Mohon tunggu...
Gigih Y Purbonoto
Gigih Y Purbonoto Mohon Tunggu... -

Berani saja tidak cukup, butuh NEKAT

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepenggal Kisah tentang Zeynep Sultan

25 Oktober 2016   23:59 Diperbarui: 26 Oktober 2016   13:39 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak geram ketika lampu padam? Apalagi terjadi ketika hari sudah malam. Suasana makin kelam. Terlebih bagi mereka yang jauh dari pusat kota. Rasanya, tidak bisa berbuat apa-apa. Masak nasi? Magic com mati. Mau mandi? Bak air habis sementara tidak ada tangki. Mau buka FB? HP mati, power bank pun tak ada isi. Yang ada hanya suara hewan bernyanyi yang mengisi kegelapan sunyi. Rasanya, ingin saja segera beranjak pergi ke alam mimpi.

Tahun 2015. Tidak perlu menyulut amarah warga Sulawesi Utara perihal mati listrik. Seringnya listrik padam sudah cukup untuk menguras kolam kesabaran. Sepertinya, tidak ada satu orang pun yang senang dengan pemadaman bergilir tak kunjung henti, kecuali satu. Yaitu penjual lilin. Ketika lilin juga sudah habis? Giliran kantor PLN menjadi sasaran selanjutnya.

Pemadaman bergilir di sistem Sulutgo (Sulawesi Utara - Gorontalo) memang cukup memprihatinkan. Tanggal 3 Oktober 2015, pada malam hari defisit daya mencapai 91,4 MW. Lebih parah lagi tanggal 13 Oktober 2015. Defisitnya mencapai 115 MW. Padahal siang hari. Sebagai informasi, 2 MW itu cukup untuk memenuhi semua kebutuhan 2-3 kecamatan pedesaan berkembang. Maka bisa dihitung, jika saat itu dilihat dari langit malam hari berapa banyak daerah yang gelap gulita.

PLN tidak tinggal diam. Pemadaman harus diperangi. Iktikad baik itu diwujudkan dengan mengadakan 2 pembangkit. Yakni PLTG Marisa di Gorontalo dan pembangkit terapung di Sulawesi Utara. Pembangkit terapung itu bernama Karadeniz Powership Zeynep Sultan. Datangnya dari negara tempat tinggal Elif, Turki. Ini adalah pembangkit terapung pertama di Indonesia. Amurang, Minahasa Selatan mendapat kehormatan untuk menjadi tempat berlabuhnya Zeynep Sultan.

Natal Dalam Debu

Senin, 7 Desember 2015. Tiang penyangga pertama mulai dipasang. Total ada 5 tiang dan 1 gentry yang direncanakan menopang jaringan dari kapal hingga ke gardu induk. Tower yang digunakan adalah tower darurat, bukan tower permanen sehingga proses penegakan tower lebih cepat.

Tower Darurat di Kompleks PLTU Amurang
Tower Darurat di Kompleks PLTU Amurang
Target awal, tahun 2016 jaringan listrik  dari kapal sudah bisa menyuplai sistem Sulutgo. Sayangnya target meleset lantaran kapal tertahan seminggu lebih di Jakarta terkait perizinan. Pada rabu (23/12) sore, pukul 17.20 WITA Zeynep Sultan telah berada sekitar 2 mil laut dari lokasi PLTU Amurang, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Kapal dengan 6 cerobong ini mampu memuat pembangkit listrik berdaya 120 MW.

Hampir tiap hari, tim berjibaku dengan tower dalam balutan abu bekas pembakaran batu bara. Pemasangan pasak tower juga sampai pada pantai. Pasak hanya bisa dipasang ketika arus sedang surut. Hampir tidak ada tanggal merah dalam kalender saat itu. Semua pekerjaan dipercepat.

Pemasangan pasak tower di pantai
Pemasangan pasak tower di pantai
26 Desember 2015, rekan-rekan pekerja yang beragama Kristiani perlu banyak bersabar. Pasalnya, momen yang banyak digunakan untuk pesiar atau beribadah ini harus ditinggalkan untuk kembali melanjutkan pekerjaan. Sementara orang lain bisa berkumpul dengan keluarga, mereka harus kembali bersimbah peluh dan debu.

Kendala terbesar dalam pekerjaan ini adalah cuaca hujan. Ketika cuaca hujan deras pekerjaan dapat terhenti total. Apabila pekerjaan bersikeras dilanjutkan dapat membahayakan keselamatan tenaga kerja dan aset kelistrikan. Bersyukur sekali cuaca hari itu (26/12) berawan tanpa hujan sehingga lingkungan kerja kondusif.

Pekerjaan penyambungan kapal pembangkit ke switchyard Gardu Induk ini adalah pengalaman pertama bagi PLN. Banyak ditemukan hal di lapangan yang tidak sesuai dengan rencana awal. Kreatifitas, kecepatan dan ketepatan mengambil keputusan di lapangan menjadi kunci solusi. Pengalaman selama bertahun-tahun menjadi kamus untuk mencari jawaban dari tantangan yang dihadapi. Dan perlu disadari, bahwa untuk menyambungkan daya dari kapal ke sistem transmisi ternyata “tak semudah mencolokkan setrika”.

Gentry
Gentry
Sebut saja modifikasi gentry (penyangga konduktor di darat yang tersambung langsung ke kapal). Gentry diberikan tambahan penopang agar bim (besi melintang tempat bertumpunya isolator) tidak melengkung. Jika tidak dimodifikasi, dimungkinkan besi bim akan patah. Konduktor yang berbeda ukuran dengan klem jumper yang tersedia juga memaksa tim memutar otak. Namun semua tantangan itu berhasil diatasi di tengah waktu yang terus memburu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun