Jauh-jauh hari sebelum masuk sekolah, kami telah berusaha untuk membiasakan Kirana (3 thn), anak kami, terhadap lingkungan barunya nanti. Setiap ada kesempatan kami mengajak Kirana ke bakal sekolahnya itu. Mula-mula dia tampak canggung, tapi lama-kelamaan dia mulai menikmati suasananya. Dia mulai bermain perosotan, ayunan dan kotak pasir.
Beberapa hari sebelum hari pertama sekolah, dia terlihat antusias. Hampir semua orang dekat diberitahukannya tentang sekolahnya ini. Seragam sekolah dicobanya berkali-kali. Dia juga sudah minta dibelikan sepatu bertali untuk bersekolah.
Masalah yang masih mengganjal adalah kebiasaannya dalam begadang. Semakin dipaksa untuk tidur awal, maka semakin larut malam dia baru akan terlelap. Lalu apa saja aktivitasnya setiap malam? Menu wajibnya adalah dibacakan buku cerita Franklin, si kura-kura.. Setelah itu kadang mengajak papanya untuk menggambar tokoh-tokoh khayalan yang disukainya. Kegemarannya yang lain adalah menonton film Walt Disney seri Princess, mulai dari Cinderella, Snow White, putri Aurora, putri Jasmine, sampai dengan putri Ariel. Dia juga memiliki kaset Dora dan Diego yang lengkap. Dalam satu malam, dia menonton dua atau tiga kaset.
Saat sudah berbaring di tempat tidur pun, dia tidak akan segera tidur. Biasanya dia akan mengobrol dengan sahabat imajinernya yang bernama Yona. Kami tidak pernah tahu apakah Yona ini adalah sosok yang ada di dunia nyata atau tokoh rekannya sendiri, tapi yang jelas dia selalu konsisten dengan nama sahabatnya ini. Dia tidak pernah memanggil sahabat imajinernya ini dengan nama yang lain.
Hari ini adalah pengalaman pertama anak sulung kami masuk sekolah, sekaligus pengalaman pertama bagi kami sebagai orangtua dalam menyiapkan anak. Itu sebabnya sempat ada kesalahan konyol saat memakaikan seragam sekolah. Istri saya tidak tahu cara menyelempangkan tali seragam. Istri saya menyilangkan tali rok di bagian depan. Ternyata ini terbalik. Seharusnya tali selempang itu disilangkan di punggung anak.
Saya mengeluarkan sepeda motor untuk menghantarkan Kirana dan mamanya ke Play Group “Krista Ceria.” Sudah banyak teman-teman Kirana yang datang. Kirana pun segera masuk ke kelas, lalu duduk manis di kursi. Saya dan istri duduk di luar. Kami lega karena hari pertama tampaknya akan berlangsung mulus. Pukul setengah delapan, bunda Tutik, guru Kirana, membunyikan lonceng tanda masuk. Semua anak diajak berbaris di depan kelas. Pada lantai, sudah digambar telapak kaki kecil-kecil dengan jarak yang teratur, dari depan ke belakang. Anak-anak diajak menginjak telapak kaki sehingga membantuk barisan yang rapi.
Pukul sepuluh pagi, aktivitas di Playgroup itu sudah selesai. Dalam perjalanan pulang, saya bertanya pada Kirana, "Mengapa kamu tidak mau ikut berbaris, nak?”
Jawaban Kirana sungguh di luar dugaan. “Soalnya telapak kakinya tadi jelek banget sih pa” jawab Kirana polos.
Saya terdiam sesaat untuk mengingat-ingat lagi seperti apa sih tanda telapak kaki itu? Seketika itu juga meledaklah tawa kami. Gambar-gambar telapak kaki itu memang jelek sekali. Dilukis dengan cat merah, tetapi bentuknya tidak karuan. Pantas saja Kirana ogah menginjak gambar telapak kaki itu.