Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang akrab dipanggil Jokowi itu merealisasikan rencananya untuk menjadikan kota Jakarta bebas topeng dengan merazia sejumlah topeng monyet. Kebijakan ini diambil dengan alasan tidak berperikebinatangan. Kebijakan ini pun menuai prokontra oleh para warga DKI Jakarta dan khususnya para pawang topeng monyet. Mereka menganggap kebijakan ini berlebihan, karena bertahun-tahun sudah atraksi yang pemain utamanya adalah monyet ini banyak dipertontonkan di Ibu kota. Selain menjadi sebuah tontonan yang menghibur dan murah meriah bagi anak-anak, ini merupakan sebuah mata pencaharian.
Ratusan monyet diambil, ratusan pawang topeng monyet pun resah. Menjadi pawang topeng monyet merupakan pekerjaan untuk memperoleh sesuap nasi dan menyekolahkan anak-anak mereka. Kebijakan pemprov DKI Jakarta ini jelas telah membunuh mata pencaharian.
Lalu bagaimana nasib para pawang ketika pekerjaan mereka hilang?
Pada kesempatan lain, Jokowi mengatakan bahwa ia belum memikirkan nasib para pawang tukang monyet. Jokowi tidak terlalu khawatir akan kebijakannya itu. Sebab, sebagian besar tukang topeng monyet bukan penduduk DKI Jakarta alias perantau.
Razia topeng monyet dilakukan untuk mencapai target Jakarta Bebas Topeng Monyet 2014. Meski mendapat tentangan dari sebagian pihak, Gubernur Jokowi mengatakan topeng monyet merupakan bentuk eksploitasi terhadap binatang dan sudah mendapat sorotan internasional. keberadaan topeng monyet di jalan mengganggu, sehingga perlu ditertibkan. Monyet-monyet tersebut ditaruh dekat permukiman. Oleh sebab itu, keberadaannya rentan dengan penularan penyakit. Oleh sebab itu monyet harus dijauhkan dari aktivitas manusia. Monyet yang terjaring dalam razia ini bakal dirawat di Balai Kesehatan Hewan dan Ikan lalu diserahkan ke Taman Margasatwa Ragunan. Ini ucapan jokowi disalah satu berita di Tv.
Bagaimana bisa merampas matapencaharian tetapi tidak memikirkan solusi?
Memang pemprov DKI membeli monyet-monyet yang mereka ambil dari para pawang, tetapi itu saja bukan solusi terbaik bagi para pawang topeng monyet. Mereka menginginkan pekerjaan tetap sebagai pengganti pekerjaan mereka yang lama. Karena menurut mereka menjadi pawang topeng monyet merupakan sumber utama penghasilan mereka untuk membiayayi kehidupan sehari-hari keluarganya.
Penggantian monyet yang diambil oleh pemprov DKI senilai 1 juta rupiah untuk 1ekor monyet pun dinail tidak bijak, karena uang sebesar itu terlalu kecil jika dimanfaatkan sebagai modal usaha pengganti. Pelatihan kerja bagi pawang topeng monyet juga dinilai tidak efektif jika tidak didukung dengan tersedianya lapangan kerja.
Pemprov DKI Jakarta jika sampai sekarang belum sempat memikirkan solusi bagi para pawang memikirkan pekerjaan pengganti yang tetap lalu kapan? Lalu mereka ketika menunggu kejelasan, para pawang hanya disuruh berdiam diri di rumah? Makan apa keluarga dan anak-anak mereka? Bukankah jakarta sudah begitu sesak dipenuhi oleh para pengangguran? Masih mau ditambah lagi dengan para pawang-pawang yang begitu banyak? Kenapa tak memikirkan masalah banjir dan macet dulu yang jelas-jelas tiap tahun melanda ibu kota dan sudah menjadi isu internasional? Katanya mau memakmurkan wong cilik?
Harusnya orang nomor satu di DKI Jakarta itu memikirkan matang-matang sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut, sehingga kebijakan tersebut dapat berjalan dengan lancar tanpa mengorbakan nasib para pawang topeng monyet. Jika tidak ada solusi yang terbaik, maka bisa jadi untuk selanjutnya bakal bermunculan lagi para pawang topeng monyet di DKI Jakarta.
Semoga pemprov DKI segera membuka mata untuk lebih melihat jelas bagaimana nasib para pawang topeng monyet yang saat ini terlunta-lunta tak memiliki pekerjaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H