Candi Sojiwan dibangun setelah terjadi komplikasi dari perkawinan politik di antara dua dinasti yang berkuasa di Jawa pada abad ke-9 M. Saat itu wilayah Selatan dikuasai oleh wangsa Sanjaya beragama Hindu Siwa, sedangkan wilayah utara didominasi oleh wangsa Syailendra yang menganut Budha Mahayana. Perebutan pengaruh menimbulkan ketegangan sehingga ditempuh upaya perdamaian yaitu dengan menikahkan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya dengan Pramodawardhani dari wangsa Syailendra, dinikahkan untuk meredam konflik tersebut. Pernikahan ini ditentang oleh saudara Pramodawardhani, yang bernama Balaputra Dewa. Maka perang pun tak terhindarkan. Balaputra Dewa berhasil dikalahkan oleh Rakai Pikatan sehingga melarikan diri ke Sumatera. Di sana dia membangun kerajaan Sriwijaya. Sementara itu, rakai Pikatan dan isterinya bahu-membahu membangun kehidupan harmonis antara pemeluk Hindu Syiwa dengan Budha Mahayana. Mereka ingin supaya kedua agama tersebut dapat terus hidup dan berkembang dengan damai dan saling menghormati. Sebagai buktinya, Rakai Pikatan membangun candi Prambanan yang bercorak Hindu. Namun dalam radius kurang dari 5 meter, candi Hindu ini dikelilingi candi-candi Budha seperti Kalasan, Plaosan, Sewu dan Sojiwan.
Candi Sojiwan ini bercorak agama Buddha. Hal ini dibuktikan dengan bentuk candi yang memiliki beberapa stupa. Candi ini dibangun kira-kira pada pertengahan abad ke-9. Menurut beberapa prasasti yang sekarang disimpan di Museum Nasional , candi Sojiwan kurang lebih dibangun antara tahun 842 dan 850 Masehi. Candi ini dibangun kurang lebih pada saat yang sama dengan candi Plaosan.
Pemugaran Penelitian terhadap candi ini sudah dirintis sejak tahun 1813 oleh Mackenzie, seorang penjelajah Barat, anak buah Raffles. Pemetaan kembali dilakukan secara bertahap mulai dari tahun 1893. Dan pada tahun 1950, candi ini seenarnya sudah mulai dibangun kembali. Akan tetapi gempa yang menggoncang Jawa Tengah pada tahun 2006 silam menyebabkan candi ini runtuh lagi. Untuk itu dilakukan pemugaran kembali. Pada akhir tahun 2011, bangunan induk candi Sojiwan telah selesai dan diresmikan. Candi induk menghadap ke arah barat. Dasar candi berbentuk segi empat. Selasar atau teras berada di atas dasar candi, mengelilingi badan candi. Pintu candi memiliki penampil yang menjorok ke depan juga dilengkapi tangga bersayap yang ujungnya relief Kalamakara. Pada kanan dan kiri tangga terdapat relief. Demikian pula pada dasar candi serta bagian pintu. Umumnya, relief bercirikan candi Budha, antara lain makhluk kerdil dan Kinari-Kinari atau makhluk bersayap penghuni kahyangan. Pada sudut-sudut candi terdapat relief Simbar , yang lainnya adalah Jaladwara atau saluran air. Badan candi ini berbentuk segi empat. Di dalamnya ada sebuah bilik namun sudah kosong. Diperkirakan dulu berisi arca karena terdapat tiga lapik berbentuk bunga teratai. Pada pos satpam terdapat tiga patung budha yang kemungkinan besar berasal dari bilik utama candi induk.
lapik di bilik utama
Makhluk gana
Selain candi induk, terdapat juga stupa dan candi perwara. Akan tetapi sampai sekarang, keduanya belum dipugar. Tumpukan batu candi perwara teronggok di selatan candi induk. Sementara itu, stupa mulai disusun kembali di utara candi induk. Yang menarik, stupa ini tidak menggunakan batu andesit tetapi berbahan batu kapur yang berwarna putih. Situs candi ini sebenarnya jauh lebih luas daripada kompleks candi yang ada pada saat ini. Para ahli memperkirakan masih ada parit dan peninggalan-peninggalan lain di luar pagar. Sayangnya. wilayah itu sudah menjadi pemukiman warga desa dan ladang tebu.