Aku menulis, ketika perasaan ini sudah tak sanggup lagi menahan beban berat.
Ketika semua persoalan datang dengan bertubi2, tanpa ada jeda untuk aku menghela nafas.
Aku berpikir kita akan terus bersama, mengarungi samudra kehidupan ini.
Aku sangka semua yang aku sabarkan dengan dirimu akan bisa berubah.
Namun ternyata harapan itu sirna.
Sebuah pertengkaran kecil yang akhirnya membuat aku memutuskan tak lagi bersamamu.
Kucoba tuk memahami dan mengerti terus tentang kamu, namun sia sia jua akhirnya.
Tubuh dan hati ini telah letih tuk terus melangkah disampingmu.
Sering terkoyak dan terbakar cemburu.
Namun seakan kau sengaja dengan ini semua, agar aku mengambil langkah yang sudah kau harapkan. Pisah.
Aku menulis, dengan harapan segala ganjalan perasaan ini terlepas dan aku tak lagi menjadi bebanmu.
Berat memang untuk dilalui, tapi akan lebih berat lagi bila aku terus berjalan disampingmu.
Maafkan aku, cita cita suci kita kupatahkan walau dengan berat  hati.
Aku ingin kamu bisa bebas dan tak terkekang oleh aturanku sebagai kepala keluarga.
Gundah setiap saat, perih dan luka yang semakin menganga tak sanggup lagi kutahankan.
Biarlah kita berjalan dengan arah masing masing.
Biarlah sepi ini kembali menjalari hatiku
Di bulan yang suci ini, semoga Tuhan mengampuni apa yang kita putuskan.
Sesuatu yang sangat dibenciNya.
Mungkin ini adalah awal untuk kebahagiaan kita masing masing
Yang sekian lama tak pernah kita rengkuh
Selamat tinggal kasih, semoga bahagiamu segera kau raih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H