Kalau dipikir mengapa korupsi bisa terjadi? Ketamakan atau keterdesakan kebutuhan bisa menjadi penyebab. Memang kedua jenis penyebab korupsi yang disebut di atas berbeda level. Untuk ketamakan, meski sudah kaya raya tapi tetap saja korupsi. Karena sudah mendarah daging dan terbiasa. Setiap ada kesempatan selalu dilakukan. Sedang untuk keterdesakan kebutuhan, bisa jadi korupsi menjadi keterpaksaan. Beban hidup yang menghimpit bisa jadi memicu niat korupsi. Apa saja, biaya anak sekolah, isteri mau melahirkan, biaya berobat orang tua, atau membayar utang yang sudah jatuh tempo. Jika sudah terdesak dan kebetulan ada kesempatan, bisa jadi korupsi terjadi.
Ya, korupsi tidak harus dilakukan oleh pejabat eselon, misalnya. Semua level di semua jenis pekerjaan berpotensi terjadi korupsi. Dari manipulasi mark-up proyek hingga ”sekadar” manipulasi nota pembelian kertas kantor yang hanya satu kardus kecil.
Lalu apakah yang bisa membendung niatan jahat ini. Sedang korupsi cenderung selalu tertutup, dan tidak diketahui banyak orang. Hanya urusan diri sendiri dengan Tuhan. Di sinilah peran iman bermain untuk menyapu bersih niat tersebut.
Suatu waktu Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa menjauhkan diri dari apa yang tidak halal, maka Allah memberinya kecukupan, dan barangsiapa bersabar maka Allah menambahkan kesabaran. Tidaklah seseorang diberi pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (Shahih Muslim)
Keimanan yang kokoh akan melahirkan pemahaman bahwa di Tangan Allah-lah segala rezeki diatur, Dia-lah Pihak yang paling berwenang melapangkan atau menyempitkan rezeki seorang hamba, Dia-lah Mahapencipta dan Pengatur seluruh alam raya di dunia ini.
Sesungguhnya Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezki itu). (TQS ArRuum 37)
Kamilah yang memberi rezki kepadamu. (TQS Thaahaa 132)
Apakah lagi yang lebih baik dan berharga dibanding pemberian Allah, sedang Allah adalah Mahamengetahui kebutuhan umatNya dan Mahapengatur rezeki hamba-hambaNya. Bisnis dan perniagaan mana yang lebih bagus dibanding urusan kita dengan Allah yang telah dijamin olehNya akan diberi kecukupan segala kebutuhan kita.
“Obat” apa di dunia ini yang mampu membuat kita puas secara bathin, lega, dan gembira selain kesabaran. Sedang kesabaran sendiri diberikan Allah kepada hambaNya yang mampu menghindarkan rezeki yang tidak halal. Dan bukankah kekayaan itu terletak di hati bukan di kumpulan benda yang terbatas dan fana. Sedang kesabaran letaknya di hati.
Semua keyakinan bahwa rezeki yang dicukupkan Allah, jaminan semua kebutuhan akan dipenuhi Allah tanpa tertinggal satupun, dan kesabaran yang melegakan tidak datang sendirinya melainkan berangkat dari keimanan yang kokoh. Total kepasrahan yang luar biasa dan tidak semua orang mampu melakukannya. Itulah yang disebut di awal tulisan ini sebagai keimanan, suatu keyakinan kepada Allah dari seorang hamba.
Kita tidak sedang berbicara tentang rasa yang hanya di hati, seperti rasa puas karena menghindari dosa. Tetapi juga tentang fakta riil yang sering terjadi secara fisik. Kita tak akan pernah merasakan, katakanlah, sebuah “keajaiban” yang terjadi dari sikap yang dipengaruhi keyakinan seperti ini selama tidak pernah melakukannya. Sering kita mendengar cerita, sekonyong-konyong ada saja rezeki yang datang tak dinyana di saat kita sedang memerlukan. Sangat mungkin dia adalah “buah” perbuatan kita tempo waktu yang pernah mengembalikan sebuah tas kepada yang punya karena tertinggal misalnya yang tidak lain harta yang bukan haq kita.