[caption id="attachment_316097" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Hari kemarin (Selasa, 14/01) beredar broadcast message yang menyatakan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok ) meminta maaf karena tanggul Kali Ciliwung akan dibuka pada hari ini, Rabu (15/01). BBM itu menyebutkan Jakarta akan diterjang banjir besar. Bahkan, wilayah yang jarang terkena banjir seperti Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto juga akan diterjang banjir akibat tanggul tersebut dibuka. Berikut isi pesan tersebut:
"Pagi ini, Pemprov DKI Jakarta, Bapak Ahok meminta maaf kepada warga Jakarta, karena tanggul ciliwung pagi ini tanggal 15 Januari 2013 pukul 9.30, terpaksa dibuka kembali, karena sudah tidak kuat menahan tekanan air yang datang dari arah Bandung dan Bogor, mohon warga Jakarta untuk segera siaga 1, air akan datang sekitar 4 jam dari tanggul dibuka, ini dilakukan Pemprov untuk menanggulangi agar banjir tidak semakin berlarut-larut, untuk warga Jakarta yang berada daerah Thamrin, Sudirman, Pengadegan, Gatot Subroto, dan daerah sekitarnya, mohon untuk segera cari posko aman, mohon yang sudah terima pesan ini, langsung infokan ke saudara-saudara yang lain agar lebih siaga, terima kasih."
Ahok sudah membantah kebenarannya. Dia menegaskan munculnya pesan berantai tersebut tidak benar Demikian juga pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta. "Pesan itu cuma isu miring. Jelas sekali tidak benar. Penetapan siaga satu tidak bisa sembarangan. Harus dilihat berdasarkan ketinggian air di pintu-pintu air," kata Kepala Seksi Pengendalian BPBD DKI, Basuki Rakhmat. Yang membuat saya heran, mengapa tidak pernah ada tindakan terhadap para pembuat berita hoax (palsu) ini? Apakah cukup dengan hanya bantahan saja? Dalam situasi bencana, berita-berita semacam ini dapat mengakibatkan kepanikan dalam masyarakat. Misalnya terjadi pergerakan massa karena ingin mengungsi, terjadi aksi borong kebutuhan bahan-bahan pokok (panic buying), atau setidak-tidaknya menimbulkan perasaan was-was di kalangan orang-orang yang sedang berada di  daerah Thamrin, Sudirman, Pengadegan, Gatot Subroto, dan daerah sekitarnya. Sebagai relawan tanggap bencana, saya punya pengalaman direpotkan oleh informasi-informasi palsu seperti ini. Contohnya, selepas gempa di sekitar Jogja dan Jateng, pada bulan Mei 2006, muncul informasi palsu bahwa terjadi gelombang Tsunami di pantai selatan. Spontan terjadi kepanikan di tengah masyarakat. Mereka bergegas menuju ke tempat yang lebih tinggi. Saya tinggal di Klaten, dan menyaksikan kendaraan yang melaju ke arah Solo dalam kepanikan. Banyak terjadi kecelakaan di persimpangan jalan karena lampu lalu lintas padam. Saat melakukan pekerjaan rekonstruksi paska gempa, muncul pula hoax yang mengganggu pekerjaan kami. Para membuat hoax itu mengambil informasi dan foto yang kami publikasikan, lalu mereka memanipulasi dan memlintirnya sehingga memojokkan kami. Setelah itu menyebarkan kepada masyarakat. Akibatnya timbul gejolak di masyarakat dan hampir saja menghentikan pembangunan kembali 12 rumah pada tahap terakhir. [caption id="attachment_316087" align="aligncenter" width="630" caption="Sumber: http://whatindonews.com/images/20140109-135717_21.jpg"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H