Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tontonan Bisakah Jadi Tuntunan?

27 Juni 2020   22:10 Diperbarui: 27 Juni 2020   22:11 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harus berada di rumah terus, cenderung membuat rasa bosan muncul. Butuh hiburan, butuh alternatif kegiatan yang dapat mengalihkan kebosanan kita. Yang paling sering dilakukan sepertinya menonton televisi ataupun internet seperti yang anakku sering bilang ketika ditanya sedang apa dik? "Watching -watching youtube bu"

Kecil-kecil sudah seneng nonton sinetron. Anakku suka nonton di satu channel stasiun tv yang hampir menyajikan ftv atau sinetron secara terus-menerus. Sepertinya cerita yang disajikan adalah cerita remaja, namun dikemas seperti dunia   lain. Jin yang bersahabat dengan manusia ataupun jadi takluk dan menjadi pengikutnya. 

Mengamati cerita yang tersaji, aku ajak anakku untuk berbicara kaitannya dengan keberadaan cerita jin semacam itu. Apa yang ada dalam pikirannya tentang mahluk ghoib yang satu ini.

Aku tidak ingin pemikiran anakku menjadi kabur dan menganggap bahwa jin itu bisa membantu manusia dan menjadi taklukannya serta dapat disuruh-suruh semacam itu.

Ini adalah masalah akidah, keyakinan dan jangan sampai pemikiran alam bawah sadarnya terpengaruh dengan cerita imajinasi tersebut. Memang kita harus bisa menyaring tontonan yang dilihat. Memilah-milah mana yang bisa ditonton dan mana yang harus ditinggalkan. 

Tontonan yang terus kita lihat setiap hari bisa jadi akan masuk dalam pikiran kita dan menuntun perilaku kita. Meniru apa yang dilihat dan ditonton. Untuk itu tontonlah hal hal yang baik agar kita juga tertuntun  pada kebaikan.

Kalau kita sering menonton adegan kekerasan misalnya, lambat laun persepsi kita terhadap kekerasan bisa berubah. Kita merasa kekerasan adalah hal biasa. 

Begitu juga jika keseringan nonton film-film yang menyajikan tentang cerita cinta. Anak remaja yang pacaran dan cenderung mempertontonkan adegan kemesraan, persepsi anak-anak tentang cinta juga bisa jadi seperti apa yang sering ditontonnya.

Tidak heran kalau pernah kita dengar, baca berita, tentang bagaimana remaja yang harus putus sekolah karena terlibat pelecehan seksual setelah menonton adegan panas di gawainya. Mereka ingin melakukan, ada dorongan hasrat seksual setelah melihat adegan tersebut.

Derasnya arus informasi yang diterima anak-anak kita, sudah seharusnya dibentengi dengan keyakinan yang kuat. Pemahaman yang pasti tentang nilai-nilai yang harus dipegang misalnya menonton adegan kemesraan adalah hal yang tidak bermanfaat, cari tontonan yang meningkatkan kreatifitas, memberi hiburan dan tidak menambah beban pemikiran ke arah hal yang negatif. Memahami nilai tentang hubungan seksual adalah hal yang hanya boleh dilakukan jika mereka sudah menikah. Menonton saja tidak boleh apalagi melakukan.

Keyakinan yang kuat tentang nilai-nilai seperti itu akan mengerem anak-anak untuk tidak  terlibat terlalu jauh dalam pergaulan bebas. Pemahaman nilai tersebut dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik antara anak dan orang tua, pedampingan dalam memilih tontonan yang pantas dan tidak sehingga mereka tidak terpengaruh dengan tontonan yang sering dilihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun