Merasa permintaan kami yang sebelum-sebelumnya belum ada kejelasan namun sudah kembali melakukan penagihan bahkan instruksi pelunasan, kamipun meminta kembali penjelasan mengenai perkembangan permasalahan yg kami hadapi tersebut melalui email.
Pada tanggal 7 Januari 2016, pihak BNX mengirim balasan mengenai penjelasannya, namun penjelasan tersebut menurut hemat kami belum sesuai dengan yang diharapkan.
Karena merasa pihak Bank sudah tidak ada niat lagi untuk membantu menyelesaikan, kamipun tiba pada kesimpulan untuk meminta bantuan kami Bank Indonesia untuk melakukan fasilitasi sebagaimana yang dimungkinkan dalam Peraturan Bank Indonesia Tentang Mediasi Perbankan nomor 8/5/PBI/2006 berikut perubahan-perubahannya yang ada.
Celakanya, entah karena apa dan bagaimana, respons dari pihak Bank Indonesia juga kurang menggembirakan. Hanya memberi jawaban yang normatif. Dalam arti hanya mengutip penjelasan sepihak dari Pihak Bank. Tidak ada upaya untuk mempertemukan pihak Bank dengan Nasabah guna mengkonfrontir penjelasan pihak Bank dengan Nasabah sesuai pemohonan Nasabah. Hal yang memungkinkan juga untuk dilakukan sesuai Peraturan Bank Indonesia nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan.
Sekarang nasib Nasabah tersebut sedang ditagih-tagih oleh pihak Bank dan IDI Historynyapun kemungkinan besar pati sudah sangat buruk (Kolektibilitas 5), hal yang sangat diwanti-wanti dan ingin dicegahnya sejak awal supaya tidak terjadi namun harus terjadi juga. Entah bagaimana nanti nasib pengajuan kreditnya apabila kegiatan usahanya membutuhkan support dari pihak Bank. Sementara untuk menggunakan jalur hukum, kekuatan dana kurang mendukung.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, kami ingin memberi kesimpulan sebagai berikut:
- Sistim Informasi Debitur ternyata berpotensi membuat Korban-korban tak berdosa.
- Potensi korban-korban tak berdosa bisa akan semakin meluas, mengingat semakin maraknya kerjasama Bank dengan Grup/anak Perusahaan/Mitra Bisnis Channelling yang ditengarai Personil Grup/Anak Perusahaan/Mitra Bisnis Channeling tersebut belum paham benar akibat-akibat yang ditimbulkan yang terkait dengan Sistim Informasi Debitur.
- Perbankan tidak akan pernah mengakui sendiri kesalahan yang dibuatnya, atau mungkin melakukan upaya-upaya penyelamatan diri sehingga korban yang nota bene “dikorbankan sendiri oleh Bank, mungkin sengaja atau mungkin juga tidak sengaja” hanya bisa pasrah menerima nasibnya khususnya Nasabah yang tidak mampu untuk menempuh jalur hukum untuk menuntut haknya.
- Bank Indonesiapun, yang menjadi satu-satunya harapan terakhir Nasabah untuk bisa membantu, ternyata “tidak bisa,tidak mau atau tidak sudi” juga membantu. Malah terkesan lepas tangan. Atau cenderung lebih berpihak ke pihak Bank. Dari contoh kasus pengalaman empirik sudah bisa menjawabnya. Yang bisa menimbulkan semacam hipotesa; kita saja yang sangat mengerti dan paham betul mengenai mekanisme yang ada tidak dianggap, apalagikah mayarakat awam?
Saran dan masukan
Sebagaimana etikanya, tak elok rasanya kalau hanya bisa menyampaikan permasalahan-permasalahan tanpa berupaya memberi solusi, atau saran dan masukan. Sekecil apapun.
Maka pada kesempatan yang sangat berharga ini, kami mencoba memberikan saran dan masukan sebagai berikut:
Demi menghindari konotasi adanya pembiaran terhadap “korban-korban tak berdosa” perkenankanlah kami memberikan saran dan masukan berupa opsi sebagai berikut: