Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Belajar Toleransi dari Candi Morangan

13 Oktober 2011   20:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:59 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Candi Morangan memang candi yang kecil dan terpencil, namun memiliki dua keistimewaan: Pertama, candi Morangan adalah candi yang paling mendekati Gunung Merapi. Jika diamati dalam peta DIY, maka kompleks Candi Morangan merupakan candi yang menempati posisi paling utara dari keseluruhan kompleks candi yang ada di wilayah Propinsi DIY.

Kedua, candi ini memiliki satu panel relief yang diperkirakan merupakan bagian dari cerita Tantri Kamandaka. Ceritanya yaitu tentang seekor harimau yang tertipu oleh seekor kambing.  Relief ini menarik karena Tantri Kamandaka biasanya terdapat pada candi berlatar belakang agama Budha, sedangkan candi Morangan ini berlatar agama Hindu. Candi ini menjadi bukti bahwa toleransi umat beragama sudah ada di Nusantara sejak ratusan tahun yang lalu.

Erupsi Merapi

Selain menjadi keistimewaan, lokasi candi yang paling dekat dengan puncak Merapi juga menjadi ancaman bagi kelangsungan candi ini. Sebagaimana umumnya candi lain, candi Morangan ini juga berlokasi di dekat sungai. Hal ini bukan tanpa alasan. Sungai merupakan elemen yang penting dalam upacara keagamaan.  Air dipercaya dapat membersihkan dosa dan noda. Selain itu ada juga alasan teknis. Sungai memberikan bahan baku material candi yaitu batu andesit.

Candi Morangan ini pun berlokasi di sebelah sungai Gendol. Saat  Merapi erupsi pada tahun 2010, ada berton-ton  material padat yang meluncur turun melewati sungai Gendol. Luapan lahar dingin telah menerjang beberapa rumah di sekitar bantaran sungai. Kondisi ini membuat cemas para pakar arkeologi jarak candi Morangan hanya 200 meter di sebelah barat aliran sungai.

Backhoe dan truk di sungai Gendol

Truk hilir mudik mengangkut pasir Merapi

Mendengar kabar ini, saya penasaran untuk mengunjungi candi ini. Saat  menyeberangi sungai Gendol, saya melihat bahwa aliran lahar dingin itu sudah sampai di cek dam sebelah timur candi. Meski begitu jumlah materialnya belum sampai meluap karena sungai ini terus menerus dikeruk oleh backhoe dan diangkut oleh ratusan truk keluar dari sungai Gendol. Lagipula, di sepanjang aliran sungai ini juga dibangun tanggul yang cukup tinggi. Kecuali hujan turun luar biasa, saya menduga aliran lahar dingin belum mengancam candi Morangan ini.

Meski begitu, ancaman itu tetap ada  mengingat candi ini pernah terpendam ratusan tahun yang lalu. Hal ini terlihat posisi candi yang berada di bawah permukaan tanah.  Saat ditemukan, batu-batu ini berserakan dan terpendam di berbagai tempat.

Candi ini ditemukan sejak zaman penjajahan Belanda. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia candi ini kembali tertutup tanah. Pihak SPSP DIY pernah melakukan ekskavasi pada tahun 1982. Ekskavasi yang dilakukan oleh SPSP DIY ini berhasil menampakkan 2 buah bangunan candi yakni candi induk dan candi perwara. Hingga saat ini candi induk pun belum seluruhnya dapat disingkap dan baru dapat digali sekitar tiga perempat bagian saja.

Candi induk Morangan menghadap ke barat berbilik satu dan berdenah bujursangkar. Secara lengkap candi induk Morangan terdiri atas kaki, tubuh, dan atap candi. Pembagian tersebut dalam agama Hindu melambangkan tiga alam yaitu bhurloka, bhuvarloka, dan savarloka.

Melihat ciri-ciri ragam hias pada arac Candi Morangan yang mirip dengan Candi Prambanan, maka diduga usia Candi Morangan tidak jauh berbeda dengan Candi Pramabanan, yakni abad 9 M.

Patung dan Relief

Pada Candi Morangan ditemukan pula yoni dengan ukuran yang cukup besar. Sedangkan lingga yang seharusnya ada dan menjadi pasangan dari yoni tidak ditemukan lagi. Pada kompleks candi Morangan ini juga ditemukan pula arca resi dan sejumlah arca lain di dalam relung-relung candi. Saat ini relung tersebut kosong karena arca-arca di dalamnya telah diamankan untuk mencegah pencurian.

Selain itu juga ditemukan patung Nandi atau sapi dalam posisi mendekam. Nandi atau Nandiswara adalah lembu yang menjadi kendaraan dari dewa Siwa dalam mitologi Hindu. Candi yang mempunyai arca Nandi biasanya dikategorikan sebagai candi untuk pemujaan agama Hindu Siwa.

Karena bentuk bangunan candi Morangan ini belum tersusun utuh, maka bentuk bangunan belum dapat dilihat sepenuhnya. Meski begitu, pengunjung bisa mengamati relief-relief yang tidak kalah menariknya. Berikut ini relief yang terdapat di dinding candi Morangan:

Pertama, relief dua laki-laki mengapit tumpukan bunga-bungaan. Relief ini menggambarkan salah satu adegan dalam upacara keagamaan. Bunga merupakan salah satu unsur penting dalam pemujaan agama Hindu.

Dua wanita memegang kendi

Kedua, relief dua wanita mengapit kendi besar dengan membawa kendi-kendi kecil. Relief ini menggambarkan salah satu adegan dalam upacara keagamaan. Kendi adalah tempat air suci yang dianggap dapat membersihkan noda dan dosa.

Ketiga, dua wanita menunggang gajah. Relief ini menggambarkan dua orang wanita menunggang gajah.Gajah adalah binatang istimewa karena pada zaman dulu hanya seorang raja yang boleh memilikinya sebagai simbol kemegahan kerajaan.

Keempat, tiga resi membawa pustaka (kitab suci) fan uptala (teratai biru)

Kelima, relief kepala dalam relung. Relief ini merupakan hiasan yang terdapat pada bagian atap candi. Relief seperti ini juga terdapat di candi Gebang.

Keenam, relief ayam jantan disangga gana. Gana, atau sering juga disebut Syiwaduta,  adalah makhluk kecil pengiring Syiwa. Sedangkan ayam jantan melambangkan kekuatan, keberanian dan kesuburan. Selain itu dalam kehidupan keagamaan, sering digunakan sebagai hewan korban.

Video lainnya:

Candi Morangan [2]

Candi Morangan [3]

Bagaimana cara menuju candi Morangan? Untuk menuju ke sana Anda harus menggunakan kendaraan pribadi karena angkutan umum belum sampai ke lokasi. Dari kota Jogja, arahnya adalah menuju Prambanan. Sesampai di lampu merah Bogem, berbelok ke kiri menuju Cangkringan. Sesampai di Balai Benih Ikan Cangkringan terdapat simpang tiga. Arah ke kiri menuju ke arah Merapi, tapi Anda mengambil jalan yang lurus menuju sungai Gendol.  Sekitar 200 meter sebelum sungai Gendol ada papan penunjuk arah  ke kanan.  Anda menyusuri jalan desa yang dilapisi semen sepenjang 400 meter sampai mentok ke pertigaan, Lokasi candi ada di sebelah kanan jalan. Anda tidak akan dipungut tiket masuk atau parkir, tapi sebaiknya memberi tips pada penjaga candi setelah mengisi buku tamu. Usai mengunjungi candi Morangan, Anda bisa berwisata bencana lahar Merapi di sungai Gendol. Siapkan masker dan kacamata karena ada banyak debu yang beterbangan diterjang roda-roda truk.

Signature
Signature
[Foto dan Video diambil dari koleksi pribadi. Sumber tulisan dari papan informasi di candi Morangan, wikipedia dan observasi]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun