PLN adalah perusahaan energi masa depan. Keberadaannya semakin dibutuhkan ketika kecenderungan teknologi yang digunakan manusia sebagian besar telah menggunakan listrik. Semua hal yang digerakkan dengan listrik terbukti jauh lebih efisien, bersih dan ekonomis.
Kekurangan listrik hari ini, jika itu dijadikan persoalan, adalah soal ketergantungannya dengan energi fosil sebagai bahan bakar. Pembangkit lama masih menggunakan solar dan batu bara untuk memutar turbinnya. Namun sebenarnya, PLN telah menemukan solusi sejak lama.
Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), saat ini tengah dilakukan upaya dedieselisasi. Energi Baru Terbarukan (EBT) tak lama lagi akan menggusurnya. Menurut sejarahnya, PLTD digunakan untuk percepatan elektrifikasi. Daerah-daerah terpencil membutuhkan listrik. Sementara infrastruktur kelistrikan berbasis EBT seperti bendungan atau kincir angin besar belum tersedia. Saat itu PLTD adalah solusi.
Zaman berubah, pasokan listrik telah mencukupi. Ancang-ancang ke depan adalah PLN kembali ke khitahnya, menghadirkan energi yang ramah lingkungan dan murah untuk semuanya.
Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang bahan bakarnya berupa batu bara, teknologi dijadikan jalan keluarnya. Boiler pembangkit PLN telah menggunakan teknologi canggih seperti Supercritical boiler atau Ultra-supercritical boiler, yang meminimalisir polusi. Sangat aman bagi lingkungan. Selain itu juga ada teknologi clean coal, batu bara yang bersih. Sebuah terobosan untuk membuang 99% potensi abu yang dihasilkan pembakaran.
Tidak hanya di situ, ada pula cara co-firing, mencampurkan bahan lain sebagai subtitusi batu bara. Bisa dengan pelet sampah, batok kelapa, sampai limbah kayu. Co-firing bisa dijadikan salah satu jalan untuk menekan potensi polusi yang ditimbulkan bahan bakar fosil. Tentu saja diimbangi dengan cara-cara lain sebelumnya.
Itu artinya, PLN telah sedia payung sebelum hujan. Segala sesuatu telah dipertimbangkan dengan matang. Sebab membangun pembangkit itu melihat jarak puluhan tahun ke depan. PLN mendukung penuh pengembangkan EBT dengan mencanangkan program PLTU co-firing batu bara dengan biomassa.
Co-firing batu bara dengan biomassa ini berdampak positif untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, emisi karbon. Dan satu lagi yang sangat penting, cara itu juga menjadi salah satu solusi penanganan permasalahan sampah di Indonesia. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
Tidak main-main, PLN merencanakan ada 37 PLTU di Indonesia yang akan menjalani uji coba co-firing itu. Dengan banyaknya PLTU yang melakukan upaya yang sama, bisa dibayangkan efek positifnya bagi Indonesia.
"Sampai saat ini ada sebanyak 20 PLTU yang melakukan uji coba co-firing. Target kami sampai akhir 2020 ada 17 PLTU tambahan yang masuk uji coba. Sehingga total akan ada 37 PLTU di Indonesia yang melakukan uji coba di tahun 2020," kata VP Operasi Regional Jawa-Bali PT PLN (Persero), Bima Putra Jaya, sebagaimana dikutip Liputan6.com, Kamis 5 November 2020.
Selain mengatasi masalah emisi dan sampah, co-firing juga membuka potensi peningkatan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar pembangkit. Sebab kebutuhan biomassa akan sangat besar untuk dijadikan subtitusinya. Hal ini tentu saja akan membuka lapangan kerja baru jika dikelola dengan baik.