Hanya itu yang mereka ucapkan. Meski sederhana, kata-kata itu menyiratkan kepedulian yang tak pernah berkurang.
Malam Terus Berjalan
Dwika mulai menguap, matanya tampak semakin berat. Mahesa memperhatikan layar, senyumnya mengembang tanpa sadar.
"Tidur aja, Wi. Aku temenin," kata Mahesa.
"Ngapain nemenin? Aku bisa tidur sendiri," balas Dwika, meski ia tak mematikan video call-nya.
Seiring waktu, suara Dwika mulai hilang, tergantikan oleh napas teraturnya yang menandakan ia telah tertidur. Mahesa tetap di sana, menatap layar ponselnya. Dalam hati, ia bergumam pelan, "Aku kangen. Aku sayang kamu. Tapi kenapa kita terlalu gengsi buat bilang itu?"
Esok Pagi
Saat matahari terbit, Mahesa terbangun dengan ponsel masih menyala di tangannya. Ia mengetik pesan: "P."
Balasan Dwika datang cepat. "Iya, kenapa?"
Mahesa tersenyum. Ia mengetik lagi: "Semangat hari ini."
Dwika hanya membalas dengan singkat: "Iya, kamu juga."
Mungkin, bagi orang lain, hubungan mereka terlihat datar. Tapi Mahesa dan Dwika tahu, di balik pesan singkat itu, ada cinta yang mendalam. Cinta yang tidak perlu diungkapkan dengan kata-kata indah, karena kehadiran mereka di layar masing-masing sudah cukup untuk menguatkan hati.
Jarak memang memisahkan mereka, tapi cinta mereka tetap bertahan, meski tertahan oleh gengsi yang entah kapan akan runtuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H