karena telah menghukum mati orang yang tidak bersalah? Ataukah justru merasa berjasa karena tindakannya ini justru membangkitkan sebuah agama besar?
Saat para pemuka agama menggelandang Yesus kepada Anda, apa yang Anda lakukan? Mereka minta Anda supaya menjatuhi hukuman mati. Apakah Anda langsung mengiyakan?
Tentu saja tidak. Sebagai pejabat publik, saya wajib memeriksa si tertuduh. Setelah memeriksa bukti-bukti dan saksi, saya tidak mendapati orang ini bersalah terhadap hukum negara.
Lalu mengapa Anda tidak membebaskan Yesus. Takut pada mahkamah agama ya?
Rupanya mereka tidak puas dengan keputusan saya itu. Anggota Mahkamah itu mengatakan kepada saya bahwa Yesus melarang para pengikutnya membayar pajak kepada Kaisar Tiberius. Padahal kalau yang saya dengar dari bawahan saya, Yesus justru berkata sebaliknya. Dia  berkata, berikanlah apa yang menjadi hak kaisar.  Masalahnya, kalau mereka meneruskan disinformasi ini kepada kaisar Tiberius, saya bisa celaka. Kaisar tentu lebih percaya kepada perkataan para pemuka agama daripada pemuda dari Nazaret.
Lalu tuduhan kedua ini yang fatal. Mereka menuduh bahwa Yesus mengangkat dirinya sebagai Mesias.