Prabowo harus berhitung, jika Maaruf Amin ditunjuk menjadi calon wakilnya tentu Kedua Ijtima ulama harus segera Prabowo ambil. Pemilih muslim harus diberi pilihan jelas putih dan hitamnya sebab karakteristik suara umat muslim yang saat ini masih cenderung mudah dipecah walaupun presentasenya terus mengecil tetap saja Prabowo yakin akan pilihannya. Seperti pepatah "tidak ada yang dapat memastikan kemenangan sekuat apapun" menjadi hal yang harus di waspadai dari kedua kubu.
Ketua Umum PA 212, Slamet Ma'arif menyarankan agar koalisi yang sudah terbentuk dapat memperhatikan nama-nama cawapres yang diusung para ulama. Keputusan yang bijaksana dari peserta koalisi adalah yang paling penting sebab umat muslim jelas menunggu 212 efek pada koalisi yang sedang dibangun.
Ustadz Abdul Somad sendiri yang sedang melakukan safari dakwah ke Semarang langsung berkomentar agar tak bersedia dicalonkan. Beliau mengatakan ingin fokus di dakwah melalui pesan yang sangat santun. Bila hal ini diamini maka kemungkinan besar Habieb Salim Segaf Al Jufri yang jadi calon wakil presiden.
Sejarah ulama menjadi kontestan politik terutama wakil presiden bukanlah hal baru. KH Hasyim Muzadi, Gusdur, dan tokoh lain di daerah yang mencalonkan DPR hingga DPD juga banyak di isi ulama. Masyarakat yang sangat menaruh hormat terhadap ulama apalagi gelar keturunan Rasullullah SAW yang digelari Habieb tentu akan meningkatkan kemungkinan menang walaupun Jokowi juga menggunakan Ulama sebagai wakil presidennya.
Jokowi Menanti Keputusan Megawati
Sementara itu, bagi kubu Jokowi hitung-hitungan koalisi juga masih bisa terpecah. Cak Imin yang masih ngotot jadi wakil presiden dan memberikan opsi bisa tak ikut koalisi membuat pengumuman capres tertunda. Tak seperti SBY yang begitu kuat mengontrol peserta koalisi, bagi Jokowi Ibu Megawati adalah kunci setiap tindakan yang akan di ambil oleh Jokowi sendiri selaku presiden.
Prihatin memang sistem presidensial kita ternyata belum begitu kuat karna ternyata hari ini memang presiden kita Jokowi tak punya kekuatan penuh seperti SBY yang waktu itu menjabat presiden dan begitu kuat menggenggam Demokrat yang saat itu menjadi pemenang pemilu.
Tindakan-tindakan peserta koalisi yang diluar komando bersama atau malah tak ada komando membuat banyak kesalahan-kesalahan yang tak perlu. Blunder terbesar adalah pernyataan ketua PPP Romahurmuziy bahwa SBY sejak Ramadhan membawa-bawa AHY untuk ditawarkan kepada Jokowi. Tentu pernyataan itu jauh dari kesantunan politik. Pernyataan itu langsung membuat SBY begitu yakin untuk mendukung Prabowo, hal ini harus segera diambil untuk menyelamatkan marwah Demokrat dari statement negative tersebut.
Kubu Prabowo lebih menarik
Kubu Prabowo sangat mengusai panggung politik saat ini, setiap perbincangan dilakukan sangat hati-hati setiap perasaan dan statement dibuat dengan perencanaan matang. Sehingga penundaan pengumuman pencalonan pun dianggap sangat wajar sebab bukan petahana. Rocky gerung di ILC sudah mengatakan hal tersebut "point berada di Prabowo" alasannya adalah sebab Prabowo bukan petahana, dan memiliki calon yang jelas.
Kubu Jokowi masih terus menunda pengumuman Capres karena dikhawatirkan akan ditinggalkan oleh peserta koalisi. Narasi Politik yang dikembangkan kubu Prabowo lebih menjual dibanding milik kubu Jokowi. Lihat saja gema hastag 2019GantiPresiden yang didukung dari berbagai kalangan. Bagi kubu Jokowi sendiri Hastag ini begitu kuat hingga puluhan hastag yang dibangun seperti layu sebelum berkembang.