Angin berhembus dan berlari menuju tepian danau, air pun bergerak menari kian kemari. Hilda asyik saja duduk manja di ayunan kayu yang bergantung pada sebuah pohon. Tatapannya lurus memperhatikan riak air danau yang sedari tadi membuatnya tertegun.
Sejak siang tadi Hilda berada di tepi Danau Bambu, sebuah danau yang berada jauh dari tempat tinggalnya. Hilda sedang ingin sendiri menikmati alam dengan segala pesonanya. Setelah beberapa kejadian yang selalu datang di kehidupannya dengan kelebihan yang dimilikinya, ada rasa lelah menyambangi jiwanya.Â
Ketika suatu bayangan hadir di pelupuk matanya, Hilda tak dapat menghindari semua itu untuk terus berlari mencari dimana kejadian itu akan terjadi untuk sebisa mungkin ia bantu agar tidak terlalu parah menimpa korban.
Semilir angin meninabobokan Hilda yang asyik berayun manja di bawah pohon. Sesaat kemudian matanya terpejam hingga lelap mendekap. Seperti biasa tak lama kemudian Hilda terbangun dengan terkejut. Jelas sekali ia melihat bayangan sebuah rakit terbalik di tengah danau.
Hilda pun bangkit dan memutar pandangannya mencari apakah di sekitar danau itu ada sebuah rakit. Ketika ia lihat di tepi danau sebelah timur ada seorang kakek tua hendak menaiki rakit dengan membawa jaring untuk menangkap ikan. Dengan cepat Hilda menghampiri kakek tua itu dan berusaha mencegahnya untuk pergi.
Dengan berbagai cara Hilda membujuk kakek tua. Namun karena alasan demi keluarganya yang menanti bawaan hasil memancingnya, kakek tua tetap bersikeras menuju tengah danau.Â
"Aku harus mendapatkan ikan untuk makan keluargaku." Ujar si kakek tegas sambil meninggalkan Hilda.
Hilda hanya menatapnya dengan nanar dan menunggu di tepi danau. Hilda tak bisa berenang hingga ia tak berani untuk menemani kakek tua itu memancing ikan di tengah danau.
"Sayang aku tak bisa berenang, andaikan saja...aku bisa, tentu aku akan menemani kakek itu agar tidak terjadi apapun padanya." Hilda bergumam.
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, Hilda berteriak memanggil si kakek agar segera menepi. Hilda terus saja berteriak dari sebuah gazebo tempatnya berteduh. Terlihat kakek tua itu pun segera menarik jaringnya dan menjalankan rakit untuk menepi. Sejenak Hilda merasa lega dengan tingkah si kakek yang menandakan ia akan segera pulang.
"Bum... Duar!" Suara geludug itu sangat keras disertai dengan petir bercahaya membelah hujan.