Mohon tunggu...
bu anni
bu anni Mohon Tunggu... profesional -

Semua artikel saya di Kompasiana dan tulisan saya lainnya, saya simpan di http://dengarlahnuranimu.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berkah Badan Besar : Kuat Berdesakan Saat Tawaf

11 Oktober 2013   07:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:42 1261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acara dorong-dorongan ini akan terus berlangsung jika saja para Asykar (petugas keamanan ) Masjidil Haram tidak bertindak menertibkan jamaah. Kalau sudah begini kami memilih menghindar saja, daripada harus jatuh pingsan karena sesak napas akibat terjepit jubelan manusia. Beberapa kali saya melihat ada jamaah haji sampai jatuh pingsan karena kekurangan oksigen akibat terjepit. Alhamdulillah Allah memudahkan kami disana. Tak sekalipun saya pernah terjepit, terinjak, atau apa. Semuanya lancar-lancar saja. Ajaibnya, tak pernah sedikitpun bagian dada saya pernah tersentuh atau teraba oleh tangan jamaah lain, padahal dalam suasana seperti itu, kemungkinan payudara tak sengaja tersenggol bahkan teremas sangat mungkin terjadi. Syukurlah, saya jadi selamat dari rasa dongkol.

Diuntungkan dengan ukuran tubuh yang besar.

Saya adalah perempuan dengan tubuh big ( and beauty ,hhee..) . Teman-teman suka meledek saya bohay. Suami bilang saya bahenol. Dan kata ibuku, tubuhku molig. Ah terserahlah orang mau bilang apa, yang jelas, teman-teman sekarang sudah pada tahu kan, kalau bu anni itu orangnya semlohay ?. Kalau masih sulit membayangkan sosok saya, silahkan bayangkan saja sosok Nunung Srimulat, atau Okky Lukman , atau Tike Priyatnakusumah juga boleh, atau siapa yaa .. Ah sudahlah lupakan saja. Lanjut !

Kalau biasanya saya suka merasa minder dengan potongan tubuh saya, tidak demikian halnya dengan perasaan saya saat di tanah suci. Saya justru merasa sangat bersyukur. Ukuran tubuh saya yang besar ini memudahkan saya untuk tetap bertahan berdiri dan tetap stabil melangkah dalam posisi saya tanpa terseret arus manusia yang sangat kuat saat tawaf. Saya perhatikan, rombongan jamaah yang sering sradak-sruduk seperti itu hanyalah jamaah dari negara itu-itu saja, yakni negara dengan ciri penduduknya berukuran badan tinggi, besar, dan kuat. Jamaah dari indonesia tak pernah memotong-motong barisan. Jamaah kita terkenal tertib, berpakaian indah dan rapi, serta sangat santun. Jamaah dari benua Eropa sangat sabar dan disiplin, sementara jamaah Cina selalu bergerombol dalam kelompok yang teratur dan tampak canggung namun ramah.

Mengingat  jamah yang tidak tertib dan suka memotong antrian tersebut kebetulan adalah jamaah dengan postur tubuh yang super besar,  rata-rata bertinggi badan 2 meteran dan  berat badan sekuintalan, baik laki-laki maupun perempua, maka menghadapi satu orang saja, orang Indonesia yang bertubuh mungil - mungil, jadi sangat minder, apalagi menghadapi serombongan. Kebayang kan kedernya ! . Untung badan saya besar. Jadi saya punya tenaga ekstra untuk menahan desakan mereka. Situ bohay, sini semlohay. Ayok aja adu kuat ! He hee .. Alhamdulillah tak sekalipun saya pernah jatuh atau terpeleset. Padahal saya didesak dan didorong sedemikian rupa oleh serombongan jamaah haji yang tubuhnya menjulang jauh di atas kepala saya.

Melihat daya tahan tubuh saya saat berdesakan hebat seperti itu, teman-teman jamaah haji serombongan saya, terutama yang sudah berusia agak lanjut, menjadikan saya "andalan"  saat tawaf. Setiap  kali tawaf, selalu ada tiga atau empat ibu-ibu sepuh yang memegangi tangan kanan dan tangan kiri saya erat-erat. Begitu pula suamiku. Kiri dan kanan tangannya diganduli oleh paling sedikit 4 orang jamaah sepuh. Kami merasa bahagia dapat menuntun mereka bertawaf, bahkan sampai menyentuh maqam Ibrahim, menyentuh Hijr Ismail, dan menyentuh dinding Ka'bah. Luar biasa beratnya perjuangan kami. Setelah usai tawaf, kami berpelukan bertangis-tangisan saking bahagia dan terharunya, lalu melaksanakan shalat sunat dua rakaat. Tak lupa kami meminum air zamzam yang berasa khas, sejuk dan segar. Sepuasnya, sampai hilang haus dan letih kami.

Tawaf itu berat dan melelahkan, tapi membuat rindu.

Tak sekalipun saya dan suami merasa jera karena payah dan kecapaian sebab bertawaf, begitu pula teman-teman satu rombongan kami. Padahal mereka semua berusia jauh lebih tua dari kami. Semuanya merasa senang dan selalu ingin mengulangi tawaf, lagi dan lagi. Sampai hari inipun kami masih merindukan Ka'bah untuk kami tawafi. Kerinduan yang begitu dalam, yang hanya dapat terobati hanya jika kami bertemu lagi dengan Ka'bah.

Masih terngiang kata-kata suamiku di depan Ka'bah saat kami melakukan tawaf wada (tawaf perpisahan), yaitu tawaf terakhir sebelum kami bertolak pulang ke tanah air. Suamiku berbisik lirih, " Wahai Ka'bah, kami bukan akan meninggalkanmu. Kami hanya akan pulang sebentar saja, untuk menjemput putri-putri kami, dan sanak keluarga kami. Kami akan mengajak orang-orang yang kami sayangi untuk mengunjungimu, untuk beribadah, bermunajat kepada Allah Azza Wa jalla, yang menciptakan kita semua ".

Kulihat air mata menitik dan mengaliri wajah suami yang sangat aku cintai. Sementara air mataku sudah membanjir sedari tadi tanpa dapat kutahan lagi. Sedih dan berat hati ini saat harus meninggalkan Baitullah. Semoga Allah berkenan memberangkatkan kami lagi dan teman-teman tercinta ke tanah suci, untuk berhaji atau beribadah umrah. aamiin yra ...

Salam sayang,

Anni

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun