Sambil menikmati cita rasa dan aroma kopi, tulisan ini dibuat dengan memikirkan berbagai jenis rasa kopi, dan anda mungkin berpikir tentang berbagai macam sajian kopi, ada kopi espresso Italia, Macchito, Cappucino, mocca, kafe Perancis, atau double grande latte Americano dengan campuran kayu manis. Saat ini di mana-mana terdapat rantai seperti starbucks, cafe Nero dan Costa disetiap bandara Internasional, dan mengikuti Nescafe yang sekarang jauh lebih sederhana sebagai simbol globalisasi.
Sejarah peradaban manusia, memperlihatkan keberadaan kedai kopi tidak sekedar menjadi tempat berkumpul dan menyeruput kopi, tetapi kedai kopi telah menjadi tempat yang strategis dalam interaksi sosial, dimana ide dan gagasan terjalin. Bahkan setiap tetesan kopi, menghantarkan para penikmat kopi pada rasa dan aroma egalitarian, terkadang ide dan gagasan muncul serta bertransformasi menjadi pikiran-pikiran segar, revolusioner dan bahkan melampui zaman.
Dikutip dari BBC dalam How Coffee Influenced The Course Of History, terungkap bahwa kopi adalah minuman yang membuat orang tetap terjaga dan aktif. Pada pemahaman yang lebih luas, minuman kopi telah membantu kita membentuk sejarah peradaban dan budaya baru umat manusia. Sejarawan Mark Pendergrast, penulis buku Uncommon Grounds: The History of Coffee and How It Transformed Our World - mengatakan kepada Morning Edition, Steve Inskeep, bahwa sejak tahun 1500-an, minuman itu menyebar ke kedai kopi di seluruh dunia Arab.
Secara historis, posisi strategis kedai kopi, bukan sekedar untuk menikmati secangkir kopi, tetapi kedai kopi menjadi tempat terjadinya pertukaran pikiran, ide dan gagasan secara dinamis-progresif. Hal ini dikisahkan oleh Pendergrast, bahwa sejarah berdirinya perusahaan asuransi Lloyd's of London ratusan tahun yang lalu, lahir di salah satu dari 2.000 kedai kopi di London dan begitu pun dengan beberapa karya sastra, surat kabar dan bahkan karya-karya komposer besar dunia seperti Bach dan Beethoven juga muncul di kedai kopi.
Dengan penuh keyakinan, Pendergrast mencatat bahwa setelah Pesta Teh Boston tahun 1773, pada saat koloni Amerika menyerbu kapal teh Inggris dan melemparkan peti teh ke pelabuhan, orang-orang Amerika secara umum mulai beralih meminum kopi. Ini memang ironi, pada sisi lain, kopi yang sama telah memicu lahirnya revolusi Prancis yang juga sedang diproduksi oleh budak Afrika yang telah dibawa ke San Domingo (Haiti) dan memiliki andil yang signifikan di dalam perumusan pikiran-pikiran yang menghasilkan peristiwa-peristiwa bersejarah. Dengan minuman kopi, mampu membuat orang berpikir secara aktif dan kedai kopi merupakan tempat yang egaliter, sehingga peristiwa-peristiwa penting sejarah, seperti Revolusi Perancis dan Revolusi Amerika dirancang dan dibicarakan di kedai kopi.
Dikutip dari Mirza Syauqi Futaqi -- dalam Sastra Arab pada Esai yang berjudul: Kopi, Kafe dan Pergolakan Pemikiran, bahwa tradisi seruput kopi dan keberadaan kedai kopi, bukan hanya terjadi di Eropa, tetapi tradisi minum kopi telah dipopulerkan oleh orang-orang Arab. Secara historis Futaqi mengisahkan bahwa biji-biji kopi berasal dari Abyssinia yang dibawa oleh para pedagang Arab ke Yaman dan mulai menjadi komoditas komersial. Meski demikian, bahwa keberadaan kopi sebagaimana di Eropa, di dunia Arab tidak sebatas kedai kopi dan hanya minum kopi. Tetapi minuman Kopi, juga menjadi entitas dan memberi andil dalam melahirkan berbagai pikiran, ide dan gagasan para sufisme, politik, sastra serta ide dan gagasan-gagasan lainnya.
Sejarah panjang minuman kopi dan kedai kopi menjadi bagian dari potret kehidupan masyarakat Arab termasuk para pemikir-pemikir, sastrawan, mistikus, dan bahkan politisi. Menurut Futaqi, bahwa di Mesir tradisi minum kopi di kedai misalnya digunakan oleh para pemikir, sastrawan, dan politikus salah satunya adalah kedai kopi al Fisyawi. Dalam majalah Fikrust Tsaqafah (Asyhurul Maqahi al Adabiyah al Alamiyah), bahwa kedai kopi al Fisyawi adalah salah satu kedai kopi populer tertua di Kairo yang diidirikan oleh Fahmi Fishawi pada tahun 1760.
Pada esay Futaqi, dikisahkan bahwa kedai kopi al Fisyawi di Mesir telah menjadi "markas" para penulis, penyair, seniman, filosof, dan intelektual seperti Najib Mahfuz, Yusuf Siba'i, Yusuf Idris, Ali Abdullah Saleh, dan Ihsan Abdul Quddus. Dari kalangan pejabat juga ada mantan Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika, mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Anwar Syadat, dan Gamal Abdun Nasir dan bahkan juga dari kalangan pemikir dunia seperti filosof eksistensialis Jean-Paul Sartre dan pacarnya Simone de Beauvoir dan masih banyak lainnya pernah menyeruput kopi di kedai kopi al Fisyawi.
John McHugo, penulis A Concise History of The Arabs, pada BBC: Coffee and Qahwa: How a drink for Arab mystics went global, yang terbit pada tanggal 18 April 2013, menceritakan bahwa minuman kopi, tampaknya telah diminum pertama kali oleh gembala legendaris di dataran tinggi Ethopia dan mengkonfirmasikan bahwa penanaman kopi paling awal adalah di Yaman dan orang-orang Yaman memberi nama Arab kopi sebagai qahwa. Qahwa aslinya berarti anggur, dan mistik Sufi di Yaman menggunakan kopi sebagai bantuan untuk meningkatkan konsentrasi dan bahkan menjadi saranan untuk mencapai "kemabukan spiritual" (spiritual drunkenness), ketika mereka menyebut nama Tuhan.
Dikutip dari BBC, McHugo mengisahkan bahwa sejak tahun 1414, kopi sudah sampai di Mekah dan pada awal tahun 1500-an kopi telah menyebar ke Mesir melalui pelabuhan Yaman Mocha. Pada masa itu, minum kopi masih identik dengan Sufi, dan sekelompok kedai kopi tumbuh di Kairo di sekitar Universitas al Azhar. Mereka juga membuka kedai kopi di Suriah, terutama di kota Aleppo, dan kemudian di Istanbul, ibu kota Kekaisaran Turki Utsmaniyah pada tahun 1954.
Fatwa Tentang Minum Kopi
Fatwa tentang larangan minum kopi, menurut McHugo yang dikutip dari BBC - bahwa upaya pelarangan terhadap minum kopi tersebut sempat terjadi di Mekah, Kairo dan Istanbul yang dilakukan oleh otoritas keaagamaan atas perintah penguasa. Melalui sebuah pembahasan tentang apakah efek kopi mirip dengan minuman beralkohol, dan beberapa orang mengatakan bahwa kopi memiliki kesamaan dengan sirkulasi kendi anggur, minuman terlarang dalam Islam. Pelarangan tersebut dikaitkan dengan keberadaan kedai-kedai kopi yang bersifat egalitarian telah memicu lahirnya pemikiran-pemikiran besar intelektual yang kritis atas kekuasaan-pemerintahan.
Rumah kopi atau kedai kopi telah menjadi institusi sosial baru yang mempertemukan berbagai lapisan masyarakat untuk berbicara, berdiskusi, mendengarkan puisi dan musik. Beberapa ahli berpendapat bahwa kedai kopi "bahkan lebih buruk daripada ruang anggur", dan pihak berwenang mencatat bagaimana tempat-tempat ini dapat dengan mudah menjadi sarang penghasutan. Secara historis, ada upaya pelarangan minum kopi gagal dilakukan, meskipun hukuman mati digunakan selama pemerintahan Murad IV (1623-1640). Para ulama, akhirnya mencapai konsensus yang masuk akal bahwa fatwa minum kopi diperbolehkan.
Keberadaan kedai kopi sebagai tempat menyeruput kopi, menjadi magnet yang mampu mempertemukan berbagai lapisan kelas masyarakat, sehingga tidak mengherankan di kedai kopi terjadinya sebuah proses transformasi pikiran, ide dan gagasan. Najib Mahfudz, menjadikan kedai kopi sebagai tempat untuk mencari ide dan alur cerita karya sastranya yang kemudian hari menjadi fakta-fakta sejarah peradaban manusia yang mampu menciptakan transformasi sosial masyarakat Mesir pada masa itu. Kedai Kopi bagi Mahfudz adalah miniatur masyarakat, karena di dalamnya masyarakat berkumpul dengan semangat egalitarianisme.
Pada masa itu, keberadaan kedai kopi menjadi semacam "hantu" bagi penguasa yang anti kritik dan hendak melanggengkan kekuasaan. Kedai dan Kopi, yang pada mulanya berkaitan dengan pikiran mistis, berkembang dan menjadi tempat berbagai pikiran baik tentang kesusastraan, keagamaan, politik, sosial dan budaya. Bahkan di Mesir Kedai Kopi distigmatisasikan sebagai tempat yang mengganggu eksistensi sebuah kekuasaan pemerintah, sebagai akibat dari arus transformasi pikiran, ide dan gagasan yag ada di dalamnya. Dikutip dari Futaqi, bahwa kedai kopi Riche di Mesir adalah kedai kopi yang ditutup oleh pemerintah Anwar Sadat, karena dianggap sebagai tempat lahirnya seruan-seruan dari intelektual penikmat kopi, untuk mengkritisi Pemerintahan Anwar Sadat.
Keberadaan kedai kopi dalam kehidupan budaya masyarakat kekinian, terletak pada karakteristik inklusif, sehingga menjadi ruang interaksi sosial baru yang menyegarkan dan mempertemukan berbagai individu-individu dengan pola yang terbebas dari kontrol lembaga sosial tradisional, negara dan masyarakat sipil. Kedai Kopi menjadi ruang yang komprehensif karena menjadi tempat yang netral dan terbebas dari sistem subordinasi, kekuasaan, dan kepentingan politik pragmatis. Suasana kedai kopi atau Warkop yang ideal, mampu melahirkan pikiran dan gagasan cemerlang dan menyentuh berbagai aspek kehidupan, dengan mengedepankan aroma egaliter dan rasa keterbukaan berpikir.
#RumahKopi
#NgopiBiarSehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H