Apakah Anda masih ingat Huang Hua?
Penggemar bulutangkis era 1980-an tentu masih ingat sosoknya. Bintang Huang Hua bersinar  pada era negara Cina mendominasi olahraga tepok bulu. Bersama pemain tunggal putri lainnya Han Aiping dan Li Lingwei, Huang Hua merebut piala Uber 1990 dan 1992. Secara individual, ratu bulutangkis ini juga merebut berbagai trofi.Â
Namun kali ini bukan soal bulutangkis, melainkan kiprahnya di pentas ketoprak. Bayangkan, seorang mantan pemain bulutangkis yang lincah di arena bulutangkis, kali ini tampil di panggung kesenian tradisional Jawa. Bagaimana nanti dia akan berdialog? Hal ini ternyata membuat penasaran warga Klaten sehingga tiket pertunjukan langsung ludes terjual. Padahal para pemain belum mulai berlatih.
Pentas ini digagas oleh Perkumpulan Darma Bakti Klaten, yaitu sebuah komunitas yang beranggotakan warga Klaten dari etnis Tionghoa. Setelah berlatih selama 2 bulan, mementaskan gelaran ketoprak  di aula SD Kristen 3 Klaten, Sabtu (10/3/2018) malam. Lakon yang dimainkan yakni Rebut Kuwasa, dan disutradarai oleh maestro ketoprak Bondan Nusantara. Dari total sekitar 50 pemain, 90 persen di antaranya merupakan warga keturunan Tionghoa. Selain Huang Hua, ada satu lagi mantan pemain pelatnas bulutangkis yang ikut pentas ketoprak ini yaitu Aditya Sindoro, yang biasa dipanggil koh Yang Yang.
Bondan Nusantara sengaja memilih cerita berlatar belakang awal berdirinya negara Majapahit karena terjadi intrik-intrik politik untuk merebut kekuasaan. Tahun 2018 ini situasi perpolitikan memulai memanas seiring diselenggarakannya pemilihan kepala daerah secara serempak. Dengan pementasan ini, diharapkan masyarakat dapat memetik pelajaran berharga dari sejarah perebuta kuasa di masa lalu.
Beberapa lama kemudian, Kartanagara mendapat serangan dari prabu Jayakatwang, penguasa kerajaan Kediri. Kartanagara kalah dan berhasil dibunuh tentara Kediri. Pengikut Kartanagara melarikan diri. Salah satunya adalah raden Wijaya. Dia lalu membuka hutan dan menetap di tanah Tarik, yang di kemudian hari akan menjadi ibukota kerajaan Majapahit.
Sementara itu, Kubilai Khan murka mengetahui utusannya dihina. Maka dia mengirimkan armada kapal lautnya untuk menghukum Kartanagara. Dia tidak tahu kalau Kartanagara sudah tewas. Dengan cerdik raden Wijaya memanfaatkan hal ini. Dia mengarahkan pasukan Tar Tar itu untuk menyerang tentara Jayakatwang. Koalisi prajurit raden Wijaya dan tentara Tar Tar ini mampu mengalahkan bala tentara Jayakatwang.
Belum usai merayakan euforia kemengangan, raden Wijaya harus memutar otak bagaimana caranya mengusir tentara Mongol ini. Maka dia membuat muslihat dengan kemasan pesta kemenangan. Dia menyajikan minuman keras kepada tentara Tar Tar, tapi Wijaya melarang prajuritnya menenggak minuman keras itu. Begitu para tentara Tar Tar tidak sadarkan diri, tentara Wijaya mudah menelikung tentara Tar Tar yang sangat terkenal ganas itu.
Tak pelak lagi Huang Hua menjadi pusat perhatian. Setelah menikah dengan salah satu pengusaha asal Klaten, Tjandra Budi Darmawan, pada tahun 1993, Huang Hua menjadi Warga Negara Indonesia. Karena sudah puluhan tahun menetap di Klaten, dia sebenarnya sudah bisa menangkap omongan orang lain dalam bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Namun untuk berbicara dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jawa, ibu dari tiga anak laki-laki ini belum fasih. Namun justru itu yang menarik penonton.
Pada awal kemunculannya dia berbicara menggunakan bahasa Mandarin. Suaminya menegur, "Kalau kamu memakai bahasa Mandarin, penonton tidak ada yang tahu."
"Lho bukankah kebanyakan penonton di sini adalah orang Cina?" tanya Huang Hua.
"Orang keturunan yang ada di sini sudah jadi Jawa semua. Yang Cina itu tinggal matanya saja. Sipit!" jelas Budi Tjandra yang memerankan ki Jogowono. Â Begitulah, orang Tionghoa di Klaten ini sudah membaur dengan warga Klaten. Mereka hampir tidak ada bedanya dengan orang Jawa, kecuali penampilan fisiknya. Bahasa sehari-hari yang digunakan pun bahasa Jawa. Maka tidak heran kalau ketoprak ini pun menggunakan bahasa Jawa. Itu sebabnya, para pemain keturunan Tionghoa ini tidak ada kesulitan dalam menghafalkan naskah.
Selain bupati Klaten, hadir pula ketua DPRD Kabupaten Klaten. Selain itu juga Kyai Jazuli Kasmani, pengasuh pondok pesantren sunan At Mutaqiien juga hadir. Kedatangannya didampingi oleh Gus Marzuki Adnan, ketua KNPI dan ketua cabang GP Ansor di Klaten. Pementasan ini sekaligus memperkuat identitas Klaten dalam keanekaragaman dan kerukunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H