Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dahsyatnya Sakaratul Maut

6 September 2018   12:14 Diperbarui: 6 September 2018   12:32 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menit demi menit waktu yang terlewati ketika menunggui masa menjelang meninggalnya ibu sungguh meninggalkan kenangan yang tak terlupakan. Gambaran tanda-tanda vital yang terus menurun di layar monitor masih sangat jelas terekam di kepala. 

Nafas satu demi satu yang mulai menghilang dari dada ibu membuatku merasa sesak dan panas dingin.  Dengan terus menyebut kata Allah, Allah, Allah, aku berusaha terus menuntun ibu yang sudah tidak sadar akibat stroke yang dialaminya sejak 11 hari yang lalu.

Awalnya aku mendapat telepon dari adikku yang tinggal bersama dengan ibu, kalau malam itu ibu menggigil setelah buang air kecil. Kondisi semacam itu memang sudah sering dialami. 

Kalau ibu merasa kedinginan, biasanya badannya menggigil dan setelah dihangatkan dengan menggunakan minyak angin dan semacamnya biasanya tubuhnya kembali hangat dan menggigilpun hilang. Namun malam itu ternyata ibu langsung tertidur. Adikku mengira ibu langsung tidur pulas sehingga adikkupun langsung tidur. Kejadian tersebut sekitar jam 1 malam.

Saat bangun subuh, adikku kaget, tidak biasanya ibu mengompol. Di sprei tempat tidurnya sudah basah ke mana-mana. Dengan rasa cemas, adikku membangunkan ibu dan benar saja, ternyata ibu sudah tidak bisa diajak komunikasi. 

Mulut dan muka sudah terlihat merot, tangan dan kaki kiri sudah  terjatuh begitu diangkat dan dilepaskan. Sudah tidak ada tahanan sama sekali. Kalau tangan dan kaki kanan masih bisa mengangkat dan bergerak-gerak. 

Akhirnya adikku menelponku dan meminta saran apa yang harus dilakukan. Aku yang memang tinggal jauh dari ibu, hanya bisa menyarankan untuk segera diperiksakan dan dibawa ke rumah sakit. Aku akan langsung ke rumah sakit tersebut untuk melihat keadaan ibu lebih lanjut.

Akhirnya ibu dibawa ke rumah umum daerah. Setelah dilakukan pemeriksaan awal, dilakukan tindakan pemasangan infus, oksigen dan diberi suntikan. Setelah itu dilakukan foto rontgen dan dari pemeriksaan penunjang itu diketahui hasilnya kalau ibu ternyata mengalami stroke non haemoragik. 

Stroke yang bukan karena pecah pembuluh darah, namun ada beberapa sumbatan yang terjadi dan itu menimbulkan infark atau kerusakan yang cukup luas pada daerah otaknya. Akibat kerusakan tersebut ibu mengalami kondisi menurun kesadaran, tidak bisa berkomunikasi, tidak mampu menelan dan tidak bisa menggerakkan sebagian anggota tubuhnya. 

Rawat inap di rumah sakit dilakukan untuk pengobatan lebih lanjut. Dari ruang IGD ibu dipindah ke ruang perawatan. Untuk membantu nutrisinya akhirnya dipasang selang ke lambung guna pemberian makanan cair yang bentuknya seperti susu. Diminumkan sebanyak 6 kali perhari. Sekali minum sekitar 150-200 mml. 

Hari demi hari perawatan, kondisi ibu tidak semakin membaik. Kesadaran semakin menurun dan akhirnya di hari ke 6 perawatan ibu dipindahkan ke ruang intensif untuk pemantauan lebih lanjut. Dipasang layar monitor dan hanya boleh dijaga secara bergantian. Kondisi tersebut dialami hingga hari ke 9 perawatan, terlihat respon buka mata. 

Kami melihat pada hari tersebut ada beberapa gerakan pada tangan dan kaki yang dari awal sakit bisa bergerak. Ketika mata dibuka, terlihat gerakan kedip beberapa saat dan untuk selanjutnya menutup kembali. Ibu kembali tertidur koma. Menurut penjelasan petugas kesehatan GCS ibu berkisar nilai 5. 

Malam hari Jumat 31 Agustus 2018, sekitar jam 11 malam, ibu mengalami kondisi kritis. Tanda-tanda vital terus menurun hingga tensi darah menyentuh angka 70-an. Petugas medis berupaya meningkatkan tensi yang terus menurun tersebut. Kondisi kritis tersebut bisa teratasi dan mulai stabil kembali.  

Namun pada jam 7 pagi ternyata kondisi ibu kritis kembali. Tensi semakin menurun dan kembali petugas medis berupaya untuk meningkatkan kondisi ibu. Namun upaya tersebut tidak terlalu berhasil. Dari pemantauan tanda-tanda vital di layar monitor, tensi dan denyut jantung  semakin menurun. 

Akhirnya kami dipanggil oleh dokter yang merawatnya, kami diberi penjelasan bahwa kondisi ibu semakin menurun. Walau sudah diupayakan pengobatan semaksimal mungkin ternyata tidak mengalami perbaikan yang signifikan. petugas medis menyarankan kami untuk selalu mendampingi ibu.

Aku, kakak dan adikku akhirnya dipersilahkan untuk mendampingi ibu. Terlihat nafas ibu semakin menurun. Gerakan nafas terlihat semakin melemah. Aku, kakak dan adikku mendampingi ibu dan menuntunya untuk mengucapkan lafal Allah. Walau tidak mampu berkomunikasi, kami yakin ibu mendengar dan bisa mengikuti walau dalam hati. Tidak henti-hentinya kami menuntun sambil memperhatikan kondisi ibu. 

Terlihat di layar monitor tanda-tanda vital semakin menurun. Tensi menunjukkan kisaran angka 60 an dan denyut jantung semakin menurun hingga angka 20 an. 

Nafas terlihat satu demi satu naik dari perut, dada dan di layar monitor sudah terlihat hanya berkisar di bawah angka 15. Dengan perasaan yang mulai tidak karuan, nafas sendiri terasa sesak, air mata menetes terus, badan terasa panas dingin, kami terus menuntun ibu. 

Hingga akhirnya tepat pada saat sholat jumat di mulai dari mesjid di dekat ruang perawatan, nafas terakhir ibu terhembuskan. Sudah tidak ada hembusan nafas, sudah tidak teraba denyut nadi. 

Kalimat istirja berulang kali  lantunkan. Ibu telah tiada. Di pelukan kami ibu kembali ke hadlirat Allah Subhanahu Wa taala. Selamat jalan ibu. 

Semoga Allah menerima semua amal ibadah ibu. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa ibu. Semoga Allah menempatkan ibu di tempat yang terbaik, terindah di sisi Allah Subhanahu Wa Taala. Kami ikhlas ibu kembali pada sang pencipta.

Maafkan kami, anak-anakmu yang belum bisa berbakti sebaik kasih sayang yang engkau berikan dari kami dalam kandungan hingga dewasa seperti sekarang. 

Maafkan kami yang selalu merepotkan ibu walau kami sudah berpisah dari rumah dan berumah tangga. Hanya doa yang bisa kami haturkan semoga Allah membalas semua kebaikan ibu dan menjadikannya sebagai amal sholih yang dapat ibu bawa dalam menghadap ke sang pencipta.

#ditulisuntukmengenangkepergianibu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun