"Jika disekitarmu gelap, curigalah bahwa dirimu yang dikirim Allah sebagai cahaya bagi mereka"
-Anonim-
Muhammad Darwis yang dari darahnya bersilsilah dengan Maulana Ishak hingga Syaidina Husein, cucu Rasulullah SAW. Beliau adalah ulama kharismatik sekaligus kontroversial pada zamannya. Muhammad Darwis merupakan nama kecil yang  diberikan oleh ayahnya yang juga seorang Khatib Masjid Agung Yogyakarta (Kesultanan). Hingga kemudian Sejarah mengenalnya dengan nama K.H. Ahmad Dahlan.
Dahlan kecil sudah menampakan tanda-tanda kepemimpinan. Tumbuh dilingkungan yang kental dengan ajaran Islam menjadikan Ahmad Dahlan menjadi sosok yang haus akan ilmu. Beliau tidak hanya belajar fikih, ilmu nahwu, ilmu hadits dan Ilmu keislaman lainnya. Melainkan juga belajar tentang bisa racun Binatang buas kepada Syaikh Hasan.
Keingintahuannya yang sangat besar dan rasa cintanya akan ilmu membuat beliau akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan juga menuntut ilmu agama. Disana beliau banyak melahap tulisan-tulisan Jamaludin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rashid Ridha. Tidak hanya itu, ketika untuk kedua kalinya beliau pergi ke Mekkah dan berinteraksi dengan beberapa tokoh pembaharu seperti Muhammad Abduh membuat jalan dakwahnya di Nusantara menjadi "agak berbeda".
Pemikirannya yang moderat membuatnya harus lekat dengan berbagai fitnah dasutan dari keluarga dan juga Masyarakat. Cara berdakwah beliau yang disampaikan dengan mengadakan tabligh sambil berdagang batik ke berbagai kota menjadi salah satu wasilah menyebarkan gagasan dan ide-ide beliau. Tuduhan mendirikan agama baru, kyai palsu, bahkan ancaman harus dibunuh karena kafir tak membuat beliau patah arang dalam mendakwahkan islam yang rahmatan lil 'alamin.
Merebaknya tahayul, bid'ah, dan khurafat membuat beliau terpanggil untuk mendakwahi umat yang berada dalam selubung kebodohan karena kurangnya ilmu. Hingga akhirnya beliau mendirikan organisasi Muhammadiyah dengan tujuan untuk menyebarkan ajaran Islam sebagaimana yang didakwahkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Tidak berhenti sampai disitu, K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan sekolah modern pertama yang menggabungkan pengajaran umum yang diadopsi dari Pendidikan Belanda dengan ilmu agama Islam yang pada waktu itu lazimnya diajarkan di pondok pesantren.
Sekolah yang awalnya hanya memiliki Sembilan murid dengan ruang kelas yang memanfaatkan ruang tamu berisi tujuh meja dan tiga dingklik (meja Panjang) menjadi cikal bakal sekolah Muhammadiyah hari ini. Seiring berjalannya waktu dalam kurun tiga tahun, murid Madrasah Ibtidaiyah Diniyyah Islamiyah telah bertambah mencapai dua puluh anak. Tentu saja bukan hanya K.H. Ahmad Dahlan seorang yang menjadi guru. Beliau juga dibantu oleh anggota organisasi Budi Utomo yang dengan sukarela menjadi guru di sekolah yang diinisiasi oleh Ahmad Dahlan.
Madrasah Diniyyah tersebut menjadi salah satu bukti Gerakan pembaharuan beliau dibidang Pendidikan. Dalam kajian Sejarah Pendidikan, Poerbakawatja (1968, pp. 212-220) menyebut adanya tiga tokoh modern pada perguliran abad ke-20. Dengan gagasan cerdas mengadopsi system Pendidikan Belanda dan diracik sedemikian rupa agar lebih cocok dengan kebutuhan penduduk pribumi K.H. Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara, dan Mohammad Sjafei berhasil merintis Pendidikan modern yang dikenal dengan Pendidikan kebangsaan. Tidak hanya untuk mencerdaskan bangsa tetapi juga mengobarkan semangat nasionalisme dan perlawanan terhadap Pendidikan colonial Belanda.
Fakta bahwa diantara ketiga tokoh tersebut hanya K.H. Ahmad Dahlan yang tidak pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, menjadikan kiprah beliau cenderung terabaikan dalam perbincangan pergerakan nasional. Namun secara historis Muhammadiyah diakui sebagai pelopor Pendidikan modern pribumi yang paling awal hadir di Nusantara.
Bahkan hingga hari ini sekolah Muhammadiyah menjamur hingga ke Internasional bak cendawan dimusim hujan. Belajar dari kesuksesan dakwah beliau di Nusantara ada nilai-nilai agung yang bisa ditularkan untuk kita hari ini. Sebagaimana Rasulullah yang teramat sangat mencintai umatnya, hingga rela bertaruh nyawa demi mendakwahi mereka  tanpa balasan apapun selain ridho Rabb nya. Seperti itu pula perasaan kebatinan yang bisa kita rasakan dari sosok Ahmad Dahlan. Berdasar cinta pada sesame dan Ikhlas karena Rabb nya semata, beliau bahkan tak menyematkan namanya dalam organisasi yang beliau rintis. Karena memang tak boleh ada taklid selain kepada Allah dan Rasul Nya. Cinta dan Ikhlas itu mengalirkan energi untuk terus bisa berbuat untuk umat melalui Muhammadiyah.
Muhammadiyah, menjadi obor bagi sang penyuluh dalam melalui jalan gelap kebodohan umat yang menunggu Cahaya untuk bisa tercerahkan. Â