Pernikahan adalah bentuk keseriusan dalam sebuah hubungan. Setiap pasangan pasti mendambakan hubungannya sampai pada tahap pernikahan karena pernikahan adalah impian semua orang, dan dengan menikah, seseorang tidak akan merasa kesepian dan kehidupannya akan terasa lebih lengkap. Namun, tidak ada yang tahu bagaimana kehidupan seseorang setelah menikah, bisa jadi bahagia dan juga tidak. Itu semua tergantung pada kesiapan lahir dan batin dari setiap orang yang hendak menikah.
Kesiapan untuk mencapai tingkat pernikahan didapat dari beberapa faktor, diantaranya adalah usia, mental, sikap, perilaku, kedewasaan pikiran, ekonomi, dan lain sebagainya. Semakin tinggi tingkat kesiapan seseorang dalam menikah, semakin tinggi juga tingkat kebahagiaan kehidupan seseorang setelah menikah.
Di Indonesia sendiri, pernikahan adalah suatu hal yang dianggap sebagai "keharusan". jika ada seseorang yang memutuskan tidak menikah akan dianggap aneh, bahkan ada juga yang dianggap masyarakat sudah masuk usia nikah tapi belum menikah akan mendapat cemoohan dan didesak untuk segera menikah. Dan parahnya lagi, banyak sekali remaja yang melakukan pernikahan tanpa memikirkan kehidupan kedepannya akan seperti apa.
Berdasarkan data dari tahun 2018, 1 dari 9 anak menikah sebelum usia 18 tahun. Sebanyak 1,2 juta perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Sejak 2008 sampai 2018, angka prevalensi pernikahan dini menurun hanya 3,5 persen. Bahkan, selama pandemi Covid-19, pernikahan usia dini semakin meningkat. Hal tersebut ditandai dengan naiknya pengajuan dispensasi pernikahan dari 23.700 pada tahun 2019, menjadi 34.000 di tahun 2020. Meningkatnya pernikahan usia dini ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu ekonomi, kehamilan yang tidak diinginkan, tidak adanya keinginan melanjutkan pendidikan/malas belajar, dan menghindari perzinahan.
Selain alasan-alasan yang sudah disebutkan tadi, masih banyak alasan lainnya diantaranya adalah masih banyak pandangan tradisional masyarakat yang menyebutkan bahwa anak perempuan harus cepat dinikahkan (kalau tidak, akan jadi perawan tua), anak perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi-tinggi karena nantinya akan jadi ibu rumah tangga, dan masih banyak lagi pandangan lain. Pandangan-pandangan tradisional tersebut tentunya tidaklah benar, hal ini karena pernikahan adalah hal yang sakral, dan pernikahan seharusnya dilakukan ketika seseorang baik laki-laki maupun perempuan sudah siap secara mental, fisik, dewasa secara pikiran, dan lain-lain. Apabila sebuah pernikahan dilakukan tanpa memperhatikan kesiapan total seseorang, maka kehidupan setelah pernikahan nantinya tingkat kebahagiaanya akan rendah. Dan pastinya akan meningkatkan kasus perceraian di Indonesia.
Pernikahan usia dini juga menyebabkan banyak dampak negatif. Berdasarkan analisa data pernikahan usia dini di Indonesia hasil kerja sama BPS (Badan Pusat Statistik) dan UNICEF (United Nations Children's Fund), ada berbagai dampak negatif yang dapat terjadi pada sebuah pernikahan pada usia dini, yaitu:
1. Dampak bagi anak perempuan
Yang pertama adalah hilangnya hak seorang anak, yaitu hak untuk mendapat pendidikan, hak untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak tidak dipisahkan dari orang tua. Berkaitan dengan hilangnya hak kesehatan, seorang anak yang melahirkan pada usia dini mempunyai risiko kematian saat melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah cukup umur, bahkan risikonya bisa lima kali lipatnya. Selanjutnya, seorang anak perempuan yang menikah akan mengalami sejumlah persoalan psikologis seperti, cemas, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri. Anak-anak usia dini masih belum memiliki status dan kekuasaan di dalam masyarakat, hal ini karena mereka masih terkungkung untuk mengontrol diri sendiri. Terakhir, anak-anak usia dini pengetahuan seksualitasnya masih rendah, sehingga meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi menular seperti HIV.
2. Dampak bagi anak-anak hasil pernikahan dini
Risiko juga akan mengancam anak-anak yang nantinya dilahirkan dari hasil pernikahan dini. Belum matangnya usia sang ibu akan mendatangkan konsekuensi tertentu bagi calon anak. Misalnya, angka risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan pertumbuhan yaitu stunting.
3. Dampak bagi masyarakat
Dampak pernikahan dini juga berpengaruh pada masyarakat yaitu konsisten/langgengnya garis kemiskinan. Hal itu terjadi karena pernikahan dini tidak dibarengi dengan tingginya tingkat pendidikan dan kondisi finansial (ekonomi) yang tidak mapan. Hal tersebut juga akan mempengaruhi pola asuh orang tua yang belum matang secara usia kepada anak-anaknya. Sehingga pada akhirnya siklus kemiskinan akan terus berlanjut.
Oleh karena banyaknya dampak negatif dari adanya pernikahan usia dini, maka penting bagi kita semua untuk dapat menekan angka pernikahan usia dini. Berikut adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan, yaitu:
- Menggalakkan sosialisasi undang-undang terkait pernikahan anak di bawah umur beserta sanksi-sanksi apabila melakukan pelanggaran serta menjelaskan resiko-resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan di bawah umur kepada masyarakat.
- Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan formal bagi anak, sehingga anak dapat mengembangkat keterampilan sosial dan akan memungkinkan adanya perubahan norma mengenai pernikahan dini. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan progam peningkatan kurikulum sekolah dan pelatihan guru untuk menyampaikan materi dan topik seperti keterampilan hidup, kesehatan seksual dan reproduksi, HIV/AIDS, dan kesadaran peran gender.
- Melakukan mentoring dan peer group yang ditujukan untuk anak-anak/ para remaja/ pemuda-pemudi, orang tua, orang dewasa lainnya, guru, dan lain-lain agar menunjang penyebaran informasi dan mendukung anak-anak (terutama anak perempuan) yang berisiko menikah dini.
- Menaikkan batas minimum menikah bagi perempuan menjadi 21 tahun. Kemudian untuk menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah harus lebih tegas dalam pemberlakuan undang-undang, sehingga tidak ada lagi yang namanya dispensasi pernikahan.
Pernikahan memang bisa dilakukan kapanpun, namun untuk pernikahan usia dini, lebih baik dicegah dan dihentikan mulai sekarang. Di samping banyaknya dampak negatif yang ada, mengingat juga bahwa anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang memerlukan pendidikan yang lebih luas dan sebaik mungkin untuk membawa bangsa Indonesia yang lebih maju. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dari seluruh lapisan masyarakat untuk menekan terjadinya pernikahan di usia dini.
Referensi:Â
Sari. J. P.I. (2021). Kasus Pernikahan Dini di Indonesia Masih Tinggi. From: https://lifestyle.bisnis.com/read/20210610/236/1403937/kasus-pernikahan-usia-dini-di-indonesia-masih-tinggi
Yayasan Kesehatan Perempuan. (2020). Akibat Yang Terjadi Akibat Pernikahan Dini. From: https://ykp.or.id/akibat-yang-terjadi-dari-pernikahan-dini/
Prayona B. A. Dunia Psikologi. Pentingnya Mencegah Pernikahan Dini. From: https://duniapsikologi.weebly.com/mencegah-pernikahan-dini.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H