Mohon tunggu...
P0312By PAKEM 491
P0312By PAKEM 491 Mohon Tunggu... -

Tertatih tatih bersama angin sepi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buat Kasihku

14 Maret 2014   08:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menyadari bahwa hubungan ini bukanlah hubungan yang sehat. Kita jalin cinta dan asmara di saat aku masih dalam proses berpisah dengan ibu dari anak anakku. Aku juga mengerti betapa usiamu, usia kita bukanlah saatnya untuk menunggu lama. Kita sudah bukan waktunya untuk berpacaran lagi. Namun aku tak kuasa untuk mengatur waktu dan segalanya lebih cepat sesuai dengan keinginanmu. Dan yang paling nyata adalah, bahwa dengan tiga anakku, rasanya sangatlah sulit untuk memberikan kebahagiaan buatmu. Karena aku harus membaginya dengan darah dagingku yang mungkin tak sejalan dengan pikiranmu. Aku sangat menyayangi mereka, dan juga kamu. Namun aku tak mungkin juga tuk menyakiti kalian. Percayalah kasih, bukan maksudku untuk mengundurkan diri darimu, namun aku harus berpikir dan melihat kenyataan yang ada. Tak mungkin aku membahagiakan kalian dengan ekonomi yang pas pasan. Untuk membesarkan anak anakku saja aku masih harus bekerja keras, apalagi tuk menghidupimu secara layak.

Seperti awal dari  hubungan kita dulu, mungkin akulah pembuka jodohmu yang sebenarnya, yang selama ini tersembunyi. Orang orang yang kau katakan padaku mendekatimu, adalah orang orang yang bisa kamu pilih. Mereka sudah mapan dan rasanya mampu tuk memberi dan memenuhi kebutuhan hidup di masa mendatang. Disamping itu, aku takut jika kita bersatu, kehidupan anak anakku akan berubah menjadi lebih susah. Aku tak mau mereka ikut merasakan kesedihan akibat egoisme orang tuanya. Aku mau mereka tetap ceria dan bahagia dengan tawanya yang tulus, dan akhirnya beranjak dewasa tuk menjadi orang orang yang membanggakan. Untuk saat ini aku tak berpikir akan mencari pendamping hidup lagi. Biarlah kesendirian ini ditemani tawa tawa kecil buah hatiku. Dan semua kembali ku pasrahkan pada Tuhan, karena Dialah yang mampu dan memegang hidup manusia.

Kasih... maafkan atas semua kesalahan yang telah aku perbuat selama ini padamu. Maafkan juga dengan keputusan  yang aku ambil ini, karena semua demi kebahagiaanmu. Aku sangat menyayangi dan mencintaimu, hingga aku harus mengambil jalan ini agar tak ada lagi kesedihan dan duka di hidupmu. Realita yang ada harus kita terima dengan hati lapang, karena manusia hidup tak mungkin hanya butuh cinta. Dua orang yang kau bilang mendekatimu, pilihlah satu diantaranya. Karena aku yakin diantara mereka akan bisa membahagiakanmu. Aku juga tak akan melupakanmu. Karena dirimu benar benar telah bersemayam di  hatiku yang paling dalam. Terima kasih atas kebaikanmu pada anakku yang paling kecil. Dia juga begitu mengharapmu menjadi ibu keduanya, namun perlahan aku harus memberinya pengertian, agar tak begitu mengharapkanmu menjadi ibunya.

Di malam yang sunyi ini, tetesan airmata kembali menghiasi kedua mataku, meski aku telah berusaha untuk menahannya. Maafkan aku sayang, aku tahu mungkin kamu akan marah dan sedih mendengar kabar ini. Namun aku harus ambil ini semua, demi kamu dan masa depanmu. Janganlah terlena dengan cinta. Semua hanya tipuan dunia saja. Selamat tinggal kasih, semoga kau bahagia dengan pilihan hatimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun