Jumat sore, ponsel Mas Ie Purnomo Sidi berdering.
"Halo, apakah benar saya berbicara dengan bapak Ie Purnomo Sidi, pemilik 'Nggone Mbahmu'?" tanya si penelepon.
"Ya benar. Ini dengan siapa?" tanya Mas Pur.
"Kami dari staf kantor kepresidenan. Kami ingin mengundang bapak untuk mengikuti acara peringatan Hari Kopi Internasional di istana presiden di Bogor. Acaranya bernama 'Ngopi Sore Bersama Presiden'," jawab penelepon.
"Apakah ada undangannya?" tanya Mas Pur lagi.
"Undangan akan kami kirim lewat WA (Whatsapp)"
Mengingat belakangan ini banyak aksi penipuan melalui telepon, mas Pur tidak menganggap serius obrolan yang baru saja terjadi. Apalagi dia belum menerima surat undangan. "Masa' sih lembaga sekelas kepresidenan mengirimkan undangan lewat WA," katanya pada diri sendiri.Â
Dia melanjutkan kembali aktivitasnya meracik kopi. Belum genap setahun dia membuka usahanya ini. Dia membuka toko kopi ini pada tanggal 21 Juni 2017. Sebelumnya, dia meneruskan usaha papanya yaitu penyalur minyak goreng di Klaten. Usahanya ini sudah mapan sehingga bisa sesekali ditinggal. Di sela-sela mengurusi bisnis, Mas Pur memiliki hobi bersepeda. Setiap kali Kompas mengadakan acara tur sepeda, Mas Pur menjadi langganan sebagai peserta. Selain itu, bersama anak dan isteri, pehobi fotografi ini juga suka melancong di pelosok Nusantara. Di setiap daerah yang dikunjungi, mereka selalu mencicipi kopi lokal.
Perkunjungannya ke berbagai daerah tersebut memunculkan kegelisahan: Mengapa di tempat kelahirannya tidak ada souvenir yang dapat menjadi ciri khas kabupaten Klaten? Penduduk di lereng Merapi di wilayah Klaten juga menghasilkan kopi. Tapi mengapa kopi Klaten tidak seterkenal kopi dari Sidikalang, Bali, Toraja, Aceh, atau Papua?Â
Cling!
Tiba-tiba muncul ide untuk melambungkan kopi Merapi sebagai icon kabupaten Klaten. Kebetulan dia memiliki rumah tua dengan halaman yang masih sangat luas. Dia memutuskan untuk membuka toko kopi.Â