Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  ternyata  gagap dalam menjalankan otoritasnya dalam kasus yang sedang menimpa Asuransi Jiwasraya,  kasus gagal bayar terhadap polis-polis Asuransi produk tertentu yang sudah jatuh tempo semenjak bulan Oktober 2018.
Hal  tersebut terlihat ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh Pimpinan Rapat Pak Purbaya Yudhi Sadewa,  Deputi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman mengenai  hal-hal yang secara kurang lebih  telah  OJK lakukan, dalam kewenangannya untuk membantu pihak  Asuransi Jiwasraya mengatasi  gagal bayar yang sedang terjadi.
Rapat yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 25 Maret 2019 yang bertempat di Ruang Rapat Lantai 7 Gedung Kantor Kemenko Kemaritiman itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan antara Korban gagal bayar Polis Asuransi Jiwa Jiwasraya  dengan Bpk.  Luhut Binsar Panjaitan kurang lebih sebulan sebelumnya, yaitu pada hari Selasa tanggal 12 Februari  2019 di gedung yang sama. Para korban mencoba meminta bantuan beliau untuk menyelesaikan kasus ini, setelah mencoba dari jalur-jalur lain namun tidak ada progress sama sekali.
Para korban yang dimaksud dalam hal ini adalah khususnya mereka-mereka  yang tergabung dalam sebuah Forum yang mereka sebut sebagai "Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancaassurance Jiwasraya" yang sejauh ini telah beranggotakan tiga-ratusan korban,  yang mungkin masih akan bertambah terus seiiring berjalannya waktu ditambah saluran informasi dan komunikasi yang semakin terbuka dan meluas.
Dari informasi-informasi yang ada, yang tergabung dalam forum ini merupakan korban yang nominal penempatannya relatif besar,  sehingga kalau dihitung secara keseluruhan totalnya bisa menyentuh angka trilyun. Sebagai salah satu contoh yang bisa dipastikan validitasnya, hanya satu orang saja, ada  yang nyangkutnya berjumlah kurang lebih 15 milyar rupiah.  Sebelumnya malah sempat kurang lebih 40 milyar rupiah.  Beruntung, 25 milyar sempat selamat karena jatuh tempo hanya sebulan dua bulan sebelum bulan gagal bayar. Sementara yang kurang lebih 15 miyar lagi jatuh temponya persis pada saat  bulan gagal bayar yaitu pada bulan  Oktober 2018. Untung juga  yang 25 milyar tersebut tidak diperpanjang. Kalau diperpanjang?  tentu akan mengalami nasib yang sama.Â
***
Selain OJK,  rapat tersebut dihadiri oleh Pihak  Kementrian BUMN, Pihak Perbankan (khususnya yang menjadi Agen Penjual Produk Asuransi Jiwasraya yang sedang bermasalah tersebut), pihak Bareskrim, dan tentu saja dari Pihak Jiwasraya. Dari Pihak Bareskrim  turut memberikan informasi terkini tentang hal-hal yang  sudah dan sedang mereka lakukan yang terkait dengan kasus ini.Â
Mengenai 7 Bank yang menjadi Agen Penjual Produk Asuransi yang sedang bermasalah tersebut  yaitu Bank BRI, Bank BTN, Bank Standard Chartered, Bank KEB Hanna, Bank Victoria, Bank QNB Indonesia, Bank ANZ.Â
Setelah rapat dibuka, Pimpinan rapat terlebih dahulu menggali informasi dari beberapa  Korban dari segi pemahaman Korban mengenai produk yang mereka beli, lalu setelah itu dari pihak Perbankan dari segi tanggung jawab mereka sebagai Agen Penjual.
***
Kembali ke OJK. Setelah mendapat informasi yang cukup dari pihak Korban, pihak Perbankan dan Bareskrim, lalu dilanjutkan ke pihak OJK. Akan tetapi dengan porsi waktu yang sangat longgar yang diberikan oleh Pimpinan Rapat ke pihak OJK untuk memaparkan apa yang telah mereka lakukan dan hasilnya akan seperti apa, namun dari apa yang disampaikan, semuanya hanya normatif-normatif saja.  Dapat dikatakan,  pihak OJK tersebut kurang menunjukkan kapasitasnya sebagai pemegang otoritas dalam bidangnya, sebagaimana namanya Otoritas Jasa Keuangan. Tidak ada sama sekali poin penting  yang bisa dijadikan landasan untuk membuat kebijakan strategis untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Atau setidaknya yang  membuat para korban "lega". Â
Bahkan pimpinan rapat sempat memperlihatkan rasa kecewanya dengan melontarkan sebuah kalimat yang kesannya  kurang lebih menggambarkan  "tidak menguasai permasalahan"  setelah melontarkan sebuah pertanyaan terakhir: "Kalau misalnya Asuransi Swasta, diapakan Asuransinya?"
Bisanya cuma  a..u..., a..u, a..u .... saja. Â
Gagap (?)
Menurut saya iya.
Hal yang kurang lebih sama juga dengan pihak Kementerian BUMN. Setali tiga uang juga. Tidak ada poin  penting  yang bisa mereka utarakan juga. Termasuk ketika Pimpinan Rapat mencoba menggali informasi tetang hal yang  terkait dengan posisi dan tanggung jawab  Kementerian BUMN  sebagai Pemegang Saham Jiwasraya dalam kasus ini. Jadinya hanya terkesan untuk ikut hadir saja.
***
Lalu kesimpulan rapatnya seperti apa?
Setelah mengajak pihak Bareskrim keluar ruang rapat sebentar, entah kenapa harus seperti itu hanya Pimpinan Rapat yang lebih tahu, tapi bisa  bisa saja  karena melihat tidak ada yang bisa diharapkan dari pihak-pihak  yang tadinya bisa diharapkan dapat memberikan pencerahan agar kasus ini bisa cepat selesai, lalu sekitar 5 menit kemudian masuk lagi, Pimpinan Rapat menyampaikan hasil kesimpulan,  yang kurang lebih menyatakan akan mencoba menyurati pihak Kementerian BUMN dan akan meminta pihak Kementerian BUMN  merespons paling lama 1 minggu.Â
Mengenai isi suratnya tidak terlalu dijelaskan,  namun kalau dari kaitan  hasil rundingan dengan pihak Bareskrim tadi,  mungkin ada sentuhan-sentuhan yang  agak lebih spesifik ala Bareskrim.
Tapi,  lebih dari itu, para korban masih lebih nyaman,  lega, dan percaya  dengan statement Pak  Purbaya Yudhi Sadewa yang menyatakan bahwa supaya para Korban tetap tenang, karena Jiwasraya adalah milik Negara, dan oleh karena itu  Negara akan tetap hadir. Statement  yang juga  diucapkan oleh Luhut Binsar Panjaitan ketika pertemuan yang sebulan sebelumnya di gedung yang sama itu.
Mudah-mudahanlah ya, supaya semuanya bisa lega.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H