Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ahok Marah, IKAPI Salah?

28 Juli 2015   01:52 Diperbarui: 28 Juli 2015   01:52 2023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama geram saat membuka Jakarta Book and Edu Fair 2015, di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Senin (27/7/2015). Sumber Kompas.com

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak jadi membuka secara resmi pameran Jakbook and Edu Fair (Jakarta Book Fair) 2015 di Parkir Timur Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/7/2015). Gubernur yang lebih populer dengan panggilan Ahok ini jengkel melihat kenyataan bahwa harga alat-alat tulis di pameran ternyata lebih mahal daripada harga pasaran. 

Padahal, sedianya warga Jakarta pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) dapat "membeli" perlengkapan sekolah di Jakbook and Edu Fair 2015 ini dengan cukup menyerahkan kartu mereka. 

"Mohon maaf untuk pembuat pameran ini, saya sudah instruksikan Dinas Pendidikan untuk tidak perlu lagi mengajak anak-anak belanja ke sini selama harga masih mahal begini. Bapak-bapak dan Ibu-ibu tidak perlu lagi datang ke sini lebih baik belanja di luar, harganya lebih murah," kata Basuki seperti yang dilansir oleh Kompas Online.

Mendengar sambutan Basuki, pengunjung serta anak-anak bersorak-sorai riuh. Sebaliknya, raut muka jajaran Ikapi terlihat masam, seperti yang terlihat pada Ketua Panitia Tatang TS dan Ketua Ikapi DKI Afrizal Sinaro. Mereka terlihat serius dan sama sekali tidak mengembangkan senyumnya.

Sebagai orang yang berkecimpung di dunia penerbitan, saya tertarik mengulas peristiwa ini.  Pertanyaan yang segera muncul di kepala saya adalah, "Mengapa berbelanja alat-alat sekolah di pameran buku yang diselenggarakan oleh IKAPI?" Memang tidak salah sih, tapi seharusnya motivasi utama datang ke pameran buku yang diselenggarakan IKAPI adalah membeli buku cetakan. Dalam hal ini, IKAPI memiliki wewenang untuk menekan harga.

IKAPI adalah wadah berkumpulnya penerbit-penerbit buku yang ada Indonesia. Pengurusnya sering menyelenggarakan pameran yang diikuti oleh anggotanya. Harga buku di pameran ini biasanya lebih murah daripada harga di toko buku. Mengapa bisa begitu? Ceritanya begini: Sebagian besar penerbit tidak memasarkan bukunya sendiri. Mereka bekerja sama dengan distributor atau toko buku dengan memberikan diskon antara 40% sampai dengan 60%. Toko buku punya hak mengelola diskon ini. Apakah dia akan mengambil semuanya, artinya selisih yang didapat dari diskon diambil sebagai pendapatan toko, atau membagi diskon itu dengan pembeli. Untuk buku-buku baru, biasanya toko buku tidak memberikan diskon. Namun jika ada buku yang tidak laku, maka pihak toko memberikan diskon supaya buku tersebut laku terjual. Dalam hal ini, toko buku hanya memainkan diskon yang didapat dari penerbit.

Penerbit yang membuka stan di pameran IKAPI dapat memainkan diskon yang seharusnya diberikan kepada toko buku. Mereka dapat memberikan diskon besar. Itulah sebabnya pameran buku yang diselenggarakan oleh IKAPI biasanya diserbu pembeli karena ada diskon besar. Para penjual buku online banyak yang kulakan buku di pameran ini.  Dalam ranah ini, IKAPI dapat mewajibkan anggotanya untuk memberikan diskon kepada pengunjung

Kalau melihat pernyataan Ahok, yang dia jengkelkan adalah harga alat-alat sekolah atau biasanya disebut stationary. Produsen alat-alat sekolah ini bukan anggota IKAPI sehingga pengurus IKAPI tidak dapat mewajibkan untuk memberikan diskon. Barangkali di sini letak masalahnya. IKAPI sebagai penyelenggara pameran sudah kehilangan fokus. Pameran buku yang diselenggarakan oleh IKAPI seharusnya lebih menonjolkan penjualan buku terbitan anggotanya, alih-alih penjualan stationary.

Situasi ini sebenarnya dapat mencerminkan kelesuan industri penerbitan buku. Sekarang ini toko buku cenderung menggusur ruang di toko yang sebelumnya untuk display buku, digantikan dengan barang-barang stationary. Industri buku sedang lesu darah karena berbagai sebab: Harga kertas yang tinggi, rendahnya minat baca dan daya beli dari masyarakat, tingginya ongkos ekspedisi, kekurangan naskah yang bagus, SDM rendah, dll. 

Kembali pada insiden marahnya Ahok, letak masalahnya adalah karena salah sasaran dalam belanja. Kalau ingin belanja alat-alat sekolah ya cari saja toko alat tulis di luar pameran yang mau memberi harga murah. Kalau mau beli banyak, distributor pasti mau memberi harga grosir. Tapi kalau datang ke pameran buku IKAPI mestinya tujuannya untuk belanja buku cetak. Jangan salah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun