Daerah terluar Indonesia merupakan wilayah yang seringkali dianggap seperti anak tiri. Sarana dan prasarana yang minim membuat tempat-tempat itu sulit dikunjungi. Penduduk di sana juga hidup dalam kesederhanaan. Karena jauh dari pusat peradaban, perputaran ekonomi berjalan sangat lambat.
Di beberapa lokasi yang dekat dengan peradaban di negara tetangga, mereka justru menggunakan mata uang asing dan ikut dalam interaksi ekonomi tetangganya. Keindonesiaan tinggal jauh di dalam jiwa mereka. Tapi di depan mata, negara tetanggalah yang mencukupi kebutuhan mereka.
Ironi getir ini telah berjalan puluhan tahun. Dulu kisah-kisah heroik perebutan kemerdekaan bisa menutup rasa rendah diri. Namun ketika negara-negara tetangga lebih maju dalam beberapa hal, pedih rasanya jika membandingkan dengan kebesaran Indonesia. Bayangkan saja, di tahun 2016 kelistrikan Timor Leste jauh lebih cukup dibandingkan daerah NTT yang berbatasan dengannya.
Sejak 2014, Pemerintah memang telah gencar membayar dosa sosial itu, negara yang awalnya tersentralisasi hanya di sekitar Jawa mulai meratakan kewajiban pembangunan. Jalan, bandara, pelabuhan, tol laut, termasuk pembangunan pembangkit listrik.
Untuk yang terakhir itu, Pemerintah melalui penugasan kepada PLN dalam beberapa tahun terakhir terus bekerja keras untuk melistriki daerah-daerah terpencil itu. Dari segi ekonomi hal itu jelas tidak menguntungkan. Pembangunan pembangkit dan jaringan listrik membutuhkan modal yang sangat besar. Sementara pelanggan listrik di tempat terisolir itu hanya sedikit.
Namun atas dasar keadilan sosial, hitung-hitungan ekonomi harus dikesampingkan. Orang-orang itu berhak mendapat jatah yang sama seperti saudara mereka yang lainnya.
PLN baru saja berhasil menembus Pulau Matutuang, itu adalah salah satu pulau terluar yang berlokasi di Kecamatan Marore, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Meskipun akses ke pulau itu sulit dijangkau, perusahaan setrum itu akhirnya berhasil mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Matutuang berkapasitas 120 kiloWatt (kW) pada Minggu 2 Agustus 2020.
Rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Utara telah mencapai 99,23 persen hingga Juli 2020. Hanya beberapa daerah terpencil saja yang masih terus diupayakan pembangunannya. Pembangkit tenaga diesel dianggap paling mungkin untuk dibangun di sana. Sebab ketiadaan sumber energi lain yang cukup. Memang pembangkit jenis diesel itu dalam alam pikir jawa sentris sudah mulai ditinggalkan. Tetapi untuk daerah terpencil, itu adalah pilihan yang logis.
Pulau Matutuang adalah salah satu dari pulau perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Sulawesi Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan bagian dari Kecamatan Kepulauan Marore. Kecamatan ini memiliki 10 pulau dan terbagi dari empat pulau berpenduduk, di dalamnya Marore, Kawio, Kemboleng,dan Matutuang. Sementara itu satu pulau lainnya seperti Mamanu, berpenghuni musiman dan lima pulau lainnya tak berpenghuni.
Dulu sebelum mendapatkan listrik dari PLN, warga Pulau Matutuang mendapatkan aliran listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Pemerintah sebelumnya memang menggalakkan percepatan kelistrikan di daerah terluar, di antaranya adalah dengan membangun PLTS dan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE). Namun, PLTS di Pulau Matutuang tersebut mengalami gangguan. Selanjutnya beberapa warga menggunakan mesin genset untuk mendapatkan listrik.
Pembangunan jaringan listrik tidak mudah dilakukan. Sebab kondisi di tengah pandemi Covid-19, PLN harus mengutamakan keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar. Protokol kesehatan mutlak dilakukan untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Pembangunan secara terus-menerus di daerah terluar itu agar listrik dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia.
Menurut data PLN, pembangunan infrastruktur kelistrikan di Pulau Matututang dimulai sejak 2018. Selain membangun PLTD, perseroan membangun Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sepanjang 0,05 kilometer sirkuit (kms), Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 2 kms dan gardu distribusi dengan kapasitas 50 kiloVolt Ampere (kVA). Infrastruktur kelistrikan secara lengkap itu telah selesai dibangun seluruhnya di tahun ini.
Saat ini sistem kelistrikan di Pulau Matutuang baru beroperasi 6 jam, yakni dari pukul 18.00-00.00 WITA. Itu disebabkan sedikitnya pelanggan yang dialiri listrik. Saat ini PLN sudah melakukan penyambungan listrik untuk 59 pelanggan dan masih ada potensi penambahan hingga 100 pelanggan. Ke depan waktu layanan juga akan ditingkatkan secara bertahap, jika jumlah pelanggan mencukupi.
Membangun jaringan kelistrikan bukan hanya soal mendirikan dan menyalurkan. Harus juga dihitung jumlah pelanggan dan kemampuan untuk menyerap aliran listrik. Sebab listrik yang tak terserap akan terbuang percuma. Padahal dengan berbahan bakar fosil, pembangkit dengan tenaga disesel jelas akan memerlukan pembiayaan yang besar.
Namun pemerataan listrik memang tidak bisa ditawar lagi. Oleh sebab itu Pemerintah melalui PLN terus melakukan percepatan elektrifikasi di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk di daerah terpencil, sebab mereka juga bagian dari kesatuan negara yang dulu diperjuangkan bersama.
Puji Handoko
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H