Mohon tunggu...
Pulo Siregar
Pulo Siregar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Advokasi Nasabah

Pegiat Advokasi Nasabah melalui wadah Lembaga Bantuan Mediasi Nasabah (LBMN). Pernah bekerja di Bank selama kurang lebih 15 tahun. Penulis buku BEBASKAN UTANGMU. Melayani Konsultasi/Advokasi Nasabah. WA: 081139000996 Email: lembagabantuanmediasi@gmail.com Website: www.medianasabah.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BI Checking Tidak Valid Nasabah Menangkan Gugatan Rp. 1 Milyar

17 Oktober 2014   07:56 Diperbarui: 15 November 2024   22:06 10142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Khabar gembira bagi para nasabah Bank seluruh Indonesia. 

Di salah satu sudut kota di Sulawesi Utara sana ada salah seorang Nasabah yang mengugat Banknya dan Pengadilan  memenangkan gugatannya tersebut. Pengadilan menghukum Banknya tersebut dengan berbagai hukuman termasuk ganti rugi immaterial sebesar Rp. 1 Milyar. 

Pasalnya, pihak Banknya tersebut lalai atau alpa melaksanakan tugas sebagimana yang mereka sepakati, yang membuat history BI Checkingnya menjadi bermasalah, yang lalu mengakibatkan pengajuan KPR nya ditolak oleh pihak Bank tempat dia mengajukan kredit KPR.

Informasi valid tersebut saya dapatkan dari Berita DetikNews.comyang tayang pada hariRabu, tanggal20 Agustus 2014pukul 10:04 WIB, yang diberi judul Masukkan Debitur Sehat ke Daftar Hitam BI, Bank Sulut Dihukum Rp 1 Miliar

Informasi selengkapnyamengenaiberita tersebut adalah sebagaimana berikut ini:


Bank Sulut dihukum Mahkamah Agung (MA) untuk meminta maaf di media massa atau membayar denda Rp 1 miliar kepada debitur A Simanjuntak. Sebab Bank Sulut memasukkan nama A Simanjuntak ke daftar hitam Bank Indonesia, padahal A Simanjuntak debitur sehat.

A Simanjuntak dan istrinya, Sjultje Raturandang merupakan nasabah Bank Mandiri. Selain itu, sebagai PNS, Sjultje juga nasabah Bank Sulut karena gajinya disalurkan lewat Bank Sulut. Keduanya mengajukan KPR ke Bank Mandiri pada 25 September 2006 dan permohonan kredit lancar sehingga rumah tersebut ditempati keduanya.

Masalah mulai timbul saat A Simanjuntak akan merenovasi rumah tersebut pada Maret 2010. Sebab saat mengajukan penambahan kredit (top up) ke Bank Mandiri, permohonannya ditolak Bank Mandiri. Dalam pemberitahuannya, Bank Mandiri menolak atas informasi dari BI jika dirinya masuk daftar hitam.

A Simanjuntak pun kaget. Lantas ditelusurilah mengapa dia mendapat black list tersebut. Selidik punya selidik, Bank Sulut melakukan kesalahan yaitu pembayaran angsuran pertama pada September 2008 belum dipotong dari gaji Sjultje. Padahal setelah angsuran pertama, pemotongan gaji berjalan mulus.

Atas hal itu, A Simanjuntak tidak terima dan meminta Bank Sulut memutihkan lagi namanya. Tapi karena cara kekeluargaan menemui jalan buntu, A Simanjuntak pun mengajukan gugatan ke pengadilan.

Dalam gugutannya, A Simanjuntak menggugat Bank Sulut sebesar Rp 150 juta dan permohonan maaf di media massa. Gayung bersambut. Pengadilan Negeri (PN) Manado mengabulkan permohonan dengan amar menghukum tergugat (Bank) Sulut untuk memuat permohonan maaf kepada penggugat selama 7 hari berturut-turut atau pengganti kerugian immateril Rp 1 miliar. Media tersebut yaitu Harian Manado Post, Harian Komentar, Harian Tribun Sulurm Harian Media Sulut, Harian Tribun Manado dan Harian Posko.

Selain itu, Bank Sulut juga diwajibkan memulihkan nama baik A Simanjuntak di Bank Indonesia. Putusan itu lalu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Manado pada 20 April 2012.

***

Khabar gembira buat para Nasabah, tapi sebaliknya menjadi warning juga untuk seluruh Perbankan.

Selain pihak Bank, Leasing, Penerbit Kartu Kredit dan pelaku usaha lainnya juga. Khususnya yang telah menjadi angota Sistim Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia.

Sebab dengan adanya Yurispendensi ini, bisa mendorong para nasabah yangmengalami hal yang sama atau kurang lebih sama akan melakukan hal yang sama yaitu menggugat ke pengadilan. Apalagi hasilnya relatif menggiurkan seperti contoh kasus di atas. 1 Milyar.

Kalau mau ditelusuri pasti banyak kasus-kasus yang sama atau hampir lebih sama dialami oleh Nasabah-nasabah yang lain. Yang sharing ke penulis saja ada paling tidak 3 contoh kasus. Itu baru hasil sharing yang baru-baru ini saja. Belum yang sudah lama atau beberapa tahun sebelumnya. Sehingga kalau misalnya penulis mau memprovokasi mereka, Bank-bank yang terkait akan menjadi sasaran empuk.

***

Terkait dengan ketidak validan ini, dari pengamatan penulis, yang bersumber dari hasil sharing ke penulis sebagaimana yang penulis sebutkan di atas, terdapat beberapa contoh-contoh kasus yang rawan menjadi penyebab SID BI Checking menjadi tidak valid. Antara lain:

1.Pelunasan kredit macet.

Dalam contoh kasus seperti ini, Kredit macet sudah dilunasi Nasabah dan Surat Lunas sudah diterima. Tapi SID BI Checkingnya tidak di up date oleh bank yang bersangkutan yang menyebabkan history SID BI Checkingnya masih tetap data lama. Ketahuannya itu adalah ketika Nasabah mengajukan pinjaman lalu pihak Bank calon pemberi pinjaman menolaknya dengan alasan bahwa dari hasil BI Cheking menunjukkan masih ada kredit macet yang belum diselesaikan dan menyuruh supaya diselesaikan terlebih dahulu.

Untuk contoh-contoh kasus seperti ini lebih sering terjadi pada Kartu Kredit/KTA Macet. Kredit Otomotif atau Kredit Elektronik juga.

2.Kurangnya Kordinasi antara Bank dengan Grup/Unit/Mitra kerjanya.

Hal yang kurang lebih sama dengan contoh kasus di atas, tapi penyebabnya adalah yaitu kurangnya kordinasi antara Bank dengan grup, Unit atau mitra kerjanya.Contohnya seperti leasing yang merupakan grup Bank. Leasing sudah menerima pelunasan, tapi kemungkinan laporannya tidak ada ke Bank yang bersangkutan,atau apapun alasannyayang jelas di History SID BI Checkingnya belum menunjukkan informasiLUNAS, padahal sudah dilunasi.

Hal yang tambah menyakitkan adalah terkadang Nasabah malah menjadi korban lempar sana lempar sini. Bank menyuruh Nasabah utk complain ke Grup/Unit/Mitra kerjanya. Sementara Grup/Unit/Mitra kerja Bank menyuruh complain ke banknya.

3.Transaksi-transaksi yang tanpa sepengetahuan atau disadari Nasabah.

Contoh-contoh kasus seperti ini sering terjadi pada Kartu Kredit. Seperti kartu Kredit tidak diterima oleh Nasabah, tapi ada pembebanan iuran tahunan, akkumulasi bunga, denda, dan atau yang lainnya. 

Yang sangat menyakitkannya, kadang hanya karena yang jumlahnya sekian ratus ribu bisa menyebabkan pengajuan kredit ditolak dengan alasan tidak lolos BI Checking. Padahal syarat-syarat lain memenuhi.

4.Instruksi Nasabah yang tidak dilaksanakan oleh pihak bank.

Contoh kasus seperti ini kurang lebih mirip dengan contoh kasus Bpk. A. Simanjuntak yang di Sulawesi Utara di atas.

Di bank ada sejenis produk berupa Memo Instruksi Nasabah (standing Instruction). Kalau misalnya dalam Memo Instruski nasabah tersebut contohnya berisi instruksi supaya mendebet rekening tabungannya untuk mengangsur pinjamannya, tentu kalau terjadi masalah di angsuran, pihak banknya yang salah. Kemungkinan personilnya lupa, lalai atau alpa melaksanakan tugasnya mendebet rekening Tabungan Nasabah untuk dikompensasikan dengan Angsuran Kreditnya.Pihak bank harus bertanggungjawab, karena pada saat pembuatan standing instruction telah ada syarat-syarat yang ditentukan pihak bank sudah dipenuhi Nasabah.

***

Akibat dari contoh-contoh kasus tersebut di atas, sering juga menimbulkan kasus turunan sepertiyang berikut ini.

  • Pihak bank atau mungkin lebih tepatnya disebut oknumnya, malah menyalahkan pihak Bank Indonesia dengan mengatakan kepada nasabahnya bahwa silakan compalain ke bank Indonesia karena itu kesalahan Bank Indonesia.  Pihak Bank Indonesia dan atau Sistemnya.  Menurut penulis, oknum ini asal bunyi. Karena pihak Bank Indonesia hanya fasilitator. Seluruh output yang keluar dari fasilitas tersebut adalah hasil inputan dari bank Pelapor.Bagaimana kalau ucapan oknum tersebut sampai terdengar ke telinga pihak Bank Indonesia?  Mungkin mau cari selamat malah bahaya yang lebih besar bisa mengancam.
  • Pihak bank (oknum) kadang hanya memberi solusi dengan menawarkan membuat semacam surat keterangan tambahan. Dan Nasabah mau menerimanya, hanya karena upaya-upaya pihak bank yang sedemikian rupa seolah memastikan bahwa pihak bank lain akan bisa mengerti/memahami atau memaklumi dengan adanya surat keterangan tambahan tersebut. Padahal dalam prakteknya tidak. Karena pihak Bank calon pemberi Pinjaman lebih mengacu kepada hasil print out BI Checking. Acuan yang lebih valid. Karena langsung berupa output produk sistem yang dikelola Bank Indonesia. Kalau mengenai surat lunas atau surat-surat lainnya bisa saja tidak valid karena palsu misalnya.Kalau output produk sistem yang pengawasannya sangat sangat ketat tidak mungkin palsu. Akhirnya jadilah dia mengalami penolakan secara terus menerus karena selama tidak ada koreksi di SID, tampilannya akan sama selamanya. Kasihan.
  • Pihak Bank biasanya akan berupaya bertahan. Meskipun mereka menyadari kesalahan ada di pihak mereka. Karena mereka yakin Nasabah tidak akan berdaya dan mereka adalah tembok raksasa yang tidak mungkin bisa digedor oleh Nasabah kecil. Contoh seperti inilah yang coba dilakukan oleh Bank SULUT di atas.

***

Nah. Sekali lagi, contoh kasus Bank SULUT ini menjadi salah satu referensi kepada nasabah yang ingin memperjuangkan haknya. Sebaliknya warning bagi pihak Bank/Leasing/Penerbit Kartu Kredit/Pelaku usaha lainnya yang sudah menjadi anggota SID Bank Indonesia. Contoh hukumannya sudah tau. Seperti contoh kasus di atas. Dan tentuitu belum hukuman dari Bank Indonesia sendiri yang bisa berupa sanksi denda, terutama penurunan tingkat kesehatan.

Contoh-contoh kasus yang rawan menjadi penyebab ketidakvalidan history SID BI Checking yang penulis sebutkan di atas kiranya dapat menjadi masukan kecil bagi  pengelola Bank/Leasing/Penerbit kartu Kredit/pelaku Usaha yang menjadi anggota SID Bank Indonesia untuk lebih memperhatikan lagi hal-hal tersebut supaya terhidar dari permasalahan yang sama dengan contoh kasus Bank SULUT di atas.Meskipun pada dasarnya Nasabah tidak butuh hasil kemenangan gugatan semacam itu, yang penting bagi mereka adalah history BI Checking mereka valid sebagaimana adanya sehingga tidak mengalami kesulitan apabila berhubugan dengan Bank untuk urusan pinjam meminjam kapan diperlukan.

***

Oh ya. Diatas, penulis menyebut-nyebut kata hasil sharing.

Jadi, selain menulis beberapa artikel yang terkait dengan BI Checking di Kompasiana kita yang tercinta ini Penulis juga mengelola Blog BI CHECKING.com dan oleh karena itulah  penulis sering diminta pendapat/konsultasi/sharing untuk hal-hal yang terkait dengan BI Checking. Dari hasil minta pendapat/konsultasi/sharing itulah penulis rangkum contoh-contoh kasusnya. Jadi bukan bersumber dari hasil dari dengar sana dengar sini. Tapi langsung  dari “korban” sendiri. Bukti komunikasi via emailnya ada.

***

Konsultasi Gratis mengenai BI Checking bisa menghubungi penulis melalui:

Whatsapp :  081139000996

Email : lembagabantuanmediasi@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun