Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Perceraian Tak Terhindarkan

7 Februari 2019   08:35 Diperbarui: 7 Februari 2019   08:39 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di sebuah media socialaku membaca status seorang teman yang memberi pernyataan tentang perceraiannya.Dia menganggap perceraian bisa menjadi solusi terbaik untuk sebuah hubunganyang sudah tidak memungkinkan dipertahankan. 

Membaca status tersebutmembuatku termenung. Benar juga apa yang dia katakan. Menjalani kehidupanseorang single parent dengan status janda cerai tentu tidak mudah. 

Bagaimana kalau haltersebut harus terjadi? Akankah kita sanggup menjalaninya? Akankah kitaberpikir yang sama tentang hal tersebut?

"Perceraian" bisadikatakan tidak ada satupun pasangan yang menginginkannya. Di awal merekabersatu tentu tidak terpikirkan kalau akhirnya harus berpisah. Di kala awalmenjalin hubungan tentu hal indah tentang kehidupan bersama yang tergambardalam benak masing-masing.  

Mengapa pasangan bisamemutuskan perpisahan dan akhirnya hubungan pernikahan yang sudah dijalintersebut harus diakhiri dengan perceraian?

Banyak hal yang bisamenyebabkan retaknya sebuah hubungan. Salah paham, ketidaksetiaan,ketidakpercayaan, tergoda dengan yang lain, terpuruknya perekonomian, ketidaksesuaianharapan dengan kenyataan, ketidakharmonisan dalam keluarga,  kurang komunikasi dan lain sebagainya.Penyebab tersebut bisa jadi berbeda antara satu pasangan dengan pasangan yanglain. 

Kenapa mereka tidakbisa bertahan? Kenapa harus jalan cerai yang diambil? 

Kalau sebuah hubungansudah tidak lagi bisa dipertahankan barangkali jalan perceraian bisa menjadilebih baik. Kalau hubungan sudah terasa sangat menyakitkan bagi masing-masingpasangan, bisa jadi jalan perceraian adalah alternative yang baik. 

Perceraian adalah jalanyang dibenci Tuhan. Perceraian hendaknya menjadi alternative setelah sekianjalan tidak bisa lagi ditempuh. Sungguh, jangan jadikan perceraian itu jalanutama. Jangan jadikan perceraian itu sebagai sebuah solusi. 

Pertahankan hubungandengan sekuat tenaga. Pertahankan hubungan dengan segenap jiwa. Pertahankanhubungan yang sudah terbina sebagai sarana ibadah kita. 

Mempertahankan hubungantentu saja tidak bisa sendiri. Namun kalau masing-masing pasangan belum dapat memberikankontribusi positif, apakah kita harus berjuang sendiri? Bisa jadi jawaban diawal adalah YA. 

Perbaiki dari sedinimungkin. Apa yang menyebabkan hubungan kita retak? Apa akar dari permasalahanhubungan kita? Bila itu sudah ketemu maka coba perbaiki hal tersebut. Kita uraidari awal, sedikit demi sedikit semoga tidak menjadi benang kusut. Sebelumpermasalahan menjadi sedemikian rumitnya, upayakan diperbaiki sedini mungkin. 

Perbaiki dari dirisendiri. Menjalin sebuah hubungan memang kontribusi berdua. Namun kita tidakbisa berharap banyak orang lain yang berubah untuk kita. Biarlah kita yangmerubah diri sendiri. Biarlah kita yang memulai. Ketika kita ikhlas melakukanhal tersebut, maka bisa jadi menularkan kepada pasangan kita. 

Ketika kita sudah bisamemperbaiki diri, sudah bisa mengontrol diri, sudah bisa mengendalikan diri,sudah bisa mengetahui permasalahan diri, Insya Allah solusipun akan terbentang. Hubungan yang tadinya memburuk, hubunganyang tadinya menukik tajam, perlahan-lahan bisa naik kembali. Perceraianpunterhindari insya Allah.

Namun kala usaha sudahkita lakukan semaksimal mungkin namun tak membuahkan hasil, saat itulah kitaharus dapat menerima jalan akhir perceraian dengan rasa ikhlas. 

Keihlasan disini bukan hanya semata-mata menerima begitu saja  perceraian tersebut, Namun harusmempertimbangkan bagaimana ke depannya dengan jalan perceraian itu. 

Seandainya  punya anak maka kehidupan anak tersebut harusbagaimana ke depannya, perlu dipikirkan dan dipertimbangkan sebaik-baiknya. Hakasuhnya, nafkahnya, kasih sayangnya, dan segala aspek yang berkaitan dengankehidupannya.

Begitu pula dengan  pembagian harta. Kalau selama hubunganberlangsung ada harta yang dapat terkumpul, setelah mereka berpisah tentunyaperlu dipikirkan bersama bagaimana pembagian dari harta perolehan bersamatersebut. 

Jangan sampai perceraian malah berujung perebutan harta dan anak.Kalau hal tersebut terjadi, pasti perceraian akan lebih menyakitkan.

Persiapan fisik danmental  dalam menghadapi perceraian tentuharus dilandasi dengan persiapan secara spiritual dan kultural. Kita harus bisamenyerahkan segala yang terjadi pada kehidupan kita sebagai takdir yangterjadi. Kita pasrah dan tawakkal, berserah diri dan ikhlas dengan takdir yangtelah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. 

Mempersiapkan diri darisisi kultural juga sebaiknya kita lakukan. Karena hidup tidak sendiri, ada keluarga,masyarakat yang di dalamnya.  Keluargaseringkali perlu dilibatkan dalam pembuatan keputusan perceraian tersebut.Jangan sampai keluarga besar malah tidak menerima dan merasa syok dengan apayang terjadi. 

Walaupun urusan rumah tangga adalah urusan suami dan istri dalam keluarga tersebut, namun setidaknya keluarga besar bisa juga kita jadikan pertimbangan

Berkaca dari kasusperceraian gisel-gading, bagaimana reaksi masyarakat melihat perceraian mereka.Kehidupan keluarganya yang kelihatannya harmonis ternyata harus diakhiri denganperceraian.  Efek semacam itu juga bisamenjadi pertimbangan ketika harus memutuskan untuk bercerai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun