Beberapa waktu lalu saya didiagnosis menderita suatu penyakit dan menjalani rawat jalan, ditangani tiga dokter berbeda. Dalam sehari, setidaknya saya dua kali ke rumah sakit. Pertama, saat mengambil nomor antrean pendaftaran. Kedua, saat melakukan pendaftaran.
Kondisi kesehatan saya masih memungkinkan untuk saya berpindah ke rumah sakit menggunakan angkutan kota (angkot). Saya bisa empat kali menaiki angkot dalam sehari. Berhubung saya ditangani tiga dokter, dalam sebulan, saya menaiki angkot setidaknya 12 kali untuk mencapai rumah sakit. Hmmm, lumayan juga ongkos yang keluar.
Saat diterawang, perjalanan rawat jalan saya ke depan cukup panjang. Saya pun mencari cara untuk meminimalkan biaya transpor. Terlintas untuk menggunakan JakLingko*). Salah satu angkot yang beroperasi di Jakarta ini sebenarnya sudah akrab di telinga, namun entah mengapa diri ini masih enggan mencobanya saat itu. Biasalah, memulai sesuatu yang baru memang berat. Padahal berat itu hanya terasa di awal saja. Selanjutnya? Lebih berat, Bung! Bercanda, ini mah kelakar kawan saya. Hehehe.
Bermodalkan testimoni teman yang sudah lebih dulu akrab dengan JakLingko dan sejumlah informasi dari dunia maya, saya pun memberanikan diri mencobanya pada suatu kesempatan, setelah selesai berobat. Kebetulan, di seberang rumah sakit terdapat area pemberhentian JakLingko.
Saya berdiri di satu titik dan dengan pedenya mengulurkan tangan untuk menghentikan JakLingko. Aih, JakLingko berlalu begitu saja. Saat itu, angkot terisi penuh dengan penumpang. Saya pun mencoba menghentikan JakLingko berikutnya. Sama, tak diacuhkan juga. Padahal di dalam angkot masih terdapat tempat kosong.
Sekitar lima meter di sebelah kanan saya, berdiri seorang anak sekolah dasar tepat di samping tiang rambu  pemberhentian JakLingko. Saya dekati dia.
"Dek, mau naik JakLingko ya? Nunggunya di mana ya?" tanya saya.
"Nunggu di sini."
Saya paham. Ternyata tadi saya berdiri terlalu jauh dari rambu. Wajarlah kalau tak diacuhkan.
Tidak hanya perkara titik pemberhentian, ada hal-hal lain yang ternyata perlu saya pelajari saat menaiki angkot gratisan andalan warga Jakarta ini. Bagi Anda yang hendak mencoba, begini cara naik angkot JakLingko versi saya.
Pertama, kenali tujuan. Kita harus mengetahui tempat yang dituju dan bagaimana cara mencapainya (rute). Kita bisa bertanya kepada siapa pun yang lebih berpengalaman atau bisa juga menggunakan aplikasi google map. Saya pribadi lebih suka cara kedua. Aplikasi ini sangat membantu mencapai tujuan, bahkan lokasi yang belum pernah kita kunjungi sekalipun.
Misalnya, saat mencari rute ke Pasar Sindang dari RSUD Tugu Koja. Google map akan memberikan beberapa alternatif rute.
Trayek JakLingko diawali kata "JAK" lalu diikuti angka. Salah satu rute yang diberikan adalah menggunakan JAK 117 (Terminal Tanjung Priok - Tanah Merdeka) > JAK 115 (Terminal Tanjung Priok - Pegangsaan II IGI), seperti gambar 1.
Selain mendapatkan rute yang akan ditempuh, kita juga mendapatkan perkiraan waktu tempuh, sehingga membantu menentukan jam keberangkatan.
Kedua, siapkan Kartu Uang Elektronik (KUE). Meskipun naik JakLingko gratis, tetap berlaku sistem pembayaran menggunakan uang elektronik. Penumpang wajib memiliki KUE seperti yang diterbitkan bank dan tidak harus menggunakan KUE edisi JakLingko. Satu kartu untuk satu orang (one man one ticket). KUE edisi JakLingko dapat dibeli via vending machine yang tersedia di halte bus Transjakarta.
Ketiga, cari tahu titik pemberhentian JakLingko terdekat dari titik berangkat. Caranya bisa bertanya kepada yang lebih berpengalaman atau menggali info di dunia maya. Peta rute JakLingko bisa diakses di https://transjakarta.co.id/peta-rute/ > Mikrotrans. Dari peta rute tersebut dapat diketahui titik-titik pemberhentian JakLingko atau lazim disebut "bus stop".
Bus stop biasanya ditandai dengan rambu seperti gambar 4. Saat menunggu, berdirilah cukup dekat dengan rambu agar diacuhkan oleh JakLingko.
Sayangnya, tidak semua titik pemberhentian (terutama di jalan-jalan dekat dengan pemukiman) ditandai dengan rambu tersebut. Bagi penumpang yang terbiasa, tentu tidak masalah. Lain halnya dengan penumpang baru, tentu membingungkan. Ada pula rambu yang tidak terlihat jelas dari jarak tertentu di jalan dan dari dalam JakLingko karena terhalang pohon.
Berdirilah dengan antre saat menunggu JakLingko. Pastikan tidak salah jurusan dengan mengecek nomor trayek JakLingko dan nama rute pada informasi yang tercantum di kaca depan bagian atas atau teks bergerak informasi pada panel di bagian atas JakLingko.
Berikan kesempatan terlebih dahulu pada penumpang yang turun, lalu naikklah dengan hati-hati. Bagi penumpang berkebutuhan khusus, lansia, penumpang membawa anak, dan ibu hamil dapat mengisi kursi prioritas di depan, di samping pengemudi.
Keempat, lakukan tap KUE pada alat tap. Saat menunggu di bus stop, ketika JakLingko mendekat, amatilah posisi alat tap berada. Jika alat tap berada di dasbor (gambar 5A dan B) dan kursi prioritas kosong, lakukan tap in secara mandiri sebelum naik. Lalu tap out pada saat turun.
Jika kursi prioritas terisi, naiklah terlebih dahulu. Saat di dalam JakLingko, serahkan KUE pada penumpang yang duduk di kursi prioritas. Penumpang tersebut akan melakukan tap in. Seharusnya tap out dilakukan saat turun. Namun, demi kepraktisan dan jarak tak lagi diperhitungkan karena tarif nol rupiah, tap out lazim dilakukan sesaat setelah tap in.
Jika alat tap berada di belakang pengemudi (gambar 5C dan D), amati kursi penumpang paling depan, tepat di belakang jok pengemudi, apakah terisi atau kosong. Jika kosong dan memilih untuk menempati kursi ini, lakukan tap in secara mandiri setelah duduk. Lalu tap out sesaat setelah tap in.
Jika kursi di belakang jok pengemudi terisi, serahkan KUE secara langsung atau estafet kepada penumpang yang mengisi kursi tersebut. Penumpang inilah yang akan melakukan tap in dan tap out selama masih berada di dalam JakLingko.
Pada saat tap in menggunakan alat dengan model seperti gambar 5D, perlu menunggu dalam waktu yang relatif lama untuk melakukan tap out karena jika dilakukan tap out sesaat setelah tap in, hasilnya eror. Karena itu, proses tap KUE dilakukan untuk tap in saja. Sebenarnya, tap out bisa saja dilakukan saat penumpang turun. Namun, secara teknis sepertinya menyulitkan karena ketidakleluasaan pergerakan penumpang di dalam JakLingko. Penggunaan alat tap model ini sepertinya perlu dikaji kembali.
Saat menempati kursi terdekat dengan alat tap KUE, baik itu kursi prioritas maupun kursi tepat di belakang jok pengemudi, penumpang otomatis menerima mandat dadakan untuk melakukan tap in dan tap out KUE. Â Ini peraturan tidak tertulis saat naik JakLingko. Jika kebetulan Anda mendapatkan mandat tersebut dan dalam waktu dekat akan turun, sementara ada penumpang baru yang naik sehingga tidak memungkinkan bagi Anda untuk melakukan tap KUE, utarakan bahwa Anda dalam waktu dekat akan turun. Sehingga proses tap KUE dapat dialihkan ke penumpang lainnya. Turunlah dari JakLingko dengan hati-hati di tempat pemberhentian yang berlaku.
Saya sangat merasakan manfaat JakLingko dan berhasil menularkannya pada kerabat. Kerabat yang semula berjalan kaki ke suatu tempat, kini dapat menghemat waktu dan tenaga dengan menaiki JakLingko.
Bagi saya, bus stop JakLingko mudah diakses, trayek yang ada cukup mengakomodir mobilitas massa, kondisi mobil relatif nyaman (dilengkapi kamera CCTV), dan gratis pula. Namun, di jam-jam sibuk, perlu kesabaran untuk bisa menaikinya. Bagi yang memburu waktu, mau tidak mau harus menggunakan angkot berbayar. Â
Oh iya, satu masukan saya, keramahan dan kesabaran pengemudi sebaiknya lebih ditingkatkan. Saat turun dari JakLingko, kebanyakan penumpang mengucapkan terima kasih. Ucapan ini ada kalanya tidak direspon pengemudi atau direspon ala kadarnya. Saat menaiki JakLingko dan masih bergeser menuju kursi belakang, ada kalanya pengemudi menancapkan gas tanpa memerhatikan posisi penumpang yang baru naik.
Hei, sudah gratis, banyak maunya pula! Hehehe. Seharusnya tidak masalah ya diberikan masukan, karena masyarakat berhak mendapatkan pelayanan terbaik. Semoga JakLingko terus berbenah, agar terus menjadi transportasi andalan masyarakat.
Catatan:
*) JakLingko sebenarnya bukan jenis angkot, melainkan istilah untuk sistem transportasi terintegrasi. Nama JakLingko terdiri dari dua kata, yaitu "Jak" yang berarti Jakarta dan "Lingko" yang berarti jejaring atau integrasi (diambil dari sistem persawahan tanah adat di Manggarai, Nusa Tenggara Timur). Sebutan yang tepat untuk angkot bertarif gratis dengan logo JakLingko adalah mikrotrans, bukan JakLingko.
Â
Alur Laut, 16 Juni  2024
***
Baca juga:
Begini Cara Naik KRL CommuterÂ
Mau Naik Transjakarta Perdana? Baca Ini!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H