Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Preeklampsi : Menakutkan untuk Ibu Hamil?

23 April 2015   10:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14297587811577207400

Rabu, 22 April 2015 hari yang lumayan berat bagi teman kantorku. Hari itu dia harus berjuang di ruang operasi guna melahirkan putra kembarnya di umur kehamilan yang belum sempurna. 31 minggu umur kehamilannya dan berdasarkan prediksi hasil pemeriksaan USG bayi kembarnya belum mencapai 1,5 kg beratnya. Namun tensi yang tinggi mencapai 180/100 mmHg,protein urin yang positif 3, bengkak di kedua kaki yang sudah sampai ke muka adalah tanda-tanda yang kurang baik bagi seorang ibu hamil. Pre eklampsi  telah menghadangnya. Guna menyelamatkan ibu dan bayinya maka dilakukan tindakan sectio caesaria segera. Alhamdulillah saat ini bayi kembarnya telah lahir dengan berat masing-masing 1,3 kg dengan kondisi yang lumayan baik meskipun harus dirawat di ruang perinatal resiko tinggi dan ibunya juga dalam perawatan di ruang intensif.

[caption id="attachment_379819" align="aligncenter" width="150" caption="Sumber Foto Puji Hastuti"][/caption]

Preeklampsia sendiri disebut-sebut merupakan salah satu penyebab angka kematian ibu. Disamping sebab yang lain seperti penyakit jantung, perdarahan, tuberkulosis, radang otak dan lain-lain. Angka kematian ibu di Jawa Tengah cukup memprihatinkan karena ada kecenderungan kematian ibu melahirkan meningkat dalam lima tahun terakhir. Kasus puncak kematian ibu dan bayi terjadi pada tahun 2014, dimana pada tahun ini terjadi 711 kasus atau 126,55 per seratus ribu angka kelahiran hidup. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak sejak tahun 2008. Untuk jumlah angka kematian ibu melahirkan sejak 2010-2014 secara berurutan, yaitu: 611 kasus, 668 kasus, 675 kasus dan sempat turun pada 2013 menjadi 668 kasus.

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu disertai dengan proteinuria (Saifuddin, 2010). Preeklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuria, edema/bengkak, yang kadang - kadang disertai konvulsi/kejang sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukan tanda - tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya (Sofian, 2012).

Pre eklampsi dibagi menjadi pre eklampsi ringan dan pre eklamsi berat. Pre eklampsi ringan ditandai dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Pengukuran minimal 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam lebih baik 6 jam. Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu (Sofian, 2012). Pre eklamsi berat ditandai dengan Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih. Proteinurea 5 gr atau lebih dalam 24 jam; 3+ atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam. Keluhan serebal, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium. Edema paru - paru atau sianosis (Sofian, 2012)

Penyebab penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor - faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat (Wiknjosastro, 2007).

Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosial ekonominya lebih maju jarang terkena preeklampsia (Cunningham, 2006).

Menurut Saifuddin (2010) faktor risiko terjadinya Preeklampsia terdiri dari beberapa faktor yang pertama adalah paritas dimana kehamilan pertama dianggap berisiko karena belum adanya catatan medis tentang perjalanan persalinan ibu. Wanita yang baru menjadi ibu dengan pasangan baru ternyata enam sampai delapan kali lebih mudah terkena preeklampsia daripada multipara (Bobak, 2005).

Faktor risiko kedua adalah kehamilan multipel dimana pada kehamilan ganda meningkatkan trofoblast dan adanya gangguan imun dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia (Saiffudin, 2010). Faktor risiko ketiga adalah Diabetes Mellitus (DM).  Preeklampsia dengan penyakit DM dapat menimbulkan banyak kesulitan. Penyakit ini akan dapat menyebabkan perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang dipengaruhi oleh kehamilan. Perubahan fisiologi kehamilan menganggu kerja insulin. Antagonis insulin selama kehamilan mungkin merupakan akibat dari kerja laktogen plasenta yang disekresi dalam jumlah besar, dan untuk sebagian kecil akibat dari kerja insulin. Begitupula insulin plasenta dapat turun meningkatkan diabetogenesis yang timbul oleh kehamilan yang akan memberikan efek preeklampsia (Cunningham, 2006).

Faktor risiko ke empat adalah umur. Kehamilan pada umur muda kurang 20 tahun terjadi peningkatan insidensi preeklampsia/eklampsia mungkin disebabkan oleh perkembangan yang kurang optimal dari vaskulatory uterine dan mudah mengalami peningkatan tekanan darah dan cepat menimbulkan kejang. Pada umur lebih 35 tahun, dengan bertambahnya umur akan meningkatkan insidensi hipertensi kronik dan berisiko untuk terjadi superimposed preeklampsia pada usia tua meskipun mental dan sosial ekonomi lebih mantap dibanding dengan yang muda tetapi fisik mengalami kemunduran. Risiko yang lebih besar yang harus dihadapi oleh ibu yang telah berumur lebih 35 tahun adalah anak dengan sindrom down, dan mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami tekanan darah tinggi dan diabetes. Umur kurang 20 tahun dan  lebih 35 tahun pada wanita dengan balance translation (genetik) dapat meningkatkan terjadinya preeklampsia/eklampsia (Wiknjosastro, 2007).

Faktor risiko ke lima adalah riwayat keluarga yang pernah preeklampsia.Faktor keturunan dan familial dengan metode model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia (Saiffudin, 2010).

Faktor risiko ke enam adalah hipertensi yang sudah ada sebelum hamil. Ibu yang mengalami hipertensi kronis bisa mengalami preeklampsia berat. Faktor risiko ke tujuh adalah obesitas atau kegemukan. Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka semakin gemuk seorang semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia (Bobak, 2005).

Patofisiologi terjadinya preeklampsia adalah terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah dengan akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi (Sofian, 2012). Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.

Perubahan yang terjadi pada beberapa organ - organ tubuh diantaranya otak yaitu edema yang otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan. Pada plasenta dan rahim dimana aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.

Pada ginjal dapat terjadi filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun, sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria. Pada paru - paru bisa terjadi edema paru. Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pnemonia, atau abses paru.

Pada mata dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal - hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Pada eklampsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukan tanda preeklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.

Pada keseimbangan air dan elektrolit untuk preeklampsia ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid, dan protein serum. Jadi, tidak terjadi gangguan kesehatan elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat, dan pH darah berada pada batas normal. Pada preeklampsia berat dan eklampsia, kadar gula darah naik sementara, asam laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang - kejang. Setelah konvulsi selesai zat - zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal (Sofian, 2012).

Pencegahan preeklampsia sangat terbatas karena etiologinya belum diketahui secara pasti, oleh karena itu pendekatan yang bijaksana adalah dengan mengidentifikasi wanita yang berisiko. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda - tanda dini preeklampsia dan dalam hal itu perlu penanganan yang semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi. Walaupun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensi, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik (Varney, 2007)

Kehamilan dengan preeklampsia harus ditangani secara tepat begitu juga pada saat persalinan harus berlangsung secara tepat pula, baik dari pemberian obat - obatan maupun jenis persalinan (persalinan spontan maupun buatan) yang dijadikan sebagai pilihan yang tepat bagi ibu yang mengalami preeklampsia.

Sumber :

Bobak, Dkk. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC; 2005.

Cuningham, F. Gary, et al. Obstetri Williams Vol.1, Edisi 21. Jakarta: EGC; 2006.

Saifuddin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.

Sofian, Amru. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta : EGC; 2012.

Varney, Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC; 2007.

Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.

http://www.negeripesona.com/2015/01/10-besar-daerah-dengan-kematian-ibu-dan.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun