Prestasinya akan selalu dibandingkan dengan pendahulunya yang sangat sukses tersebut. David Moyes telah merasakan pahitnya dipecat karena dianggap gagal membawa tim berada di atas. Louis van Gaal pun sepertinya sudah merasakan apa yang dirasakan Moyes 2 tahun yang lalu. Dia dianggap gagal mendongkrak performa dan prestasi tim. Menurut saya, masih banyak pendukung Manchester United yang “gagal move on” dari masa Sir Alex Ferguson. Mereka masih menjadikan prestasi yang diraih olehnya selama menangani Manchester United sebagai parameter yang harus diraih oleh para manajer-manajer penerusnya.
Padahal masa transisi itu tidak terelakkan. Bahkan, Sir Alex Ferguson sudah mengatakan saat mengumumkan dia akan pension bahwa tim akan mengalami masa-masa sulit (masa transisi). Masa transisi tersebut terasa semakin sulit lagi semenjak dipecatnya David Moyes. Saya pribadi, menganggap David Moyes masih pantas diberi kesempatan pada saat itu. Tapi manajemen sepertinya lebih memilih jalan pintas untuk memecat Moyes. Setelah itu, Louis van Gaal jelas memiliki beban masa transisi yang lebih berat.
Saat tim masih belum bisa beranjak dari masa Sir Alex dan diperburuk dengan kegagalan David Moyes, Sang Meneer dibebani tanggung jawab untuk bisa melewati masa transisi tersebut. Dia seperti tidak punya pilihan lain selain harus sukses selama menangani Manchester United. Awalnya seperti akan berjalan mulus saat bisa kembali ke posisi 3 klasemen di akhir musim pertama menangani tim. Tapi setelah itu, sepertinya masa-masa Moyes kembali menaungi Theater of Dreams.
Para suporter seperti lupa bahwa seorang Sir Alex saja butuh waktu sekitar 3 tahun untuk bisa merebut trofi pertamanya bersama Manchester United. Gelar liga baru bisa didapat bahkan setelah hampir 7 tahun menjabat. Hal itu berarti, kesuksesan tidak bisa instan. Apalagi tim masih berada pada masa transisi. Dan sejatinya Louis van Gaal dibebani untuk bisa melewati masa transisi tersebut. Manchester United yang sekarang harus mencari bentuk baru sepeninggalan Sir Alex. Tidak mudah memang tapi para suporter harus segera move on dari masa-masa itu.
Tugas terpenting Louis van Gaal sebenarnya bukanlah membawa tim kembali pada kesuksesan dengan mendapatkan banyak trofi. Tetapi menyiapkan suatu fondasi yang nantinya bisa dilanjutkan oleh manajer selanjutnya. Fondasi yang cukup kuat sehingga manajer yang melanjutkan jabatannya nanti bisa membentuk tim juara tanpa harus melewati transisi yang sulit. Tetapi sekali lagi, banyak suporter yang menginginkan kesuksesan instan. Hal itu tentunya sulit bagi Louis van Gaal sekarang ini. Dia seperti berada di ujung tanduk setiap menemani timnya bertanding dari pinggir lapangan.
Louis van Gaal memang belum bisa dikatakan sukses dalam menangani Manchester United terutama dari segi gelar. Tetapi dia juga tidak bisa dikatakan gagal. Sayangnya, seperti tidak ada yang membelanya dan hanya terus menyudutkannya. Oleh karena itu, 4 alasan diatas yang menurut saya bisa menjadi alasan untuk membela seorang Louis van Gaal. Sebuah pembelaan supaya dia bisa terus menangani timnya hingga pada waktunya nanti, Manchester United, akan kembali menapaki kesuksesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H