Pagi ini aku berencana menyusun soal ujian tengah semester. Tiga minggu lagi UTS akan dilaksanakan dan surat permintaan soal sudah diedarkan. Kubuka surat permintaan soal tersebut dan disana tertera berapa jumlah soal yang harus dibuat beserta  dengan ketentuan penyusunannya. Â
Bukan jumlah soal dan ketentuan pembuatan soalnya yang aku permasalahkan, tetapi buat apa sebenarnya soal itu dibuat? Apa yang harus aku ukur dari soal tersebut? Keberhasilan seperti apa yang kuinginkan dari mahasiswaku ?Â
Selama ini ternyata aku tidak begitu mempedulikan hal tersebut. Membuat soal hanya sekedar menyusun dari materi yang disampaikan. Membuat soal tidak memperhatikan tujuan dari keberhasilan belajar. Membuat soal hanya untuk memenuhi proses belajar mengajar.  Proses belajar mengajar yang aku sendiri tidak pernah mengevaluasi bagaimana materiku ? Apakah bisa diterima dengan baik oleh peserta didik? Ataukah hanya untuk kepentingan pembuatan  nilai saja ?Â
Melihat dari proses belajar mengajar yang selama ini dilakukan mungkin aku termasuk pengajar yang asal. Metode yang dilakukan juga begitu-begitu saja, ceramah seadanya dengan materi yang  bahkan kadang  juga baru disiapkan menjelang  waktu mengajar tiba. Bagaimana mungkin aku bisa menguasai terhadap materi? Bagaimana mungkin aku bisa secara mendalam menjelaskan kepada peserta didik?
Apakah mahasiswaku selama ini sudah paham dengan apa yang aku sampaikan. Apakah mahasiswa ku selama ini hanya menjadi pendengar yang baik? Itupun kalau mereka mendengarkan, bagaimana kalau sebenarnya selama ini hanya diterima telinga kanan dan keluar telinga kiri? Â Bagaimana kalau proses pembelajaran yang aku lakukan ternyata hanya sekedar pemberian materi tanpa sedikitpun ada nilai-nilai kebaikan yang aku tanamkan?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H