Belum lama ini, seorang ibu-ibu menyampaikan permasalahan BI Checking yang menimpanya kepada saya.Â
Ceritanya, dia sudah beberapa kali ditolak oleh bank ketika mengajukan KPR, kartu kredit / kta / personal loan atau yang sejenisnya. Ketika dicoba menanyakan alasan penolakan, informasinya adalah terhambat oleh masalah BI Checking.Â
Namun karena informasi yang didapat mengenai BI Checking tersebut kurang lugas, itulah alasannya untuk menanyakan lebih lanjut ke saya.Â
Singkat cerita, setelah mendengar penuturan ibu tersebut tentang yang pernah mengalami kredit macet dari jenis kartu kredit, saya langsung tiba pada kesimpulan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam penyelesaiannya. Dan kalau mendengar secara sepihak dari ibu tersebut, bisa dikatakan banknya yang lalai dalam melakukan update datanya dalam Sistim Informasi Debitu (SID).Â
Akan tetapi karena penuturan tersebut tidak disertai dengan bukti, memaksa saya untuk tidak terlalu percaya. Sebab biasanya kalau berhadapan dengan pihak bank, kalau tidak didukung oleh bukti, posisi kita sangat lemah.Â
Menurut ibu itu, dulu sekitar 6 tahun yang lalu dia punya kartu kredit macet di Bank BNI. Limitnya waktu itu 3 juta. Limit tersebut sudah terpakai semua dan langsung macet karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang menggembirakan.Â
Namun sekitar 2 tahun yang lalu, dia melalui orang tuanya telah melakukan negosiasi. Kesepakatan waktu itu, dari total kewajiban yang sudah mulai menggunung disepakati cukup membayar 4 juta dengan cara uang muka 2 juta, sisanya diangsur sebesar 100 ribu per bulan sampai lunas. Untungnya bukti pembayaran yang 2 juta masih ada.Â
Namun bukti-bukti cicilan yang 100 ribu tiap bulan hanya ada 3 lembar. Selainnya katanya tersecer. Namun dia meyakinkan saya dia sudah bayar full dan pembayarannya dilakukan langsung ke bank via transfer sehingga dia sangat yakin dananya masuk efektif ke pihak bank.Â
Bukan ke pihak lain seperti Debt Collector misalnya yang ada kalanya uangnya malah ditilep. Namun demikian katanya, kalau misalnya ada yang kurang 1,2 atau hingga 3 sampai 5 angsuran yang belum masuk, ibu itu siap untuk membayarnya, yang penting permasalahannya selesai.
***
Karena saya baru pertama kali berurusan untuk hal seperti ini di bank BNI, saya belum tahu persis prosedurnya bagaimana. Kalau di bank lainnya saya sudah sering berurusan jadi sudah tahu alurnya bagaimana.Â
Kalau di tempat lain biasanya pada saat kita datang, mereka lalu mengadministrasikan, lalu dipanggil sesuai urutan. Tapi kalau yang ini beda.Â
Waktu itu yang melayani adalah petugas security (Satpam). Tak masalah sebenarnya. Karena di beberapa tempat juga ada yang seperti itu. Namun yang membedakan adalah kalau di tempat lain Satpam tersebut hanya mengatur urutan dan menanyakan informasi awal yang diperlukan, untuk selanjutnya kita akan berhadapan dengan petugas yang ditunjuk. Kalau yang ini, dia sendiri yang kasak kusuk.Â
Setelah mencatat data awal yang ditanyakan dan diteruskan ke dalam, hampir 1 jam menunggu tidak ada pergerakan. Padahal saya lihat yang berurusan hanya saya. Tidak ada yang lain.Â
Karena jam memang sudah menunjukkan pukul tiga siang. Kalau banyak gak masalah. Mungkin nunggu giliran. Ini tidak ada yang menunggu giliran. Karena terlalu lama, saya mencoba complain ke security tersebut yang langsung direspons dengan masuk lagi kedalam.Â
Akan tetapi, setelah didalam, ada hampir setengah jam dia tidak keluar-keluar. Hampir kesal juga saya jadinya. Tapi saya masih tetap coba untuk menahan sabar. Celakanya, kesabaran itu tidak mendapat ganjaran yang menggembirakan, malah informasi yang mengejutkan. Karena si security tadi menunjukkan catatan mengenai total kewajiban atas nama ibu yang meminta saya untuk bantu urus tersebut sebesar dua puluhan juta rupiah. Lalu menyampaikan kalau langsung melunasi bisa hanya 5 jutaan rupiah.Â
Tanpa bermaksud merendahkan posisi si Security tersebut, sayapun memintanya untuk tidak meneruskan penjelasannya. Saya minta untuk bertemu dengan pejabat yang punya kompetensi dibidangnya permasalahan yang mau saya selesaikan. Bukan dengan dia, yang saya tau tugasnya untuk pegamanan. Dan saya tau Bank itu adalah Bank Besar dan punya Sumber Daya Manusia yang lebih dari cukup, sehingga tidak sewajarnya membebankan pekerjaan yang tidak sesuai bidangnya dilimpahkan ke dia.Â
Sebaliknya, kalau saya mau menuntut saya merasa dilecehkan. Karena sebagai nasabah tidak mendapat pelayanan yang sebagaimana mestinya. Namun sekali lagi saya masih mencoba untuk menyesuaikan. Hanya, permasalahannya ketika permintaan saya untuk bertemu dengan pejabat yang berkompeten tidak mendapat respons yang positif dari security tersebut. Dengan alasan bahwa prosedur di Bank tersebut adalah seperti itu.Â
Tak ayal lagi mendengar jawaban seperti itu membuat saya berang. Karena saya pikir kalau cara-cara biasa tidak akan mampan, dengan nada tinggi saya mengatakan ingin menemui pejabatnya yang berkompeten. Siapa orangnya dan dimana ruangannya. Mungkin karena mendengar suara ribut-ribut itu, salah seorang yang sepertinya karyawan bank tersebut, entah namanya siapa, pejabat atau bukan langsung menghampiri dan menanyakan permasalahannya. Sayapun menjelaskan sesuai apa adanya termasuk tujuan saya untuk apa.
 Lalu si Petugas tersebut meminjam bukti-bukti yang ada pada saya tersebut untuk dicek dulu kondisi yang sebenarnya. Tak kurang dari sepuluh menit, si petugas tadi sudah kembali menemui saya dan menyampaikan informasi, dengan informasi yang sesuai dengan cerita ibu yang meminta bantuan saya tersebut. Lalu meminta saya untuk berkenaan menunggu sekitar lima belas untuk mempersiapkan surat keterangan lunasnya. Informasi tersebut tentu saja membuat saya lega. Ditengah sebelumnya ada informasi yang mengharuskan untuk membayar sebesar 4 jutaan.
**
Benar, sekitar lima belas menit kemudian, si Petugas tadi keluar lagi dengan membawa Surat Keterangan Lunas bahkan ditambah lagi surat tambahan semacam permohonan maaf, karena mereka telah lalai melakukan tugasnya yang tidak mengupdate datanya ketika sudah menerima pembayaran terakhir untuk lunas, membuat nasabah menjadi terhambat mendapatkan fasilitas pinjaman karena ketika di BI Checking, karena data di BI Checkingnya masih memperlihatkan adanya tunggakan yang belum selesai. Mungkin mereka sadar, kalau masalah ini dipermasalahkan, reputasi Bank itu bisa langsung jelek. Apalagi sudah berjalan hampir 2 tahun lebih. Ditambah lagi pelayanannya seperti itu.
***
Alhasil, setelah melihat adanya Surat Keterangan Lunas yang saya tunjukkan ke si Ibu yang menggunakan jasa kami tersebut, alangkah senangnya dia. Apalagi tidak harus ada pembayaran lagi ke Bank tersebut. Padahal dia sendiri sudah mengalokasikan dana sekitar 500 ribuan kalau memang harus terpaksa membayar lagi. Dan apalagi mendengar cerita saya ketika hampir ada permasalahan baru dalam proses penyelesaiannya, membuat ibu itu semakin salut. Dia malah sempat mengatakan, entah bagaimana jadinya kalau dia sendiri yang maju.
***
 Pesan yang ingin saya sampaikan yang terkait dengan tulisan ini adalah :
- Meskipun posisi kita hanya sebagai Nasabah, kita punya hak untuk mendapat pelayanan yang sebaik-baiknya. Mendapat perlakuan yang tidak sesuai, kita berhak complain. Dalam hal ini kita bisa mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang Pengaduan Nasabah.
- Meskipun sudah disebutkan pada tulisan sebelumnya, namun karena masih relevan, kalau tidak sempat, atau kurang percaya diri untuk menghadapi pihak bank untuk bernegosiasi atau melakukan komplain, wakilkan atau kuasakan kepada yang anda bisa percaya. Dengan catatan penerima kuasa upayakan yang bersedia tidak memungut bayaran dulu sebelum urusan selesai.
- Ada kalanya pihak bank belum meng update data nasabah (khususnya yang sempat bermasalah) yang mengakibatkan penolakan, kalau sedang mengajukan pinjaman. Oleh karena itu, kalau pernah mengalami hal yang sama, coba lakukan bi checking sendiri, untuk memastikan datanya sudah di up date oleh bank tersebut. Menggenai cara bi cheking sendiri dapat meminta bantuan kami untuk menjelaskannya baik langsung, maupun via sms atau email.
***
Bagi yang ingin konsul atau  dibantu menyelesaikan contoh kasus seperti ini bisa menghubungi kami via WA di nomor 081139000996
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H