Mohon tunggu...
Puji Hanifah
Puji Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dramaturgi Menurut Pandangan Erving Goffman

14 Oktober 2022   00:44 Diperbarui: 14 Oktober 2022   00:47 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tokoh yang menjelaskan pemikiran interaksionisme simbolik salah satunya adalah Erving Goffman. Salah satu pemikiran beliau yang terkenal adalah dramaturgi. Beliau lahir di Kanada tanggal 11 Juni 1992 mendapat gelar S1 dari Universitas Toronto, kemudian mendapat gelar doktor setelah lulus dari Universitas Chicago. 

Goffman juga dikenal sebagai etnometodologi. Karya terbesar dia yaitu buku The Presentation of Self in Everyday Live yang menjelaskan tentang konsep dramaturgi. Beliau wafat pada tahun 1982 saat masa jaya nya dalam bidang sosiologi.

Goffman mengkaji fenomena yang berhubungan dengan interaksi manusia dan penafsiran simbol-simbol. Goffman meyakini bahwa interaksi antar manusia melibatkan simbol-simbol dan penafsiran. Interaksionisme simbolik Goffman mengacu pada konsep impresi, manajemen dan secondary adjustment. Goffman menyoroti masalah tentang face to face interaction. Pemikiran goffman salah satunya adalah tentang stigma. 

Broker adalah seorang teoritis dan filsuf dari Amerika yang memperkenalkan konsep dramatisme yang berguna untuk memahami fungsi sosial bahasa dan drama dalam kehidupan sosial manusia. menurutnya tujuan dramatisme memberi penjelasan logis tentang alasan manusia melakukan sesuatu. dramatisme menganggap bahasa adalah sebuah simbol bukan pengetahuan. Beliau berpendapat bahwa hidup bukan seperti drama tetapi hidup itu sendiri adalah drama.

Goffman mengembangkan konsep dramatisme dalam salah satu bukunya. Di bukunya ia mendalami kajian dramatisme dan jadilah konsep dramaturgi. Istilah dramaturgi dipengaruhi drama atau teater, dimana seorang aktor memainkan tokoh-tokoh lain sehingga penonton bisa memperoleh gambaran dari kehidupan tokoh dan mengikuti alur cerita yang disajikan. 

Dalam dramaturgi ada dua konsep besar yaitu front stage dan back stage. Di dalam front stage itu bagian pertunjukkan yang mendefinisikan situasi penyaksian pertunjukan, dibagi jadi dua yaitu setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang aktor memainkan perannya dan personal front yaitu macam perlengkapan sebagai pembahasaan perasaan sang aktor (penampilan dan gaya). 

Kemudian di backstage merupakan tempat untuk individu mempersiapkan diri sebelum memainkan peran di front stage. Para aktor bersantai dan mempersiapkan diri untuk tampil di panggung depan. 

Di backstage ada kegiatan yang dirahasiakan dari front stage. Karakter dan penampilan asli individu akan terlihat di panggung belakang. Di panggung depan seseorang akan menampilkan citra diri terbaiknya atau yang sesuai dengan keinginannya. 

Goffman mendalami dramaturgi dalam perspektif sosiologi. Dalam konteks seseorang mencitrakan dirinya di panggung depan adalah untuk mempresentasikan dirinya sesuai dengan apa yang diinginkan atau yang ingin dituju. Di dalam panggung belakang seseorang akan mengatur apresiasi seperti apa yang akan diterima dari orang sekitar atas apa yang ia lakukan. 

Dalam konsep dramaturgi di panggung depan seorang individu melakukan pencitraan, bisa secara positif atau negatif, tergantung respon orang disekitar kita nanti bagaimana atas apa yang kita lakukan. 

Contoh pencitraan negatif itu kalau seseorang mau terlihat menyeramkan tapi kalo positif contohnya mau terlihat cerdas. Semuanya tergantung pada tujuan dari individu yang melakukan. Setiap melakukan dramaturgi selalu ada tindakan sosial jadi tiap individu memiliki motif untuk melakukan sesuatu. pada hakikatnya menurut goffman tiap individu pasti akan melakukan dramaturgi di lingkungan manapun. 

Motif, gaya dan penampilan setiap individu pasti berbeda satu sama lain. Terkadang antara motif dengan tujuan dan persiapan seseorang melakukan dramaturgi bisa mengalami kesalahan atau bisa terjadi pada momentum yang tidak tepat sehingga mengakibatkan motif yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai secara maksimal atau malah bisa menjadi boomerang pada pencitraan yang direncanakan oleh seorang individu. Momentum, setting dan personal front merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan agar motif dapat sepenuhnya tercapai. Setiap diri individu pasti akan melakukan dramaturgi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun