Mohon tunggu...
Pulo Siregar
Pulo Siregar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Advokasi Nasabah

Pegiat Advokasi Nasabah melalui wadah Lembaga Bantuan Mediasi Nasabah (LBMN). Pernah bekerja di Bank selama kurang lebih 15 tahun. Penulis buku BEBASKAN UTANGMU. Melayani Konsultasi/Advokasi Nasabah. WA: 081139000996 Email: lembagabantuanmediasi@gmail.com Website: www.medianasabah.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Jangan Bayar Kartu Kredit Jika Tidak Mampu: Benarkah?

4 Desember 2012   17:09 Diperbarui: 27 November 2024   22:46 98389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Judul postingan ini saya kutip dari bagian judul (ditambah kata tanya Benarkah?) untuk memberi pesan ada sesuatu yang perlu dipertanyakan) dari sebuah artikel di sebuah Web /Blog yang beralamat di:

xxxx://endropedia.xxxxxxx.com/2011/03/02/jangan-bayar-kartu-kredit-jika-tidak-mampu-penting-gaan-buat-pemegang-cc/

Catatan :

Karena tulisan ini ditujukan untuk membantah artikel yang link nya sebagaimana tersebut di atas, jadi supaya dibaca sampai lengkap. Karena bantahannya ada di bagian bawah. Karena sering terjadi  baru hanya membaca judulnya saja, sudah langsung mengambil kesimpulan seolah informasi yang termaktub dalam judul itu benar adanya. Padahal sebaliknya, tidak benar)

Judul lengkap artikel tersebut berbunyi :

JANGAN BAYAR KARTU KREDIT JIKA TIDAK MAMPU (Penting gaan buat pemegang CC)

Isi lengkap postingan artikelnya adalah sebagai berikut:

Dari hasil investigasi pengalaman di perbankan dan pencarian informasi yang saya lakukan selama ini, maka didapat kesimpulan bahwa :

1. Hutang kartu kredit dan KTA bersifat tidak mengikat para pemegangnya dan tidak ada Undang-undangnya, tidak diwariskan, tidak dapat dipindahtangankan (artinya tidak bisa ditagihkan kepada orang lain) ,tidak boleh menyita barang apapun dari anda,surat hutang tidak boleh diserahkan kepada pihak lain atau diperjualbelikan, dsb.

2. Ada klausul yang disembunyikan oleh pihak penerbit kartu kredit bahwa jika pemegang kartu kredit sudah tidak mampu membayar maka hutang akan ditanggung penuh oleh pihak asuransi kartu kredit visa master. bahkan untuk beberapa bank asing tanggungan penuh asuransi itu mencapai limit 500 juta.

3. Adalah oknum bank bagian kartu kredit yang menyerahkan atau bahkan melelang tagihan hutang kartu kredit macet itu ke pihak ketiga atau debt collector untuk ditagihkan kepada pemegang kartu kredit yang macet. dari informasi yang didapat dari para mantan orang kartu kredit bank swasta dan asing, maka sebenarnya uang itu tidaklah disetorkan ke bank karena memang hutang itu sudah dianggap lunas oleh asuransi tadi. Jadi uang yang ditarik dari klien pemegang kartu kredit yang macet itu dibagi dua oleh para oknum bank dan debt collector. Jadi selama ini rakyat dihisap oleh praktek bisnis ilegal seperti ini yang memanfaatkan ketidaktahuan nasabah dan penyembunyian klausul penggantian asuransi hutang kartu kredit.

4. Surat kwitansi cicilan hutang dari klien ke pihak debt col pun banyak yang bodong alias buatan sndiri dan bahkan surat lunas pun dibuat sendiri dengan mengatasnamakan bank.

5. Bahkan dijakarta dan cimahi, saya menemukan kasus dimana ada 1 orang (cimahi) telah melunasi hutangnya 5 tahun lalu sebesar 10 juta kepada pihak kartu kredit BNI 46. Namun bulan agustus 2009, dia didatangi oleh debt coll dan memaksa meminta surat lunas dari bank tersebut. Kemudian bulan september 2009, dia didatangi lagi oleh pihak debt col yang membawa surat tagihan sebesar 10 juta! Dua kali lipatnya. Akhrnya dia terpaksa membayar karena mengalami kekerasan dan tindak pidana serta ketakutan. Dari info yang saya dpt, kemungkinan ada permainan antara orang IT bank penerbit kartu kredit dan pihak debt coll untuk memanfaatkan kebodohan masyarakat. Kasus kedua dialami oleh teman saya sendiri dijakarta. Pada tahun 2005 dia sudah melunasi hutang sebesar 3 juta ke kartu kredit mandiri di tahun 2007. Lalu dia tidak memperpanjang kartunya lagi alias berhenti menggunakan kartu tersebut. Sehingga otomtatis dia tidak menerima kartu perpanjangan dan surat tagihan lagi. Namun tahun 2009 dia menerima tagihan lagi dan didatangi oleh debt collector mandiri dengan tagihan sebesar 6 juta! Dua kali lipat. Padahal tahun 2007 sudah dilunasi. Aneh memang. Apakah trend semacam ini sudah menjadi cara yang biasa dipakai oleh oknum bank kartu kredit dengan para debt collector di Indonesia? Membuat rakyat jadi miskin, padahal hutang kartu kredit sudah ditanggung penuh oleh asuransi visa master.

6. Dari informasi yang saya dapat dari mantan orang kartu kredit standard chartered bank , bahwa perusahaan2 debt collector itu tidak ada yang memiliki izin/legalitas sama sekali. Alamat kantor dan nmr telponnya pun tidak pernah jelas, apalagi struktur organisasinya. Karena dinegara manapun didunia, tidak boleh ada perusahaan yang diberi ijin untuk menagih hutang. Jadi jika kita atau polisi mau mendatangi perusahaan2 debt coll ini berdasarkan info dari masyarakat, maka tentu orang-orang debt col itu akan lari dan akan pindah alamat dan kantornya.

7. Dari sudut pandang hukum , kartu kredit adalah lemah karena tidak ada undang-undangnya dimanapun karena sifatnya yang konsumtif dan bunga tinggi serta banyak klausul-klausul yang disembunyikan dari para pemegangnya yang justru bisa melindungi para kliennya. namun tidak dikatakan secara jujur jadi klien banyak dibodohi.

8. Kesalahan berikutnya dari pihak bank adalah dalam cara memasarkannya, dimana sebenarnya yang boleh memiliki kartu kredit bukan sembarang orang namun orang yang sudah mapan. Namun dalam sepuluh tahun terakhir justru sebaliknya, banyak kartu kredit ditawarkan dengan mudah dengan persetujuan yang mudah. Akhirnya orang yang belum mampu, dapat memiliki kartu kredit yang akan berakibat pada banyaknya hutang macet pada kartu kredit. Dan ditambah lagi, jika seseorang telah memiliki 1 kartu kredit maka dia akan mudah memiliki kartu kredit dari bank lain dengan limit yang lebih tinggi dan banyak. Sehingga jika seseorang punya 1 kartu, maka dia akan ditawari dari bank lainnya. Padahal semestinya kartu kredit menganut azas kemampuan diri nasabah ketika menawarkan. artinya jika nasabah sudah memiliki 1 kartu kredit maka secara akuntansi dia tidak boleh menambah kartu lainnya karena pasti akan tidak mampu. Ditingkat sales kartu kredit pun terjadi jual beli database pemegang kartu kredit dalam jumlah banyak, sehingga orang yang sudah punya kartu kredit akan ditawari kartu kredit dari bank lain lagi dengan limit yang lebih besar dan dengan tingkat approval yang tinggi dari bagian verifikasi bank. Sehingga dari sinipun terlihat bahwa pihak bank memberikan kontribusi besar diawal terhadap terjadinya kredit macet.

9. dari semua ini, maka dapat disimpulkan bahwa yang membuat macet hutang kartu kredit adalah pihak bank sendiri. Dan kenyataan yang didapat dilapangan, kasus premanisme yang dilakukan oleh para debt coll terhadap klien2 kartu kredit yang macet sudah tidak manusiawi lagi. Disini rakyat tambah menjadi miskin, dan menderita. serta ketakutan. Dan banyak pelanggaran hukum yang berada pada sisi debt col bila kita mau mencermati, mulai dari soal ijin perusahaan, legalitas, alamat perusahaan, nmr telpon, dan sebagainya. Dan debt col ini sebenarnya menagih hutang yang sudah dilunasi oleh asuransi visa master. Jadi uang yang didapat dari masyarakat dipakai sendiri oleh oknum bank dan debt col dengan mengatasnamakan pihak bank. Perlu diketahui bahwa hutang kartu kredit dan KTA /kredit tanpa agunan memiliki sifat berbeda dengan hutang-hutang lainnya. Pertama karena sifatnya tanpa jaminan maka tidak ada ikatan pada nasabah untuk melunasi jika tidak mampu membayar bahkan ada didalam klausulnya. Kedua, hutang kartu kredit tidak diwariskan , alias tidak dapat ditagihkan kepada anggota keluarga yang lain. Yang justru dalam kenyataan, para debt col memintanya pada anggota keluarga yang lain. Ketiga, saya berharap bahwa POLRI akan menindak tegas premanisme semacam ini secara proaktif dan bukan berdasarkan laporan/delik aduan saja. karena bila kita lihat , sudah sejak dulu masyarakat diperlakukan seperti ini dan kita bisa bayangkan sudah berapa biliun uang rakyat diambil oleh debt col yang notabene adalah premanisme dan oknum bank., sehingga rakyatlah yang memperkaya debt col dan oknum bank itu. Mungkin ada beberapa kekurangan dari hasil investigasi saya ini, namun inilah semua yang saya dapatkan dari investigasi dilapangan selama 1 tahun. SEmoga bermanfaat buat POLRI dan dapat melindungi rakyat yang sudah susah hidupnya sehingga tidak diperas dan ditindas oleh para debt col dan oknum bank. Padahal uang itu tidak disetor ke bank , melainkan kepada oknum bank yang bisa mengeluarkan kwitansi resmi dari bank. dan surat lunas dari bank. Bahkan ada yang mengeluarkan kwitansi bodong alias palsu serta surat lunas buatan sendiri yang seolah2 dikeluarkan oleh bank. Sekian dan terima kasih. Dan semoga tidak ada pejabat yang membekingi para debt collector kartu kredit dan KTA. Demi menumpas penghisapan terhadap rakyat yang sudah tidak mampu.

(Menurut informasi dari seorang teman yang telah meneliti juga masalah debt collector dan pelanggaran undang-undang perbankan oleh bank-bank di Indonesia dan BI itu sendiri, jumlah perputaran uang kartu kredit adalah sebesar Rp. 162 triliun, dan yang macet tahun ini adalah 8% nya atau sekitar 15 triliun rupiah, yang ditagihkan melalui debt collector namun tidak disetorkan kepada bank namun ke kantung2 pribadi pejabat bank dan pejabat2 lain serta para debt collector itu sendiri. Bayangkan mereka ambil uang rakyat segitu banyak tuk mereka nikmatin dan sebenarnya mereka tidak berhak menerima uang itu) Kasus century belum ada apa2nya, makanya banyak pejabat yang jadi pembeking debt collector kartu kredit Pecat saja tuh pejabat. Sudah bukan zamannya cari uang dengan memeras rakyat dan membodohi rakyat . Kapan rakyat bisa makmur kalo begini, orang diperas terus…kayak zaman penjajahan aja…

Tulisan ini titipan teman

Eko Budiyanto, S.Sos.

Kriminolog -UI

***

Kenapa postingan di atas harus saya angkat kepermukaan?

Karena seolah ditantang oleh seseorang, sebutlah namanya ibu Melly, yang sedang melakukan konsultasi ke kami  yang terkait dengan Solusi Kartu Kredit, BI Checking dan Mediasi Perbankan.

Selengkapnya bunyi tantangan tersebut berbunyi sbb:

Bagaimana dgn isi web ini ?

http://endropedia.blogdetik.com/2011/03/02/jangan-bayar-kartu-kredit-jika-tidak-mampu-penting-gaan-buat-pemegang-cc/

point nomor brapa yang salah ?

***

Untuk menjawab tantangan tersebut saya membalas emailnya dengan isi email sebagai berikut:

1.Yang mengikat hubungan hukum antara bank dengan Nasabah adalah Perjanjian Kreditnya. Jadi ga usah terlalu jauhlah dengan membicarakan Undang-undang segala. Sepanjang isi perjanjiannya syah, sesuai kriteria-kriteria syahnya sebuah perjanjian itu sudah cukup sebagai alat bukti.

Misalnya, saya sepakat dengan seseorang, lalu dibuatkan semacam surat perjanjian. Karena satu dan lain hal salah satu pihak wanprestasi, itu sudah cukup sebagai alat bukti apabila permasalahannya harus diselesaikan secara hukum

Pertanyaan mendasar aja. Emang orang bank orang bodoh semua? mencairkan dana hingga trilyunan rupiah tanpa dasar hukum yang kuat? Dalam hal, pihak bank enggan menyelesaikan wan prestasi nasabah secara hukum hanya karena jumlahnya tidak terlalu material, prosesnya berkepanjangan sehingga bisa lebih besar pasak daripada tiang, dan yang paling penting adalah menjaga reputasi. Bayangkan kalau dalam satu bank ada 1000 nasabah yang macet, lalu mereka memperkarakan semua, tentu akan menghancurkan reputasi mereka secara terbuka. Maka itulah sedari awal sudah saya sebutkan, sebisa mungkin pihak bank tidak akan memperkarakan nasabahnya melallui pengadilan.

(dalam email-email sebelumnya, ibu Melly ini selalu mempertanyakan kenapa pihak Bank tidak membawa penyelesaian kredit KTA nya yang macet ke pengadilan)

2.Ngarang

3.Ngarang

4.Penjahat ada dimana-mana, jadi kalau nasabah yang salah, jangan banknya yang disalahkan.

5.Jawaban sama dengan jawaban no. 4.

6.Ngarang (Kalau saya bisa buktikan bahwa Perusahaan-perusahaan itu legal, dan ada perjanjian kerjasamanya dengan pihak Bank gimana?

7.Ngarang

8.Ada benarnya

9. Ada yang benar ada yang tidak benar sesuai hasil rangkuman point 1 - 8

Sebagai pihak yang netral, kalau ditanya pendapat saya mengenai manfaat artikel ini, akan lebih merugikan pihak nasabah. Sebab seolah-olah berpihak kepada nasabah, menurut saya malah menjerumuskan nasabah ke jurang yang lebih dalam. Sebab menelan bulat-bulat isi artikel ini, nasabah bisa merasa mendapat back up dan dasar kuat untuk tidak membayar utang. Lalu menganggap hutangnya sudah lunas padahal pada kenyataannya, Catatan hutangnya di bank akan selalu ada sampai kapanpun, sehingga akan menyulitkan posisinya kalau ingin mengajukan kembali pinjaman di bank, karena pernah punya history yang negatif, yang bisa dipantau oleh semua pihak bank melalui sistim informasi debitur yang sering disebut BI Checking.

Lagian agama memerintahkan bahwa hutang harus dibayar. Lalu kenapa ketika kita karena satu dan lain hal menjadi tidak mampu bayar lalu mencoba mengais-ngais pasal-pasal?

Sebagai aktivis advokasi nasabah melalui wadah Lembaga Bantuan Mediasi Nasabah  dan hasil-hasil yang sudah kami lakukan bisa dibaca di http://www.kompasiana.com/pulosiregar kami ingin menyarankan kepada pihak-pihak yang ingin membela nasabah, dibelalah dengan bukti nyata. Seperti kami. Yang saya posting itu hanya sebagian, karena masih banyak lagi. Tapi karena kasusnya sama, dan keterbatasan waktu utk melakukan posting, jadi hanya itu dulu yang bisa saya posting

Katakanlah misalnya dengan memperkarakan pihak bank yang menagih dengan cara-cara melanggar norma dan etika. Masih menagih-menagih nasabah yang nyata-nyata bisa dibuktikan bahwa yang ditagih tersebut sudah dicover asuransi (????) Kalau orang atau pihak yang seperti itu ada, saya siap mendukung 100 bahkan 1000 %, bila perlu saya sponsori biayanya semampu saya.

Dan saya kira ratusan ribu nasabah dalam sekejap bisa saya kerahkan untuk berada dibelakang, kalau memang nyata-nyata fakta itu ada.

Hayo, kalau ada pihak yang bisa melakukan itu hubungi kami via email: lembagabantuanmediasi@gmail.com

Terakhir, menyampaikan pendapat, pandangan dan membuat opini melalui artikel sah-sah saja. Tergantung kita mengambil mana yang bisa dimanfaatkan, mana yang tidak.

Demikian juga dengan pendapat saya ini, bisa diambil yang bermanfaatnya saja, kalau kurang bermanfaat boleh disingkirkan.

Pulo Siregar

***

Untuk menutup postingan ini, saya ingin mengutip alinea terakhir balasan email saya ke bu Melly tersebut yaitu bahwa menyampaikan pendapat, pandangan dan membuat opini melalui artikel sah-sah saja. Tergantung kita mengambil mana yang bisa dimanfaatkan, mana yang tidak.

Demikian juga dengan pendapat saya ini, bisa diambil yang bermanfaatnya saja, kalau kurang bermanfaat boleh disingkirkan.

***

Catatan:

  • Konsultasi tersebut kami lakukan via email. Dan email yang bernada tantangan ini merupakan salah salah satu email dari 26 email interaktif yangkami lakukan.
  • Banyak yang ikut terprovokasi atas bunyi artikel yang linknya sudah disebutkan tersebut. Yang bisa dilihat dari isi tulisan-tulisan pengirim komentar.
  • Sepertinya ibu Melly yang melakukan konsultasi via email dengan saya ini juga sudah ikut terprovokasi setelah membaca artikel tersebut. Hal yang bisa dilihat dari bahasa pertanyaannya. Silakan disimak.
  • Saya sangat mengkhawatirkan calon-calon korban yang tertarik dengan ajakan yang dalam artikel disebut bernama Sutinah, denganajakannya yang berbunyi (saya copy paste dari artikel tersebut):

kami siap melayani anda yg mempunyai kartu kredit atau kta hanya bayar 15% dari tagihan terakhir, nantinya bisa kami bantu untuk di bebas bayarkan untuk setiap bulannya tdk ada lagi pembayaran atau cicilan kepada pihak bank,karna kami langsung dari LBH langsung berurusan dengan pihak pertama yaitu card centrenya langsung bukan berurusan dengan pihak ke 2 yaitu bank atau pula pihak kami bukan berurusan dengan pihak keyi 3 yaitu agency ataupun depcolector

hub : sutinxx : 081281539xxx

(????)

 ***

Ingin melakukan klarifikasi atau konfirmasi mengenai yang terkait dengan tulisan ini?   bisa dihubungi melalui:

SMS/Whatsapp : 081139000996

Email : lembagabantuanmediasi@gmail.com


 ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun