Fast fashion merupakan sebuah konsep dalam dunia fashion yang membuat produk serta gaya fashion dengan cepat tersedia, siap pakai, namun cepat berganti. Sistem dari fast fashion ini adalah sistem yang dibentuk atas dasar globalisasi dan hal itulah yang memnyebabkan budaya konsumerisme atau perilaku konsumtif pada generasi saat ini.Â
Di era digital saat ini, hampir sebagian besar masyarakat mudah terkoneksi dengan dunia maya. Melalui platform media sosial, mereka sangat mudah menemui tren outfit terkini, influencer fashion, dan merek-merek pakaian yang popular pada saat ini. Fast fashion dengan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan tren dan menawarkan produk-produk murah yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen secara instan.
Seperti disampaikan di atas, bahwa globalisasi menjadi dasar dari tren fast fashion. Globalisasi sebagai peran penting dalam pembentukan sistem dari fast fashion ini. Tren-tren terkini berkembang begitu cepat dengan bantuan media sosial sehingga perusahaan retail fast fashion memproduksi model pakaian terbaru setiap bulan atau bahkan dalam beberapa minggu.Â
Tren yang sangat cepat berubah ditambah dengan harga jual yang murah mengakibatkan adanya perilaku konsumsi berlebih pada kalangan konsumen. Harga jual murah dan tren terbaru memungkinkan konsumen untuk selalu mengikuti perkembangan mode.
Dari sinilah peran globalisasi dan juga fast fashion saling berhubungan. Globalisasi terus tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu. Hal yang sama berlaku untuk fast fashion, karena tren juga tumbuh dan berkembang entah siapa yang menciptakan tren tetapi tren ini muncul secara tiba-tiba dan tidak terduga.Â
Dengan kecanggihan teknologi, banyak sumber informasi yang di dapat, membuat khalayak sangat mudah untuk saling mempengaruhi saru sama lain. Bagaimana tren fashion ini terus berkembang dan di agung-agungkan bagi sebagaian orang tertama para influencer fashion untuk memberikan informasi kepada pengikut mereka.Â
Istilah konsumerisme dapat diartikan sebagai tindakan atau perilaku seseorang yang konsumtif untuk membeli barang dan jasa secara berlebihan dan mengabaikan prinsip berhemat untuk alasan-alasan yang bukan bersifat fungsional demi kesenangan semata.Â
Budaya globalisai yang membawa pemikiran neoliberalisme telah melahirkan budaya global yang mempengaruhi perilaku konsumsi manusia, globalisasi gaya hidup, dan globalisasi budaya yang disebut konsumerisme. Budaya globalisasi ini tentunya mengasingkan budaya-budaya lokal masyarakat terutama bumi bagian selatan.Â
Pada perkembangan saat ini, tren fashion berubah sangat cepat, membuat orang tidak ingin ketinggalan dan akan terus mencari barang keluaran terbaru dari berbagai brand, hingga muncul konsep "Ready to wear"Â yang mengimplementasikan tren desainer nasional maupun internasional dalam bentuk fashion dengan harga yang lebih terjangkau serta dalam jumlah yang massive.
Perilaku membeli memiliki dua pola, yaitu pola pembelian yang berulang (brand loyality) dan pembelian tidak direncanakan (implusive buying). Pada pola brand loyality, pembelian suatu produk oleh konsumen seringkali didasari oleh merek tertentu. Hal tersebut sering berulang karena kesetiaan konsumen dengan merek tersebut.Â
Sedangkan pembelian implusif pembelian tidak direncanakan secara khusus. Pembelian implusif diartikan sebagai tidak terencana, tiba-tiba, dan tindakan spontan untuk membeli, yang kurang hati-hati dalam evaluasi produk tersebut maupun konsekuensi pembelian setelahnya.Â