Mohon tunggu...
Pulo Siregar
Pulo Siregar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Advokasi Nasabah

Pegiat Advokasi Nasabah melalui wadah Lembaga Bantuan Mediasi Nasabah (LBMN). Pernah bekerja di Bank selama kurang lebih 15 tahun. Penulis buku BEBASKAN UTANGMU. Melayani Konsultasi/Advokasi Nasabah. WA: 081139000996 Email: lembagabantuanmediasi@gmail.com Website: www.medianasabah.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kami Dibilang "Pengacara Jalanan"

8 Oktober 2011   17:59 Diperbarui: 27 November 2024   15:56 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ketika menjalankan kegiatan (Advokasi Nasabah) kami membantu nasabah untuk  melakukan hal-hal yang dikuasakan kepada kami, tak jarang  kami mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan.

Seperti misalnya, malah kami yang dikejar-kejar oleh pihak Bank. Maksudnya dihubungi terus melalui Handphone. Perlakuannya kadang bisa hampir sama dengan nasabah yang sebenarnya. Kadang juga disuruh bantu untuk membayar.

Hal itu bisa terjadi apabila misalnya tidak ada titik temu antara pihak bank dengan nasabah yang meminta kami untuk bernegosiasi dengan pihak bank tersebut, sementara identitas dan nomor telepon atau handphone kami telah mereka catat pada saat menghadap pihak bank.

***

Selain teror dari petugas bank seperti yang diceritakan tersebut, kami juga sering mendapat semacam teror (kalau bisa dibilang seperti itu, tepatnya mungkin semacam tekanan psikologis) dari penyedia jasa yang menjanjikan bisa bantu urus penyelesaian masalah nasabah dengan pihak Bank.

 Seperti salah satu contohnya, ketika salah seorang rekan saya, yang entah bagaimana ceritanya, saat mendampingi nasabah melakukan penyetoran ke teller bank setelah terdapat kata sepakat tentang penyelesaian kewajibannya, ada yang menginterogasi rekan saya tersebut seperti menanyakan ijin dan semacamnya, bahkan mengeluarkan ancaman akan mengadukan ke pihak berwajib.

Sempat keder  juga rekan saya tersebut ketika itu. Termasuk nasabah yang dibantu urus. Bahkan hampir terjadi pembatalan penyetoran. Untungnya pada saat itu mereka langsung melakukan komunikasi dengan saya, dan menuruti instruksi saya untuk tetap melakukan penyetoran, sehingga segala sesuatunya bisa berjalan sebagaimana mestinya. Penyetoran langsung dilakukan, lalu tak sampai sejam menunggu Surat Keterangan Lunas sudah ada ditangan nasabah tersebut.

Entah kemana jadinya oknum yang mencoba-coba melakukan gertak sambal tersebut. Sebab semenjak rekan saya itu memberi nomor hp saya untuk dihubungi, tapi tidak pernah menghubungi saya.

Padahal, pada umumnya justeru karena tidak ada penyelesaiannya makanya nasabah-nasabah yang terlanjur menggunakan jasa mereka tersebut, mengalihkan permintaan bantuannya kepada kami. Meskipun mereka harus rela mengorbankan uang muka pengurusan yang terlanjur dibayarkan dari total biaya pengurusan yang dari berbagai sumber kami dengar rata-rata 10 % dari total total kewajiban nasabah, yang bahan acuannya dilihat dari biling terakhir. 

Ada juga nasabah yang dibentak-bentak ketika mencoba membatalkan surat kuasa yang pernah dibuatkan, meski sudah dijelaskan alasan pertimbangannya yang semenjak diberi kuasa tidak ada gambaran bisa selesai atau tidaknya. Termasuk menjawab kepastian kapan bisa selesainya apabila misalnya tetap menggunakan jasa mereka. Dilain pihak, pihak bank masih tetap menagih terus, demikian juga dengan pertumbuhan kewajiban yang semakin lama semakin menggunung.

***

Yang paling konyolnya adalah, mengenai perlakuan petugas bank yang menerima kami ketika menghadap mewakili Nasabah.

Seperti contohnya beberapa hari yang lalu. Ketika itu salah seorang rekan saya menjalankan kegiatan (advokasi nasabah) seperti  yang saya sebutkan tadi  mewakili nasabah untuk melakukan pembicaraan dengan pihak bank untuk mencari solusi yang terbaik mengenai penyelesaian kewajibannya akibat kesulitan keuangan yang sedang dihadapinya.

Tapi apa lacur, yang didapat adalah hardikan dan bentakan dari petugas banknya. Kamu siapa?

“Pengacara Jalanan?”

 “Harusnya saya tidak terima kamu” 

Dan kata-kata membentak  lainnya.

Entah apa yang dimaksud dengan pengacara jalanan itu. Padahal begitu jelas dalam Surat Kuasa disebutkan pekerjaannya sebagai Mahasiswa. Memang benar  rekan saya yang saya suruh menggantikan saya tersebut karena saya berhalangan,  masih berstatus Mahasiswa. Dan tak secuilpun ada terdapat symbol atau profil yang menyangkut professi Pengacara yang ditunjukkan oleh rekan saya tersebut.

Sudah itu, sudah jelas tertulis maksud dan tujuan pemberian kuasa kepada penerima kuasa, demikian juga dengan  informasi domisili  yang jauh dari  Jakarta, masih tega menyakan “Kenapa Nasabahnya tidak datang sendiri?”

 

Petugas Bank tersebut berinisial J berkantor di salah satu Plaza Tower dibilangan Jl. MH Thamrin Jakarta Pusat.

***

Mengenai oknum yang mencoba melakukan gertak sambal tadi, hanya untuk sharing saja. Karena  saya tak habis pikir, kenapa masih ada yang tega mengutip uang dari nasabah yang sedang dilanda kesulitan keuangan. Padahal justeru karena kesulitan keuangan itulah  mereka menjadi bermasalah dengan bank. Apalagi yang dikutip itu  bisa lumayan besar. Antara 5 sampai 10 jutaan. 

Nasabah memang bisa tergiur. Kalau hanya dengan uang sebesar itu, bisa menyelesaikan total kewajibannya yang jauh lebih besar kenapa tidak dilakukan?

Celakanya, dari beberapa contoh kasus yang saya amati, tidak pernah ada semacam sanksi kepada penyedia jasa tersebut, apabila misalnya ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, termasuk pula misalnya batas waktu penyelesaiannya sampai kapan. 

Enak benar ya? Sudah terima uang tapi tidak ada sanski apapun, apabila ternyata target yang diinginkan nasabah tidak ada hasilnya.

Oleh karena itulah mungkin mereka tetap tenang-tenang saja, hanya cukup memberi harapan,harapan dan harapan, mencoba menyalah-nyalahkan pihak bank, sementara hasil yang diinginkan nasabah NIHIL.

 Lalu mengenai model petugas bank berinisial J yang berkantor dibilangan Jl. MH Thamrin Jakarta Pusat yang saya sebutkan tadi. Saya hanya bisa sedih melihat petugas model seperti itu. Bukannya menyambut baik masih ada yang bersedia menjembatani komunikasi antara kedua belah pihak.

Asal tau saja. Banyak nasabah (khususnya yang sedang mengalami kesulitan keuangan lalu pembayaran kewajibannya menjadi tersendat) yang akhirnya enggan datang ke bank karena mereka sudah tau hanya akan menjadi pesakitan yang akan dibentak-bentak oleh petugas Bank. Kalau akhirnya bisa mengakomodir permintaan nasabah masih bisa diterima. Tetapi rata-rata tetap memaksakan kehendak mereka. Jadi untuk apa datang? Apalagi rata-rata sebelumnya mereka sudah diberlakukan sebagai sampah melalui telepon.

Lalu, kalau mereka merasa masih tetap punya itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya, dan mencoba mengutus perwakilannya untuk melakukan perundingan. Kenapa lagi harus dibentak-bentak? 

Asal tau lagi juga, dengan cara-cara seperti itu bukannya menyelesaikan persoalan. Malah akan membuat nasabah itu menjadi berontak.

 

Sebenarnya, yang saya sedihkan bukan hanya itu. Dari tata cara dan perlakukannya kepada rekan saya tersebut dapat  diindikasikan  ketidak mengertiannya  mengenai Peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan Kuasa/Perwakilan Nasabah.

Katakanlah di dua Peraturan Bank Indonesia Peraturan Bank Indoensia No.: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan. 

Pada Bab I ayat  3 di kedua peraturan tersebut jelas disebutkan :

Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:

1.  Dst.

2.  Dst.

3. Perwakilan Nasabah adalah perseorangan, lembaga dan atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas nama Nasabah dengan berdasarkan surat kuasa khusus dari Nasabah

 

Artinya bahwa Perwakilan Nasabah itu ada. Bisa perorangan, lembaga atau badan hukum.

Mungkin  sebelum mengeluarkan Peraturan ini Bank Indonesia telah mengantisipasi apabila ada nasabah yang menginginkan menunjuk perwakilannya untuk berhubungan dengan pihak bank untuk membicarakan hal-hal yang sesuai dengan yang dituangkan dalam surat kuasa. Karena bisa saja misalnya nasabahnya sibuk. Domisili relatif jauh dengan Bank yang dituju. Tidak terlalu mengerti dengan hitung-hitungan Bank. Trauma dengan Petugas atau debt collector Bank. Dan yang lainnya-lainnya yang membuat nasabah lebih memilih untuk menunjuk perwakilannya daripada datang sendiri ke bank.

Jadi menurut saya sangat memalukan apabila ada petugas bank menanyakan apalagi dengan nada membentak Kamu siapa?” “Pengacara jalanan?” “Harusnya saya tidak terima kamu” seperti yang disebutkan tadi.

 

Timbul pertanyaan. Apakah cara-cara seperti itu merupakan kebijakan management di Bank tersebut? Atau pihak managemen tidak melakukan sosialisasi Peraturan-peraturan Bank Indonesia khususnya yang menyinggung soal posisi Kuasa/Perwakilan Nasabah?

Kalau itu yang terjadi, berarti merupakan pelanggaran atau paling tidak pengabaian terhadap Peraturan Bank Indonesia. Bank Indonesia perlu menginvestigasi managemen bank yang seperti itu.

Dengan Bank Indonesia sendiri, kadang adakalanya kami tiap hari datang kesana untuk mengurus kepentingan nasabah  untuk melakukan  BI Checking  untuk dan atas nama nasabah misalnya, sampai sejauh ini  tidak pernah ada masalah. Malah selalu melayani kami dengan baik. 

***

Seperti yang saya bilang tadi, tulisan ini hanya untuk sharing saja. Sharing  mengenai suka duka menjalankan kegiatan   kami dalam membantu nasabah menyelesaikan masalahnya. 

Tidak ada tendensi apa-apa. Hal yang dapat dilihat dari tidak dicantumkannya nama lengkap petugas yang bersangkutan, demikian juga dengan nama Banknya.

Hanya mungkin, mengenai Perwakilan Nasabah itu. Supaya yang belum mengetahui bisa mengetahui.

Termasuk juga mengenai penggunaan penyedia jasa yang mengaku-ngaku bisa membantu menyelesaikan masalahnya dengan bank. Supaya dalam membuat perjanjian, tetapkan batas waktu. Demikian juga dengan sanksi apabila ternyata hasilnya tidak sesuai harapan. Kalau ada yang berani tidak menerima pembayaran dulu sebelum ada hasilnya, lebih baik memilih yang seperti itu. Tapi kalau sudah berupaya meminta pembayaran dulu sebelum ada hasilnya, sepertinya itu meragukan. Lebih baik jangan diteruskan.

***


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun