Mohon tunggu...
Purba Daru Kusuma
Purba Daru Kusuma Mohon Tunggu... -

Sedang kuliah di S3 ilmu komputer UGM, dosen di Telkom university, pendiri www.griyainstan.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memilih Capres Mirip dengan Memilih CEO

6 Juni 2014   15:55 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:02 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi skala negara pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan demokrasi di dalam perusahaan perseroan. Hanya saja, demokrasi dalam pemilu menggunakan prinsip one man one vote. Sementara itu, demokrasi dalam perusahaan perseroan yang diselenggarakan melalui rapat umum pemegang sahan menggunakan prinsip proporsional sesuai dengan kepemilikan saham. Kesamaannya adalah sama-sama memilih pemimpin dalam institusi masing-masing. Jika dalam pemilu, khususnya pemilu presiden, kita memilih pemimpin negara maka dalam RUPS, pemegang saham memilih pemimpin perusahaan.

Meskipun tidak persis sama, ada beberapa parameter yang pada umumnya digunakan di dalam pemilihan CEO yang dapat diimplementasikan dalam memilih presiden. Dengan demikian, kita akan terhindar dari memilih presiden berdasarkan suka atau tidak suka, cinta buta, cinta gila, bahkan cinta mati. Akibatnya, kita dapat kehilangan akal sehat dan salah memilih pemimpin. Parameter-parameter yang utama adalah kebutuhan institusi, rekam jejak, dan visi.

Orientasi pemegang saham dalam memilih CEO biasanya sangat jelas dan fokus, yaitu CEO yang mampu menjaga keberlangsungan perusahaan. Oleh karena itu, pemegang saham harus dapat mengidentifikasi kebutuhan, masalah, dan tantangan perusahaan saat ini maupun ke depan. Sama saja dengan memilih presiden. Rakyat perlu tahu kebutuhan, masalah, dan tantangan yang dihadapi negara ini sekarang dan di waktu yang akan datang. Memang benar siapapun presidennya, kita tetap harus membeli beras sendiri. Hanya saja, kita perlu memilih presiden yang mampu menjaga stabilitas harga beras. Misalnya seperti itu. Antara satu orang dengan orang lain di dalam masyarakat biasanya memiliki pandangan yang belum tentu sama mengenai kebutuhan, masalah, dan tantangan bangsa. Hanya saja, kita selaku pemilih yang cerdas perlu mengidentifikasinya. Kalau saya, tantangan bangsa ini ada pada pembentukan pemerintahan yang bersih dan kompeten (good governance). Bersih kalau tidak kompeten sama buruknya dengan kompeten tetapi tidak bersih.

Parameter kedua adalah rekam jejak. Setelah kita menentukan kebutuhan, masalah, dan tantangan, saatnya kita memilih di antara capres-capres yang rekam jejaknya kira-kira dapat mewujudkannya. Dengan melihat rekam jejak, kita tidak akan mudah tertipu dengan iklan, promosi, kampanye palsu, bahkan kampanye hitam. Kalau di perusahaan, biasanya calon CEO melampirkan CV mereka yang berisi prestasi selama mereka bekerja di tempat sebelumnya. Apakah itu cukup? Tentu tidak. Ada tim yang memverifikasi CV yang dibuat oleh calon CEO. Oleh karena itu, dalam pemiliahn presiden kali ini, kita perlu benar-benar mempelajari rekam jejak, prestasi, maupun masalah yang pernah dibuat oleh calon presiden yang ada. Yang lebih penting lagi adalah memverifikasi kebenarannya. Jangan sampai kita memilih presiden yang memiliki rekam jejak yang tidak atau kurang baik sehingga berpotensi menimbulkan masalah di waktu yang akan datang.

Parameter ketiga adalah visi. Pemegang saham perlu melihat dan mempelajari dengan benar mengenai visi yang ditawarkan oleh calon CEO. Visi penting karena menentukan akan dibawa kemana perusahaan selama dipimpin oleh CEO yang terpilih. Demikian pula dengan pemilihan presiden. Hanya saja, visi tersebut harus diukur dalam hal rasionalitas dan kerealistisannya. Jangan sampai kita memilih presiden yang visi dan program kerjanya tidak menjawab kebutuhan, masalah, dan tantangan bangsa. Jangan pula memilih presiden yang visinya terlalu tinggi sehingga tidak realistis dan rasional sehingga hanya berakhir dengan janji-janji palsu.

Dalam pemilu kali ini, sekali lagi kecerdasan dan kedewasaan kita sebagai pemilih akan diuji. Itulah mengapa ada syarat usia minimal untuk jadi pemilih. Jangan sampai kita memilih presiden hanya berdasarkan ketampanan, kegagahan, dan atribut-atribut personal lainnya. IQ mungkinpenting. Tetapi kemampuan menyelesaikan masalah jauh lebih penting. Ketampanan mungkin penting, tetapi kejujuran, kerendahan hati, dan keluhuran budi jauh lebih penting. Karena pada saat RUPS, IQ calon CEO biasanya sudah tidak dibahas karena rekam jejak menyelesaikan masalah justru lebih diutamakan. Janji memang penting, tetapi bukti kerja jauh lebih terukur. Selamat memilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun