Â
Â
Saya suka memelihara ikan. Daripada berkubu dan berperang dengan senjata, lebih suka jadi penonton. Nyantai leyeh-leyeh, sambil menebar umpan di kolam bernama media sosial. Saya senang melihat ikan-ikan bereaksi memakan umpan saya. Apalagi kalau saya tidak sendiri saat memancing.
Tentu saja, tidak terkecuali kasus penistaan Ahok. Saya sering menikmatinya sambil ngemil. Seperti judul artikel ini, kasus ini menarik karena menurut saya, kasus penistaan ini sebenarnya adalah masalah vertikal (antara manusia dengan Tuhan), namun diselesaikan dengan cara horizontal (cara hukum - manusia dengan manusia lain).
Sebagai makhluk ciptaan-Nya, tentuk kita tidak bisa menebak pikiran Tuhan. Apakah Ia benar-benar marah? Apa buktinya? Tidak ada. Para umatlah, yang secara psikologi terpelatuk. Semua orang gak mau direndahkan, apalagi ini menyangkut agama.
Â
Tentang hukuman penista
Mau bawa-bawa ayat? Boleh. Mungkin saya terlewat. Tapi gini, kalau melihat kitab suci, kita tahu bahwa Tuhan suka menghukum manusia. Tulah bangsa Mesir, Sodom-Gomora, banjir Nabi Nuh. Terus kenapa Tuhan tidak langsung menghukum Ahok dan pendukungnya? Mati mendadak misalnya?
Apa yang bisa kita ambil dari sini?
- Tuhan tidak tersinggung / marah ?
- Tuhan maha pengampun ?
- Tuhan tidak ada ?
Kemudian mengesampingkan unsur politik, kenapa diproses di pengadilan? Tidak cukupkah ia bebas dan biarkan Tuhan yang menghukumnya? Apakah belum cukup si cina ini sengsara di neraka? Well I guess, kebiasaan buruk manusia muncul, selalu memperjelas kesalahan orang lain.
Â
Tentang persidangan
Â
Kalaupun perlu diproses hukum, lawan Ahok bukan umat Islam, tapi Tuhan itu sendiri. Ahok menghina Al-Quran, berarti menghina Allah. Umat islam hanyalah kelompok yang tidak suka melihat Al-Quran dilecehkan. Analoginya sama seperti ketika seseorang selalu menjadi bahan ejekan, kemudian kita merasa simpati dan mencoba menyudahinya. Ahok pelaku, Tuhan korban, umat Islam adalah pelapor. Kenapa bukan korban? Karena umat Islam gak kompak, ada yang bilang menista, ada yang bilang enggak.
Selanjutnya berdasarkan nalar ini, jika ada seseorang yang menghina / melecehkan Tuhan, kita butuh undang-undang tentang penistaan. Well people should'nt be able to mock God. Kalau begitu, Tuhan perlu bersaksi bagaimana Ia disakiti, di persidangan. Persis seperti kasus pencemaran nama baik.
Apakah omongan saya ini juga termasuk penistaan?
Ya gimana ya, saya rasa memang seperti inilah alur persidangan pada umumnya.
Â
Tentang Tuhan yang diam
Â
Karena kita tidak bisa melihat Tuhan bahkan membuktikan bahwa Tuhan itu ada (fallacy burden of proof), kita tidak tau reaksi Tuhan. Analoginya sama, ketika seseorang dijadikan bahan lelucon, ada yang acuh, ada yang diam tapi lapor wali kelas / guru BK, ada yang pergi sambil mengutuk "awas kalian nanti", dan lain lain.
Kita sebagai orang sekitar yang melihat kejadian itu, take action, tidak mau diam saja. Ada yang menegur, dan sebagainya. You get the point. Mengenai perlukah Tuhan dibela atau tidak, silahkan berdebat di kolom komentar, saya tonton.
Kesimpulan
Soal agama dan "kebenaran" memang sangat sensitif. Kita tentu ingat yang dilakukan gereja katholik terhadap ilmuwan yang mengatakan bumi itu bulat, dan bukan pusat alam semesta. Jika "kebenaran" yang selama ini kita anut diserang, kita akan defensif. Se-defensif makhluk hidup yang mau dimakan predator. Debat media sosial selalu mengulang-ulang topik yang sama karena susah move on. Pola pikir dan sudut pandang udah mengakar jauh ke dalam.
Karena saya punya mental penonton, ya saya tidak merasakan apa-apa. Cuma penonton kok ngatur-ngatur ending film nya gimana.
Dunia tidak hitam-putih. Walaupun penista udah banyak kemajuan yang dibuat Ahok. Menang jauh daripada pemimpin yang seiman.
Â
Walaupun tukang demo, FPI tanggap kalau ada sesama yang butuh bantuan. Hey, walaupun cuma yang seagama, paling tidak membantu orang. Apalah arti like n share. Apa yang Anda lakukan untuk korban banjir kemarin?
Walaupun sering diejek "keyboard warrior", nyatanya demo berkali-kali untuk cause yang mereka yakini. Tidak hanya nyetatus politik tiap hari seperti para fanboy kondang Ahok-Jokowi.
Sebenarnya siapa yang pantas menyandang gelar "keyboard warrior" ini?
Satu yang pasti, udah impas kan, gak ada yang menang. HTI bubar, Ahok ditahan. Kedua kubu adalah dua sisi mata uang. Hal yang sama, wajah berbeda.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H