Perkenalan
Cara perkenalannya begini: Partisipan dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah yang sama. Kelompok pertama berdiri membentuk lingkaran menghadap keluar. Kelompok kedua berdiri melingkar mengelilingi kelompok pertama. Mereka menghadap ke dalam. Dengan demikian kelompok pertama dan kelompok berdua saling bertatap muka.
Permainan dimulai saat Al membacakan satu pertanyaan. Partisipan menyampaikan jawabannya pada partisipan lain yang ada di depannya. Setelah itu partisipan kelompok pertama bergeser ke kanan satu langkah. Dengan demikian mereka bersua dengan partisipan yang berbeda. Al mengajukan pertanyaan lagi. Partisipan saling berkomunikasi lagi. Kali ini giliran kelompok kedua yang bergeser ke kanan satu langkah. Al memberi pertanyaan lagi. Demikian seterusnya sehingga partisipan bertemu kembali dengan partisipan yang awal.
Setelah itu Al mengajak partisipan mendiskusikan arti "pemulihan trauma berbasis masyarakat." Apa bedanya dengan trauma klinis? Di dalam trauma klinis, terapis hanya melihat gejala yang terlihat secara fisik, kemudian memberikan obat untuk menghilangkan gejala tersebut. Misalnya, jika sang penyintas kesulitan tidur karena merasa gelisah, maka terapi yang diberikan adalah obat penenang atau obat tidur. Penyebab dari perasaan gelisah tersebut tidak disentuh.
Sedangkan dalam pemulihan trauma berbasis masyarakat, penyintas diajak bersama-sama untuk menelisik akar dari penyebab trauma. Mengapa "berbasis masyarakat"? Mengapa tidak "berbasis individu" saja? Dalam konflik yang berdampak luas, jumlah penyintas yang mengalami trauma sering berjumlah banyak. Aktivis perdamaian tidak punya cukup sumberdaya untuk melayani seorang demi seorang. Ciri-ciri pemulihan trauma berbasis masyarakat adalah:
- Kontekstual
- Dari dan oleh masyarakat
- Akar rumput
- Lestari atau berkelanjutan
- Berdasarkan kebutuhan masyarakat
- Dilakukan oleh masyarakat
Secara umum ada tiga jenis trauma. Pertama, trauma yang disebabkan oleh manusia (human-made). Contohnya:  perkelahian, pemerkosaan,  terorisme, penculikan, korupsi, bullying, demonstrasi, kekerasan rumahtangga, dll. Di dalam trauma ini setidaknya melibatkan dua orang. Orang yang satu menjadi korban, dan orang yang lain menjadi pelaku.
Kedua, trauma yang disebabkan oleh alam (nature-caused). Ada bencana yang murni dari peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, atau gunung meletus. Tapi ada juga bencana alam yang merupakan akibat dari aktivitas manusia. Misalnya banjir, tanah longsor atau tornado. Korban yang trauma biasanya akan menyalahkan Tuhan atau pemerintah.
Ketiga, trauma akibat penyakit (Illness-caused). Misalnya, HIV, Cancer, TBC, Malaria dll. Yang mengalami trauma tidak hanya pasien yang terjangkit pasien, tetapi juga keluarga pasien tersebut.
Selanjutnya Al ingin menggambarkan situasi yang dihadapi oleh aktivis perdamaian ketika bekerja di bidang pemulihan trauma. Dia menempelkan kertas plano pada dinding. Pada bagian kiri dia menulis KORBAN dan pada bagian kanan dia menulis PELAKU. Al mengajak partisipan untuk menyelami perasaan KORBAN yang traumatik. "Apa yang dirasakan oleh korban?" tanya Al. Partisipan menjawab bersahut-sahutan, lalu Al menuliskannya pada bagian korban: malu, tak berdaya, mati rasa, marah, dendam, terasing, putus asa, rendah diri, tidak merasa jadi manusia lagi, menyalahkan diri sendiri, ingin, bunuh diri.
Setelah itu Al mengajak partisipan untuk membayangkan diri sebagai pelaku. "Kira-kira apa yang dirasakan oleh pelaku saat ini?" tanya Al. Kembali partisipan memberikan jawaban yang ditulis Al pada bagian kanan: berkuasa, lebih saleh, puas, bersalah, marah, jengkel, menyesal, dll.