'Ibu, aku gagal" begitu bunyi WA dari anakku.
"Gagal apanya?" tanyaku kemudian.
"Ga ikut ekstra kurikuler jurnalistik." katanya
'Kenapa bisa begitu ?" tanyaku lagi
" Iya, soalnya kemarin setelah pendaftaran, ada seleksi, aku ga lolos."
"Seleksinya apa?"
" Suruh nulis berita, puisi, cerita dan semacamnya, aku kan ga pernah tulis."
"Makanya latihan menulis, jadi bisa, kalau ga pernah atau ga biasa nulis ya memang kelihatannya susah".
Begitu kira-kira percakapan yang terjadi di WA sewaktu anakku menyampaikan kabar ketidakikutsertaannya pada ekstrakurikuler di sekolahnya. Kelihatannya dia agak berminat untuk ikut kegiatan itu, tapi sayangnya selama ini belum ada karya tulis yang dihasilkannya. Kalaupun dia menulis tentang essay, puisi dan sejenisnya itupun hanya sekedar untuk tugas sekolah. Tentu saja frekuensinya jarang dan tidak pernah diulang lagi.
Menulis memang bukan suatu proses yang gampang terjadi. Menulis memang bukan suatu kegiatan yang bisa begitu saja terlaksana. Untuk bisa menulis dengan lancar tentu perlu latihan. Untuk bisa menulis dibutuhkan suatu latihan yang terus-menerus. Latihan setiap hari, setiap saat, setiap waktu dan selalu menyempatkannya.
Tekad demikian tentu saja tidak cuma sekedar niat. Harus diwujudkan, musti terlaksana sehingga kita bisa menghasilkan sebuah karya.
Walau nasehat itu sudah berulang kali ditanamkan dalam hati, tetap saja sulit menjalankannya. Kadang-kadang ada saja hal-hal yang menghalanginya. Entah itu kesibukan kerja, entah itu aktivitas lain, yang jelas untuk rutin menulis memang butuh tekad yang kuat, mengupayakan sarana yang memadai dan mencontoh orang-orang yang sukses dengan karya-karya tulisnya.