Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lansia yang Sehat dan Produktif

29 Mei 2020   21:40 Diperbarui: 29 Mei 2020   21:55 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Menua bersama" begitu sering kita baca di status pasangan yang menunjukan keromantisannya. Tentu bukan sembarang menua yang diinginkan, namun menua bersama yang sehat, tetap romantis, saling mencinta dan menghormati satu sama lain.

Harapan tersebut dapat kita capai bila kita bisa bersama-sama menjalani kehidupan dengan saling menghargai satu sama lain. Cinta dan kasih sayang yang tulus ditebar kepada pasangan. Suka dan duka dijalani bersama tanpa ada kesan saling menggurui, tidak perhatian, tak peduli dan membiarkan.

Jadi insan yang bermanfaat termasuk menebarkan manfaat terhadap pasangan hidup. Jadi manusia yang terbaik, termasuk terbaik perilakukanya kepada keluarga. Dengan kebaikan tersebut maka menua bersama dalam kemanfaatan pasti akan terasakan. Menjadi lansia yang sehat dan produktif insya Allah akan dijalani.

Bicara tentang lansia sehat dan produktif, teringat aku akan sosok mbah putri dari ayahku. Keduanya sekarang telah meninggal dunia. Semoga Allah mengampuni dosa orang tua kami, sesepuh kami yang telah mendahului.

Mbah putriku ini meninggal di usia 70 tahunan. Persisnya berapa Aku tidak paham karena tidak tercatat hari kelahirannya. Namun yang menjadi inspiratif bagiku adalah kerja keras dan keuletannya. 

Walaupun sudah sepuh, beliau sangat sehat dengan gigi yang masih utuh terawat dan tidak hitam walaupun menginang. Setiap kali habis nginang beliau selalu kumur. Giginya bisa dikatakan utuh hingga akhir hayatnya. Tak pernah mengeluhkan sakit gigi ataupun sakit yang lain yang rata-rata lansia keluhkan seperti rematik, darah tinggi ataupun diabetes.

Kesehariannya mbah putriku ini berada di ladang. Mencangkul, menanam, merawat ladangnya yang tidak seberapa luas namun selalu menghasilkan. Berbagai palawija seperti jagung, kedelai, kacang ijo, umbi-umbian, sayur mayur seperti kacang panjang, kecipir, kangkung, cabai, singkong hampir selalu ada.

Setiap kali kami berkunjung ke rumahnya, karena memang tidak tinggal serumah, beda desa dan berjarak sekitar 4 kilometer, bisa dipastikan pulangnya kami akan dibekali hasil tanamannya. 

Begitu juga bila mbah putri berkunjung ke rumah, pasti ada saja oleh-oleh hasil kebun yang dibawanya. Yang paling aku suka adalah pati atau tepung  dari umbi ganyong . Kalau dibikin bubur dan dikasih potongan kelapa kecil-kecil, hmmm nikmatnya.

Mbah putri menempuh jarak 4 kilo meter ke rumah kami selalu jalan kaki. Dengan menggendong hasil kebunnya beliau akan berkunjung bila sudah merasa kangen pada kami cucu-cucunya. Kami sambut dengan riang gembira kedatangan beliau sambil heboh menanyakan apa bawaannya.

Segala hal yang dipunya ada pisang, mangga, kangkung, kecipir, umbi ganyong, singkong atau apa saja ada di kantong yang digendongmya. Senang sekali rasanya kedatangan mbah putri. Biasanya beliau hanya akan menginap semalem saja, alasannya mengurus tanaman-tanamannya ataupun ternak peliharaannya seperti ayam dan kambing yang harus dipakaninya.

Ada yang membantu di rumah mbah putri juga sebenarnya, tapi beliau selalu terjun sendiri ke ladang. 

Menjelang hari ajalnya beliau hanya sakit sebentar, 1-2 hari itupun masih dibawa ke ladang. Demam dan pusing yang dirasakan tidak dianggapnya sebagai hambatan. Bahkan beliau pernah menyampaikan kepada bapakku, anaknya yang nomor 4 dari 5 bersaudara bahwa beliau tidak ingin merepotkan anak-anaknya bahkan sampai meninggalnya.

Jasa mbah putri dalam membesarkan putra-putrinya luar biasa. Suaminya (mbah kakung ) meninggal ketika anaknya masih kecil-kecil semua. Saat mbah kakung meninggal mbah putri baru saja melahirkan paklik. Bapak baru umur sekitar  3 tahun. 

Sepeninggal mbah kakung, mbah putri tidak menikah lagi. Beliau berjuang membesarkan putra-putrinya dengan bekerja keras sendiri. Tidak banyak sanak saudara  yang ikut membantu karena mbah putri dan mbah kakung tinggal disitu adalah pendatang.

Kerja kerasnya dan keuletannya terus terpelihara hingga akhir kehidupannya. Walaupun sudah sepuh dan anak-anaknya sudah mampu membiayai kehidupannya, namun beliau tidak pernah meminta. Selalu memberi dan memberi hingga akhir kehidupannya.

Mencari sosok lansia yang sehat dan produktif  di hati lansia tanggal 29 Mei ini rasa-rasanya tidak harus mencari kemana-mana. Orang terdekatku waktu itu, mbah putrku sendiri adalah teladan yang luar biasa.

Kemandiriannya, keuletannya adalah wujud penghambaan beliau pada Tuhannya. Kepatuhannya menjalankan ibadah senantiasa menjadi teladan yang harus bisa aku ambil contoh.

Semoga Allah menerima amal sholeh mbah putri, menempatkan di tempat yang terbaik di sisi Allah. Demikian juga dengan orang-orang terdekatnya, orang tuaku yang juga sudah menyusul beliau, mbah kakung yang tak pernah kulihat, saudara-saudara bapak ibu semua dan seluruh orang mukmin yang sudah meninggalkan kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun