Mohon tunggu...
Puput Apriyani
Puput Apriyani Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Negeri Jakarta Angkatan tahun 2018

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Program Rusunawa dan Ketertarikan Masyarakat terhadap Hunian Vertikal

21 Desember 2020   13:27 Diperbarui: 21 Desember 2020   13:42 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemukiman kumuh atau slum area merupakan permasalahan yang sering ditemukan dikota-kota besar sebagai permasalahan penataan kota dan juga sebagai gambaran akan kemiskinan yang ada di perkotaan. Menurut Budiharjo (1997), permukiman kumuh adalah lingkungan hunian yang kualitasnya sangat tidak layak huni, ciri-cirinya antara lain berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya.

Menurut UU No.1 Tahun 2011, Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidak teraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Dapat disimpulkan bahwa pemukiman kumuh ialah kawasan pemukiman penduduk yang tidak teratur dan tidak sesuai dengan tata ruang serta tidak terdapatnya sarana dan prasarana lingkungan yang menunjang kehidupan masyarakat yang layak sehingga membahayakan penghuni maupun lingkungan.

Pemukiman kumuh menjadi pilihan bagi masyarakat yang memiliki pendapatan ekonomi yang rendah sebagai tempat  tinggal karena memiliki sewa dan harga yang murah. Selain itu pemukiman kumuh yang biasanya dihuni oleh para masyarakat urban sebagai dampak dari adanaya urbanisasi. Masyarakat urban ialah para pendatang yang umumnya berasal dari pedesaan ataupun kota-kota kecil yang ingin beradu nasib diperkotaan dengan harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik daripada ditempat mereka berasal. Dengan terus berdatangannya masyarakat urban ke perkotaan yang setiap tahunnya. Pada bulan maret 2020 tercatat sebanyak 7.421 jiwa pendatang baru yang menetap di DKI Jakarta. 

Salah satu solusi yang diberikan pemerintah dalam mengatasi pemukiman kumuh di Ibukota ialah dengan menyediakan hunian vertikal siap huni bagi para penduduk dipemukiman kumuh. Program hunian vertikal/rusunawa yang digencarkan oleh pemerintah DKI Jakarta sebeberapa tahun ini dilakukan untuk mengatasi pemukiman kumuh serta kebutuhan lahan perumahan di masa yang akan datang. Rusunawa sebagai solusi untuk masyarakat dengan pendapatan rendah yang ingin memiliki hunian nyaman dan layak. Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) setidaknya dalam rentan 2015-2018 pemerintah DKI Jakarta sudah membangun sebanyak 728 tower Rusunawa dan masih berlanjut hingga saat ini yang diperuntukan untuk masyrakat berpengasilahn rendah.

Diharapkan dengan berpindahnya para penduduk pemukiman kumuh tersebut dapat ditata ulang menjadi kawasan terbuka ataupun dibangun pemukiman kembali namun dengan memperhatikan tata ruang. Lalu bagaimana tanggapan masyarakat terkait hunian vertikal yang disiapkan pemerintah untuk mengatasi pemukiman kumuh diperkotaan?. Hal tersebut menuai banyak tanggapan dari masyarakat pemukiman kumuh baik pro ataupun kontra. Hunian vertical atau yang disebut juga sebagai rumah susun sewa (Rusunawa) menjadi alternatif para masyarakat pemukiman kumuh yang memiliki penghasilan yang rendah untuk mendapatkan hunian yang layak. Selain itu tujuan pemerintah dalam membangun hunian vertikal/rusunawa juga sebagai cara untuk mengurangi pemanfaatan lahan untuk perumahan di perkotaan dan juga sebagai cara untuk dapat menata kembali kawasan kumuh yang ada di perkotaan.

Namun masih banyak pula masyarakat yang enggan untuk pindah ke hunian vertikal. Hal ini dikarenakan masyrakat yang sudah nyaman dengan tempat tinggalnya di pemukiman kumuh serta adanya budaya tinggal di rumah yang menempel dengan tanah atau landed house juga salah satu alasan masyarakat enggan untuk pindah ke hunian vertikal. Walaupun masyarakat juga mengetahui bahwa jika tinggal dihunian vertikal akan terhindar dari banjir dan akan mendapatkan kemudahan mobilitas. Selain itu perihal kepemilikan dari hunian vertikal juga sebagai alasan masyarakat enggan pindah ke hunian vertikal. Karena masyrakat berpendapat bahwa jika mereka merelakan dan bersedia untuk pindah ke hunian vertikal,, rumah yang mereka tinggali sebelumnya akan diganti oleh pemerintah berupa kompensasi untuk tanahnya rumah di pemukiman kumuh dan mereka tidak akan memiliki hunian tetap lagi. Sedangkan hunian vertikal/rusunawa merupakan hunian sewa yang mana masyarakat harus membayar sewa tiap bulannya. Walaupun harga yang ditawarkan murah dan sudah mendapatkan subsisdi dari pemerintah, tetap saja hunian tersbut bukanlah milik mereka sepenuhnya.

Selain itu kekhawatiran masyrakat terhadap hunian vertikal ialah jika terjadi bencana seperti gempa bumi dan kebakaran karena Indonesia sendiri dikenal sebagai negara yang merupakan rawan gempa, sehingga masyarakat khawatir akan keamanan bangun hunian vertikal apakah dapat tahan jika terjadi gempa. Serta jika terjadi kebakaran akan sulit untuk mengatasinya karena sulitnya menggapai bangunan yang tinggi jika terjadi kebakaran.

Begitulah pendapatan yang diberikan oleh masyarakat yang kontra serta enggan untuk pindah kehunian vertikal. Lalu bagaimana pendapat masyarakat yang pro dan bersedia untuk pindah kehunian vertikal. Mungkin lebih banyak dari masyarakat yang enggan untuk pindah namun banyak pula masyarakat yang bersedia pindah ke hunian vertikal dengan alasan kenyaman sarana dan prasarana yang diberikan di hunian vertikal. Salah satu nya ialah kemudahan mobilitas yang diberikan yaitu letak dari hunian vertikal yang memiliki aksesibilitas yang berdekatan dengan stasiun transportasi masal seperti transjakarta dan kereta, serta ke berbagai pusat kegiatan seperti pendidikan, kesehatan bisnis dan lain-lain. Hal ini memang dirancang oleh pemerinta agar masyarakat di pemukiman kumuh lebih tertarik untuk pindah ke hunan vertikal. Selain itu ketersedian sarana dan prasaran seperti ketersediaan air bersih dan listrik yang terjamin.

 Dalam hal ini pemerintah harus mendapatkan kepercayaan masyarakat mengenai hunian vertikal yang aman agar masyarakat yang tinggal dipemukiman kumuh dapat bersedia dan tertarik untuk pindah dan meninggalkan tempat tinggalny yang kuurang layak. Pekerjaan rumah untuk memerntah untuk dapat menjamin keamanan dari hunian vertikal ini. Serta kepemilikan yang jelas supaya masyarakat pun mendapatkan hunian tetap yang bersertifikat layaknya hunian yang menempel ditanah/landed house. Mungkin bukan hanya hunian vertikal yang dapat diberikan pemerintah untuk dapat mengatasi dan membenahi pemukiman kumuh di ibu kota. Bukan hanya melaukan penggusuran untuk melakukan penataan ulang. Namun juga dapat menyadarkan masyarakat adan partisipasi masyarakat untuk dapat membenahi dan menata lingkungan pemukimannya sendiri secara mandiri serta menyediakan, memberikan sarana dan prasarana yang layak dan memperbaiki akses layanan publik, sehingga pemukiman kumuh pun dapat sedap dipandang dan dapat menigkatkan kualitas hidup pada masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh.

DAFTAR PUSTAKA :

Eko Wicaksono, Pebrianto. 2019. Dalam 4 Tahun, Pemerintah Telah Bangun 728 Rusunawa. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4040058/dalam-4-tahun-pemerintah-telah-bangun-728-rusunawa (diakses 20 Desember 2020)

Kistyarini. 2015. Warga Ibu Kota Belum Tertarik Bermukim di Rumah Susun. Tersedia: https://megapolitan.kompas.com/read/2015/09/16/18341311/Warga.Ibu.Kota.Belum.Tertarik.Bermukim.di.Rumah.Susun?page=all (diakses 20 Desember 2020)

Puspita Sari, Dwi. 2020. Penduduk Datang dan Bermukim di DKI Jakarta Maret 2020. Tersedia: http://statistik.jakarta.go.id/penduduk-datang-dan-bermukim-di-dki-jakarta-maret-2020/ (diakses 20 Desember 2020)

Wajib, Nurwino. 2016. Alternatif Model Penanganan Permukiman Kumuh. Tersedia: http://kotaku.pu.go.id:8081/wartaarsipdetil.asp?mid=8338&catid=2&#:~:text=Menurut%20Yudohusodo%20(1991)%2C%20permukiman,misalnya%20secara%20reguler%20tiap%20tahun (diakses 20 Desember 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun