Mohon tunggu...
Pungky Prayitno
Pungky Prayitno Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bentuk lain ultraman

Selanjutnya

Tutup

Nature

#7 Go Green Tak Kasat Mata Si Pasar Tradisional

22 Oktober 2010   15:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:12 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

hari ini adalah jadwal saya belanja. Sayur mayur dan segala bahan makanan untuk kosan satu minggu ke depan. Rencana untuk hari ini adalah kuliah pagi dan lalu pergi ke pasar tradisional. Tapi namanya juga pungky, bangun kesiangan mengacaukan semuanya. Boro-boro ke pasar, kuliah juga enggak! Zzzzzzzzz. [caption id="attachment_251336" align="alignleft" width="202" caption="siapkah bermasa depan bersama tumpukan sampah plastik? "][/caption] akhirnya belanja hari ini berakhir di supermarket. Mau gak mau deh. Bangun jam 2 siang gak mungkin berhasil menemukan pasar tradisional yang masih buka. Dan daripada di demo anak-anak kosan karena gak belanja, jadi saya putuskan belanja di supermarket. acara belanja berjalan lancar. Menyenangkan dan romantis karena ada kolaborasi dengan acara pacaran! Hahaha. Yang membuat sedikit tidak menyenangkan adalah acara bayar di kasir. Bukan. Bukan karena harga. Mahalnya bahan makanan sudah ribuan kali di bahas dimana-mana. Malas mengulang. Yang membuat acara bayar menjadi tidak menyenangkan adalah kenyataan kalau ternyata pemakaian plastik di supermarket berkali-kali lipat lebih banyak dibanding di pasar tradisional. saya beli sayur asem. dan itu di bungkus dalam satu plastik tersendiri. dengan kacang yang tidak bisa dibeli secara bersamaan (dengan kata lain memakai bungkus plastik sendiri). belum lagi asem jawa nya, tetep harus dibeli terpisah (plastik lagi). lalu saya beli wortel (ya ampun.. emang harus ya si wortel diplastikin tiap 2 batang?). saya berhenti di wortel. mau belanja lebih banyak tapi sudah malas melihat kereta belanja yang penuh dengan kemasan plastik. belanja pun berlanjut ke tempat cabe dan bawang. mungkin alasan kerapihan dan kesupermarketan (halah), sampe-sampe cabe di supermarket itu di bungkus plastik setiap ons nya. jadi kalo mau beli 2 atau 3 ons ya berarti dapet bonus plastik lebih banyak lagi. gak usah ditanya, aneka bawang dan bumbu dapur yang lain pun demikian. sama. di kasir saya cuma bisa diam menatapi plastik-plastik bungkusan tadi seliweran di atas meja kasir. oke. ternyata keluarga plastik belum selesai bermain sampai di situ. mbak-mbak kasir tentu dengan lancarnya menambah lagi jumlah si keluarga plastik untuk saya bawa pulang. semua belanjaan sayur mayur sudah rapih masuk ke dalam satu kantong plastik. lalu menyusul teh, kopi, gula dan teman-temannya. loh loh? kenapa masih harus pisah plastik juga? saya sempet protes "mbak, satuin aja sama sayurannya. gak apa-apa kok..". si mbak malah sok baik, "gratis kok mbak plastiknya.. gak usah mbayar" iya mbak kasir yang cantik, saya juga tau kalo itu gratis. tapi kan bukan uang masalahnya! bayar pun saya mau. tapi gak untuk tumpukan plastik ini. akhirnya si kopi, teh, gula dan seplastik kwetiaw kering masuk bless menyatu dengan para sayur mayur dan buah. tapi belum selesai sampai disitu. pembersih wajah yang udah dibungkus kerdus kecil plus ditutup lagi pake plastik, masih juga dipisahin di plastik yang berbeda. saya protes lagi. dan si mbak kali nangkis dengan alesan "biasanya kan dipisah mbak. nanti kalo disatuin sayurannya jadi bau kosmetik". saya cuma senyum, menyatukan sendiri apa yang seharusnya tidak dipisahkan dan menambah nambah jumlah plastik yang saya bawa pulang. si mbak kasir masih asik dengan tat tit tut meja kasir dan belanjaan saya. otak saya melayang ke pasar tradisional tempat saya biasa belanja mingguan. kalau tadi pagi saya belanja di sana, pasti tidak akan sebanyak ini plastik yang saya bawa pulang. sayur asem beserta si asemnya sekalian biasa dibungkus dengan koran bekas oleh si ibu langganan. cabe dan bawang pun demikian. koran bekas sangat terbiasa membuat mereka hangat dalam satu bungkusan. dan kopi, teh, gula beserta teman-temannya? jangankan mereka. lotion tubuh pun seringkali nangkring sembarangan bareng minyak goreng diatas seplastik beras. dan semua belanjaan tadi termasuk seplastik beras dan aneka rupa barang yang numplek di atasnya bisa diangkut pulang dengan tas kuliah yang mulltifungsi. hahahaha. (makanya jangan heran kalo tas kuliah saya yang satu-satunya itu suka bau ikan asin). mbak-mbak kasir selesai melakukan tugasnya. beberapa lembar rupiah hasi patungan anak satu kosan sekarang bertukar dengan seabrek bahan makanan dalam beberapa plastik. saya pulang. dan perjalanan menuju pintu keluar supermarket saya dibarengi dengan beberapa manusia yang juga baru selesai belanja. banyak dari mereka yang akhirnya membawa kereta belanja lagi karena belanjaannya terlalu banyak untuk kemudian diangkut ke mobil. saya terbayang. satu kereta belanja itu bisa berisi sekitar sepuluh plastik besar. belum lagi di dalamnya pasti ada berpuluh-puluh lagi plastik kecil. dan kalau dalam satu hari ada dua ratus orang yang berbelanja dengan masing-masing tiga plastik. berarti sudah melayang 600 plastik. haha bayangkan sendiri akhir riwayat mereka. tulisan tentang plastik dan efek jahat sampahnya seperti sudah sangat banyak dimana-mana. akan sangat mengerikan jika yang seperti ini terus menjadi budaya manusia. dan hikmah besar hari ini adalah : ternyata bangun kesiangan itu dapat merugikan banyak orang! hah! purwokerto. lupa tanggal lagi oktober 2010

Ayo! Lakukan sendiri bukti cintamu pada bumi!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun