Mohon tunggu...
Pungky Prayitno
Pungky Prayitno Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bentuk lain ultraman

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fotografi Hati

6 Agustus 2010   12:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:15 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

.Aku menggenggam kedua tanganmu. Cium di pipi kanan, tertahan. Bersama sehela nafas, kepala ku bergerak maju beberapa centi. Menggerayangi telinga mu dengan udara lembut bersuara.

kalau hati ini lensa, maka bersamamu adalah bokeh. Indah tertangkap tapi blur tetap !”

Genggaman kita terlepas, tanganku terhempas. Sedang kepalaku tetap pada posisinya. Bertahan untuk tetap ditempat paling strategis pada saat seperti ini. Saat tidak ada cukup ekspresi yang bisa kamu lihat dari wajahku. Kepala ini tetap disini. Di sepersekian centi dekat telingamu. Itu cukup.

Kedua tanganmu mengambil posisi. Melingkar manis. Tubuh kita tak lagi kenal tuan inci saat ini. hangat erat kini aku dalam dekap.

aku suka aliran foto blurrism” kamu bersuara. Sekalimat alasan untuk kita masih bisa sama-sama.

tapi maaf. Yang punya lensa bukan kamu. dan si empunya gak suka blurrism” alasanmu kutepis.

Pelukan kita goyang. Hela nafas panjangmu mengguncang.

coba atur diafragma nya ke yang kecil. Biar gak terlalu blur”

gak bisa”

bisa!”

blurnya tetep parah”

lensanya rusak”

gak. Lensanya baik-baik aja”

Kepalaku mengambil tempat parkir lain, sadar situasi. Kini keningku dan pundakmu yang tak mau kenal tuan inci.

kalau gitu berarti si empunya yang gak ngerti. Belajar ngerti, setelah itu gak akan susah buat menghadapi. Inget, Lensanya baik-baik aja”

Pundakmu mulai basah. Aku kalah.

Lingkar tanganmu merenggang. Kini mereka terposisikan manis di pipi kanan dan kiriku. Menarik kepalaku dari tempat parkirnya di pundakmu. Wajahku yang sudah kuyup air mata berhadapan tepat dengan senyum manismu. Tanganmu bergerak lagi, menarik keningku untuk tanpa jarak dengan keningmu. Hidung kita bertemu.

Udara bersuara menggerayangi wajah ini. stacato legato terencana manis pada gerakan bibirmu.

kalau hati ini lensa. Bersama kamu adalah potraiture. Setiap air mata, tawa bahagia, sumringah renyah, rengut sungut, amarah, ah segala ekspresi atas hati. Terekam, tajam!”

Berpandangan. Kini bibir kita yang kehilangan tuan inci.

purwokerto, agustus 2010

Untukmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun