Secara harafiah, korupsi (Corruptio) itu berarti busuk. Salah satu pakar yang mengartikan atau menyatakan pendapatnya tentang korupsi adalah Robert Klitgaard "Suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara guna untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi atau perorangan, dengan melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi". Secara yuridis, definisi korupsi ditulis secara gamblang dalam UU no 31 tahun 1999 jo. UU No 20 tahun 2001.
jadi, dapat disimpulkan, Â korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik, di mana mereka menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Individu yang berpengetahuan luas dan kompeten dalam bidang politik lah yang akan banyak berpartisipasi dalam perpolitikan. Menurut Persson (2015) hubungan antara pendidikan dan partisipasi politik adalah hubungan yang terbangun dengan baik yang bisa ditemukan dalam sebuah penelitian tentang sikap berpolitik.
Selain itu, beberapa penelitian juga mengatakan bahwa individu berpendidikan kemungkinan besar pernah bersinggung langsung degan hal-hal berbau korupsi saat mereka masih berada di bangku pendidikan. Korupsi adalah masalah serius di negara dengan tingkat pendidikan tinggi namun lemah dalam institusinya (Botero 2013, Mungiu-Pippidi and Susu 2011). Charron and Rothstein (2016) juga mencatat "Karena penerapan kebijakan pendidikan publik skala besar memerlukan banyak keleluasaan administratif, sektor pendidikan ini nampaknya dapat memacu favoritisme dan korupsi". Hal yang dialami sistem edukasi tersebut tidak hanya akan mempengaruhi bagaimana seorang individu melihat sistem edukasi itu sendiri, namun juga kepercayaan diri individu dan kepercayaan terhadap negara.
Tercatat masih banyak sekali akademisi maupun guru besar diluar sana yang juga pernah terlibat kasus korupsi, berikut 5 diantaranya:
1. Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, Ms
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, Ms juga pernah tersandung kasus korupsi. Rokhmin divonis bersalah karena korupsi dan dijatuhi hukuman selama tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada Juli 2007.
Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) menyebut bahwa Rokhmin telah mengumpulkan dana dari kepala dinas dan kepala unit yang mencapai Rp 12 miliar serta pungutan dari luar departemen senilai Rp 19 miliar. Seluruh uang tersebut kemudian masuk ke dalam rekening pribadi Rokhmin.
Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini meraih gelar sarjana dari Fakultas Perikanan, IPB. Kemudian mendapat gelar Magister sains dari Program Pasca Sarjana IPB lulus 1986 di bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam  dan Lingkungan.
Gelar dokter dia dapat dari School for Resources and Environmental studies, Dalhousie University, Halifax, Nova Scotia, Canada pada tahun 1991 dalam bidang ilmu Ekologi dan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan.
2. Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, MA
Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, MA adalah seorang Guru Besar Universitas Indonesia dalam bidang politik. Dia meraih gelar Magister dan Doktor di Universitas Monash, Melbourne, Australia dalam bidang ilmu politik pula.
Nazaruddin pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 2001-2005. Pada masa kepemimpinannya itu Indonesia untuk kali pertama melakukan pemilihan presiden secara langsung.
Pria kelahiran Aceh ini harus berurusan dengan komisi anti rasuah setelah terjerat kasus korupsi di KPU. Nazaruddin terbukti melakukan tindakan korupsi dalam pembayaran presmi asuransi di KPU senilai Rp 14,8 miliar.
Dia dijatuhi hukuman pidana 4 tahun 6 bulan oleh hakim Mahkamah Agung pada sidang Peninjauan Kembali pada 16 Agustus 2006.
3. Prof. Dr H Abdus Salam Dz.MM
Prof. Dr H Abdus Salam Dz.MM kalah Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon. Ia juga  merupakan dua dari tiga terdakwa perkara penyelewengan dana pengadaan alat untuk proyek EMIS (Education Management Information System) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon.
Tiga terdakwa yaitu Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon
Prof. Dr H Abdus Salam Dz.MM dan dua terdakwa lainnya yaitu Jadi Soegianto dan Ajie Rianggoro.
Dari tiga terdakwa, hanya Ajie saja yang ditahan, sementara Abdus dan Hadi berstatus tahanan kota.
4. Miranda Goeltom
Miranda Swaray Goeltom atau yang lebih dikenal dengan nama Miranda Goeltom adalah guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Miranda Gultom meraih gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), kemudian gelar magister dan doktor yang disandangnya diraih di Boston University, Amerika Serikat.
Dia pun puas menduduki jabatan sebagai Deputi Gubernur Indonesi Senior (DGS) Bank Indonesia, setelah kalah bersaing dengan Burhanuddin Abdullah dalam memperebutkan posisi Gubernur Bank Indonesia.
Miranda tersandung kasus suap pemilihan Deputi Gubernur senior Bank Indonesia (DGS) BI, hingga ditetapkan menjadi tersangka. KPK sejak 1 Juni 2012, dan menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Juli 2012.
Majelis hakim menghukum Miranda 3 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
5. Prof. Dr. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr
Gubernur Sulawesi Selatan,
Prof. Dr. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr diduga melakukan tindak pidana korupsi. Lahir di pare-pare Sulawesi Selatan, 7 Februari 1963,dan memiliki tiga orang anak.
Sementara itu untuk pekerjaan, Â Ia merupakan guru besar fakultas kehutanan Universitas Hasanuddin. Di dunia politik Nurdin telah dua periode menjadi Bupati Bantaeng yaitu masa bakti 2008-2013 dan 2013-2018.
(MRC-01/BR)
"Harapan untuk Indonesia adalah semoga para pejabat, dan staf-staf lainnya terutama yang ada di Indonesia dapat lebih displin, jujur, dan bertanggung jawab dalam melakukan apapun untuk menghindari korupsi, dan semakin kritis terhadap masalah korupsi dan menambah motivasi untuk terlibat dalam gerakan anti korupsi, dan jangan sampai para pejabat dan staf-staf lainnya terutama yang ada di Indonesia melakukan tindakan korupsi karena tindakan itu sangatlah tidak terpuji dan akan merugikan banyak orang terutama masyarakat."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H