Mohon tunggu...
Ina Widyaningsih
Ina Widyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Staf TU SMPN 3 Pasawahan

Penyair Pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Seorang Ibu Menganiaya Ketiga Anaknya, Dilema Cinta dan Dosa

22 Maret 2022   14:16 Diperbarui: 22 Maret 2022   14:21 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar berita viral ini membuat bulu roma berdiri. Entah berapa banyak rasa yang berkecamuk dalam dada. Sedih, marah, benci, ataupun merasa iba, semua bercampur jadi satu. Sungguh masa ini penuh dengan ujian dan bencana. 

Seorang ibu menganiaya ketiga anaknya, apa yang ada dalam pikirannya?!

Tentunya banyak pembelajaran dari sini yang bisa diambil. Di sinilah sangat pentingnya untuk menjaga harmonisasi pikiran dan hati, logika dan rasa.

Seekor harimau pun masih bisa melindungi anaknya, yang nyata-nyata tanpa dikaruniai otak  oleh Sang Pencipta. Ada apa dengan mereka? Insting yang kuat mungkin ada pada makhluk Tuhan itu.

Lantas, ada apa dengan ibu ini?

Kunti Utami, seorang ibu yang ketahuan menggorok ketiga anaknya. Satu anak tewas dengan luka sayatan di lehernya, kedua anak yang lainnya dilarikan ke rumah sakit. Peristiwa ini terjadi di Brebes, Jawa Tengah.

Setelah ditangkap polisi, Kasat Reskrim Polres Brebes, AKP Syuaib Abdullah mengatakan polisi akan memeriksa kejiwaan pelaku karena diduga mengalami depresi. Malang nian nasibmu, Bu Kunti.

Entah apa yang dirasakannya hingga mengambil keputusan seberat itu. Dan mungkin juga keputusan tersebut diambilnya karena sama berat dengan beban yang dipikulnya. Apapun alasannya ini adalah sebuah dilema antara cinta dan dosa.

Segala sesuatu yang terlalu itu memang sangatlah kurang baik.

Terlalu cinta, mungkin demikian yang dirasakan oleh Bu Kunti yang sangat menyayangi ketiga anaknya. Cinta itupun menjadi buta sehingga semua berubah menjadi sebuah dosa. Hanya dia yang tahu alasan yang sesungguhnya mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Mungkin Bu Kunti tak mampu mengutarakan apa yang menjadi kesulitannya kepada siapapun hingga membenamnya sendiri dalam hati. Sampailah di puncak kelelahan yang membuatnya sesak karena tak kuat menahan beban kesulitannya. Entahlah!

Kita hanya bisa mengira ini dan itu tentangnya. Bersikaplah bijak untuk menyikapi peristiwa ini. Selalu ada hikmah dari setiap kejadian. Yakinlah, bahwa akan ada kemudahan setelah kesulitan! Serahkan segalanya pada Sang Maha Penolong, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Bahtera rumah tangga memang seperti gelombang samudera. Ketika angin kencang menerpa, riak gelombang pun begitu keras berayun untuk hingga ke tepi pantai. Namun saat angin bersemilir dengan manja, gelombang hanya beriak kecil dengan ayunan lemah gemulai.

Dalam rumah tangga ada dua kepala yang berbeda sebagai nakhoda perjalanan, suami dan istri. Bukan mudah untuk mengemudikan perahu dengan dua nakhoda. Ada yang lebih penting untuk diutamakan di sini, bukan hanya kedua nakhoda tersebut, melainkan para penumpang yaitu keselamatan keluarga.

Suami dan istri, masing-masing harus bisa menanggalkan egonya demi keberlangsungan perjalanan rumah tangga yang menyenangkan hingga bisa selamat sampai tujuan. Segala rintangan, ujian dan cobaan adalah tantangan untuk ditaklukkan demi ketercapaian yang sukses sesuai dengan harapan.

Bahu-membahu, saling menghargai dan menghormati, saling memahami dan mengerti juga mencintai dan menyayangi satu sama lain dengan komunikasi yang baik adalah kekuatan untuk menghadapi tantangan tersebut. Bergandengan tangan bersama-sama membawa perjalananan dengan serius namun santai.

Tak ada yang lebih hebat di antara suami dan istri selain keduanya menerima segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Bersatu dengan sebuah misi dan visi ke depan bahwa kehidupan harus menjadi lebih baik. Selalu bercermin diri dan bermuhasabah agar bisa mengingat bahwa tiada yang lebih penting selain keluarga, bukan pribadi masing-masing.

Selain itu pula di mana kewajiban sebagai manusia adalah untuk selalu saling nasihat-menasihati dalam kebaikan dan kebenaran, itu yang lebih penting. 

Jalani, nikmati dan syukuri apa yang ada dan telah ditakdirkan untuk kita. Karena bahagia itu bukan dicari melainkan diciptakan oleh kita sendiri.

Tuhan senantiasa bersama hamba yang selalu mengingat-Nya.

Semoga kita semua termasuk kepada orang-orang yang beriman. Aamiin.

Mohon maaf atas segala kekurangan, bukan bermaksud memberi pelajaran, hanya untuk sama-sama mengingatkan.

Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun