Setiap manusia membutuhkan seorang pendamping dalam kehidupannya yang akan menemaninya hingga nafas terhenti. Pernikahan menjadi syarat resminya dua insan dipersatukan dalam satu bahtera rumah tangga. Setiap daerah di Indonesia memiliki adat atau kebiasaannya masing-masing dalam menggelar acara pernikahan ini. Salah satu contohnya adalah di Suku Makassar yang memiliki prosesi yang unik nan sakral dalam acara pernikahan. Jauh hari sebelum hari H pernikahan, segala persiapan telah disiapkan. Prosesi Ammuntuli Je’ne, A’bu’bu dan Appassili adalah salah satu prosesi wajib yang harus dilalui oleh seorang calon pengantin.
Ammuntuli Je’ne yang bermakna menjemput/mengambil air di sumur dari rumah leluhur yang masih memiliki ikatan keluarga dangan calon pengantin. Air ini nantinya akan dicampurkan dengan air biasa yang akan digunakan untuk memandikan calon pengantin (Appassili). Prosesi Ammuntuli Je’ne ini dilakukan dengan mendatangi rumah leluhur dengan membawa beberapa peralatan adat dan beberapa sajian kue pengantin yang dibawakan oleh sanak keluarga perempuan dari calon pengantin tersebut serta diringi oleh Pagandrang (Gendang) dan Pui’-pui’ (sejenis terompet kecil yang merupakan alat musik khas Makassar). Filosifinya adalah air tersebut nanti mampu membersihkan calon pengantin dari segala kotoran (kesalahan-kesalahan) agar dalam menjalani rumah tangganya dijauhkan dari hal-hal yang tidak baik.
Gambar 1. Prosesi Ammuntuli Je’ne’
Selanjutnya, prosesi A’bu’bu’ yang merupakan prosesi memotong beberapa helai rambut pada alis dan rambut dikepala bagian pelipis kanan dan kiri serta di bagian ubun-ubun oleh Anrong Bunting (induk pengantin, yang merupakan perwakilan dari Ibu pengantin yang paham adat dan semua prosesi pernikahan). Tujuan dari prosesi ini adalah untuk menghilangkan Su’lu’ yang artinya menghilangkan kesialan pada diri sesorang. Filosofi A’bu’bu’ ini adalah agar kehidupan rumah tangga mereka nanti dijauhkan dari segala bentuk kesialan sehingga rumah tangganya bisa langgeng.
Gambar 2. Prosesi A’bu’bu’.
Helaian rambut yang telah dipotong kemudian disimpan kedalam Kelapa Muda yang telah dibuka bagian atasnya. Pemilihan buah kelapa muda pada prosesi ini dikarenakan hanya kelapa saja buah yang memiliki air di dalamnya, sedang rambut yang dipotong tadi harus segera dimasukkan ke dalam air. Kelapa yang telah berisi rambut ini kemudian kembali ditutup lalu di bawah ke tempat yang teduh di luar halaman rumah pengantin. Tujuannya agar segala kesialan yang telah dibuang tidak dapat mendatangi atau menimpah sang pengantin lagi untuk selamanya.
Gambar 3. Menempatkan Kelapa Muda di Luar Halaman Rumah
Prosesi terakhir sebelum acara Korongtigi adalah Appassili. Appassili merupakan prosesi memandikan calon pengantin dengan menggunakan daun passili. Tujuannya adalah untuk membersihkan atau mensucikan calon pengantin dari segala bentuk kontoran yang ada pada dirinya sebelum memasuki acara inti pernikahan yang akan digelar pada keesokan harinya. Ada hal yang menarik dari Appassili ini yaitu, calon pengantin yang akan dipassili di wajibkan untuk menduduki sebuah tangga yang bernama Tuka’Pammakkang (sebuah tangga tradisional yang dipakai masyarakat untuk menaiki bagian atas rumah atau balkon rumah panggung ketika hendak menyimpan gabahnya). Filosofi dari menduduki Tuka’Pammakkang ini yaitu melambangkan bahwa seseorang itu akan memasuki fase baru atau tahap kehidupan yang lebih tinggi.
Kemudian pada bagian bawah tangga tersebut diletakkan Parang (Pisau besar) atau Pangkulu’ (Kampak) untuk pengantin laki-laki, atau diletakkan Balira (sebuah alat tenun) untuk pengantin perempuan. Penempatan barang tersebut menyimbolkan sebagai Kerja Keras atau Ketekunan untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Setelah semua bahan dan alat yang dibutuhkan telah tersedia, barulah Anrong Bunting memulai prosesi Appassili tersebut. Appassili ini menjadi prosesi penutup dan calon pengantin siap untuk di Korongtigi pada malam hari.
Gambar 4. Prosesi Appassili
Begitu menariknya adat budaya masyarakat suku Makassar. Ini hanya sebagian kecil dari banyaknya adat budaya yang dimiliki oleh suku Makassar. Ammuntuli Je’ne’, A’bu’bu’dan Appassili adalah budaya lokal yang harus terus dilestarikan oleh kita semua, agar kekayaan adat budaya tidak punah sehingga masih dapat dinikmati oleh anak cucu kita kelak. Lestari Budayaku, Salam Budaya!!!
Penulis dan Editor: Rahmat Kurniawan
Email: rahmatkurniawan.unm@gmail.comÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H